Ketika Sains di kepala berbenturan dengan ajaran Islam di dada, tundukkan kepalamu karena islam yang mendetakkan Jantung.

Ketika Sains di kepala berbenturan dengan ajaran Islam di dada, tundukkan kepalamu karena islam yang mendetakkan Jantung.

Ketika Sains dikepala berbenturan dengan ajaran Islam, tundukkan kepalamu karena islam itu ada di jantung

Pada prinsipnya setiap sains dibangun di atas tiga dasar utama, yaitu fondasi atau pilar ontologi, aksiologi,dan epistemoiogi.
Untuk mengetahui nilai yang dibawa suatu sains, termasuk sains modern, kita perlu melihat fondasi bangunan sains tersebut. Dari sini akan terlihat ketidak netralan suatu sains dan implikasi filosofis dan sosialnya.
Pilar ontologi terkait dengan subjek atau realitas apa yang (dianggap) ada dan dapat dikaji atau diketahui. Aksiologi terkait dengan tujuan suatu ilmu pengetahuan, untuk apa. Sedangkan epistemologi berhubungan dengan cara dan sumber suatu pengetahuan, dengan apa atau bagaimana suatu pengetahuan itu diperoleh. Ketiga pilar inilah yang menentukan karakteristik suatu sains, yang membedakan satu sains dengan sains yang lain.

Materialisme ilmiah menjadi inti dari ontologi sains Barat, reali­tas hanya terdiri dari materi, ruang, dan waktu. Tidak ada lagi selain itu. Jiwa hanyalah sekumpulan material belaka. Tuhan hanya imajinasi manusia yang lemah dan tak berdaya. Sementara itu, malaikat dan setan dianggap sebagai lompatan agen bagi mereka yang tidak mampu menjelaskan aneka fenomena alam secara logis dan ISmiah.

Materialisme ini telah menjadi dogma di setiap pengajaran iimu pengetahuan alam. Murid-murid menghafalkan, "Materi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan" Pernyataan sederhana ini mempunyai implikasi sangat serius bagi seorang Muslim.

Ajaran Islam tersari dalam prinsip tauhid la ilaha Wallah yang ter- deskripsi dalam Rukun Iman dan Rukun Islam. Seluruh bangunan pemi- kiran dan peradaban Islam bertumpu pada dua pilar utama ini. Rukun Iman terdiri dari enam keyakinan, yaitu yakin pada keberadaan Allah, ma­laikat nabi, kitab, Hari Akhir, dan qadha-qadar.

Materialisme yang diajarkan dalam ilmu pengetahuan alam jelas berbenturan dengan Rukun Iman. Materi tidak dapat diciptakan berim- piikasi bahwa materi ada dalam keabadian masa lalu tanpa awal pen- ciptaan, yang berarti tidak memerlukan peran Sang Pencipta. Suatu ketika, seusai menerbitkan buku tentang alam semesta, Pierre Laplace didatangi Napoleon Bonaparte yang menanyakan tentang satu hal, yakni mengapa dalam buku tersebut Laplace tidak sekalipun menyebut Tuhan. Laplace menjawab dengan ringan, dia tidak membutuhkan hipotesis ten­tang Tuhan bagi keberadaan alam. Keberadaan dan peran Tuhan Allah ditolak oleh prinsip materialisme ilmiah.

Materi tidak dapat dimusnah­kan berimplikasi pada penolakan Kiamat sebagai akhir perjalanan dunia. Penolakan Kiamat juga ber­arti penolakan akan Hari Kebang- kitan dan Penghitungan amal setiap orang. Karena Hari Akhir dan Pembalasan tidak ada, pelanggaran norma terus meluas.

Dalam perspektif Islam, materiaiisme Ilmiah menolak jantung Iman, yakni keyakinan akan peran Allah sebagai Pencipta segala sesuatu. Materialisms juga menolak Rukun Iman kelima tentang Hari Akhir yang ditandai dengan kehancuran materi. Padahal, setiap Muslim harus menerima keseluruhan Rukun Iman, tanpa terkecuali. Penolakan, meskipun hanya satu bagian, berarti kufur. Matertalisme ilmiah membawa pada kekufuran, Materialisme ilmiah dan Rukun iman tidak dapat duduk berdampingan dengan normal karena keduanya bertentangan. Penerimaan keduanya secara bersamaan akan melahirkan paradoks. Masyarakatnya beragama, termasuk Islam, tetapi kesehariannya mengembangkan hidup asusila. Selain itu, pemaksaan menerima keduanya secara bersa­maan akan melahirkan sikap mendua dan inkonsistensi berpikir karena dua hal tersebut bertentangan.

Terus bagaimana ? Apakah memang ajaran Islam bertentangan dengan sains ? Ketahuilah islam adalah agama keselamatan, jangan ragu akan keislamanmu.

Itu hanyalah pemahaman yang sangat dangkal. Langkah praktis mengatasi dualisme gagasan ini adaiah dengan merevisi materiaiisme ilmiah di buku-buku ajar. Teori kuantum dan relativitas khusus telah memperlihatkan bahwa materi mempunyai antimateri yang dapat saling melenyapkan jika hadir secara bersamaan. Berdasarkan perkembangan ini, prinsip

"materi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan" harus direvisi menjadi "materi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan dalam keadaan biasa".

Keadaan biasa berarti keadaan dengan energi keseharian, tanpa kondisi khusus yang memungkinkan terjadinya penciptaan maupun pemusnahan materi antimateri. Dalam keadaan tertentu, seperti keadaan energi cukup tinggi, penciptaan dan pemusnahan dapat dilakukan. Dan Allah SWT maha Pencipta

Pilar kedua bangunan sains adaiah aksiologi, tujuan sains dibangun. Materialisme telah membuang transendensi sains, juga menyingkirkan tujuan akhir sains. Keadaan ini membuat ilmuwan hanya takjub pada dirinya sendiri ketika berhasil menyibak rahasia alam. Ujung dari pergerakan ini adaiah nihilisme, kehampaan spiritual atau kekosongan ruhaniah. Perjalanan hidup manusia bak orang berenang di lautan luas tanpa tahu tepi sehingga tidak tahu harus berenang ke mana.

Aksiologi sains Barat hanya berupa kepuasan dan petualangan intelektual sang ilmuwan serta untuk sains itu sendiri. Sains apa saja dapat dan boleh dibangun sepanjang dana atau anggaran tersedia. Teori superdawai yang diharapkan menjadi teori tumpuan bagi unifikasi semua gaya terpaksa menjadi mimpi tanpa pembuktian atas kebenaran prediksinya ketika pada 1993 Superconducting Super Collider dihentikan oleh Kongres Amerika.

Sebagai fondasi epistemologi, sains Barat menerima dan meng agungkan rasionalisme, empirisme, dan objektivisme. Pengalaman em piris indriawi dirumuskan melalui metode yang dikenal sebagai metode ilmiah. Fakta-fakta merupakan sumber pengetahuan, dan pengetahuan tidak boleh melebihi fakta-fakta dan hubungan di antaranya. Iniiah inti positivisme.

Dalam Novum Organum (Logika Baru), Bacon menolak metafisika spekulatif Aristoteles dan menekankan pandangan bahwa data seharus nya dikumpulkan dan eksperimen dilakukan untuk menyibak rahasia alam semesta melalui pengamatan terorganisasi. Intuisi dibatasi pada intuisi yang tumbuh dari pengalaman empiris belaka. Selain itu, karena sains Barat lahir dalam suasana konfiik dengan gereja, sains Barat tumbuh dan berkembang dalam spirit penolakan terhadap wahyu sebagai sumber informasi pengetahuan.

Penolakan realitas secara utuh dan sumber informasi yang parsial akan melahirkan pengetahuan yang parsial. Masalah timbul ketika kenyataan ini tidak diakui secara objektif sesuai dengan objektivisme yang dianut sains. AHh-alih mengakui keterbatasan objek maupun sum­ber informasinya, sains justru melakukan klaim di luar wewenangnya.

Dalam pendekatan evolusioner sekalipun, tidak dapat dijeiaskan bagaimana jiwa yang menyebabkan sekumpulan materi, berupa tubuh manusia maupun hewan, dapat menjadi makhluk hidup. Sains biologi maupun psikologi hanya mengeksplorasi dan memahami perkembangan, perilaku fisik, dan jiwa manusia setelah menjadi manusia.
Hal yang sama juga dialami oleh alam semesta yang dipahami setelah menjadi alam semesta, tepatnya sesaat setelah ledakan dahsyat The Big bang”.

 Objek pengetahuan ada dua, yang tampak dan yang tidak tampak oleh mata. Terdapat realitas di balik realitas material.

Dalam kisah klasik diriwayatkan, tiga orang pemuda terperangkap dalam gua. Ketika ketiganya berada di dalam gua, sebuah batu besar menggelundung dari ketinggian dan menutup gua. Ketiga pemuda tersebut mencoba mendorong batu tersebut, tetapi kekuatan mereka tidak cukup besar untuk melawan gaya dorong batu. Batu tak bergerak sedikit pun. Ketika berbagai cara telah dilakukan dan tidak memberikan hasil, mereka mencoba cara lain, yakni dengan mengingat kebaikan masing-masing, kemudian berdoa agar diberi kekuatan untuk mendorong batu.Terdoronglah batu besar hingga mereka dapat keluar gua.

Tsunami Aceh 26 Desember 2004 juga menyisakan hal yang tidak terjangkau logika. Ketika air laut masuk dan menerjang kota dengan dahsyat, banyak rumah hancur. Namun, tidak demikian dengan Masjid Baiturrahman, simbol negeri Serambi Makkah itu. la tidak tertembus air. Air hanya menggenang di sekitar masjid. Air dan gelombang tsunami bagai mempunyai jiwa.

Manusia tidak dapat direduksi hanya sebagai makhluk yang terdiri dari materi belaka dan dapat diperlakukan seperti mesin. Manusia jauh iebih kompleks. Meski bagian fisik utuh, tanpa satu bagian pun terputus, jika jiwa atau ruh telah dicabut, manusia tidak dapat lagi bergerak sebagaimana ketika ia hidup.

Sedangkan mesin dapat menyala kembaii jika sumber tenaganya diperbaharui selagi tidak ada bagian mesin yang terputus. limuwan Muslim klasik, Ibn Sina, telah merumuskan dan membuktikan eksistensi jiwa sebagai sesuatu yang bersifat nonmateri. ibn Sina mengemukakan tiga dalil bagi adanya jiwa.

Pertamo, dolil al-istimrar (kelangsungan) yang mengatakan bahwa jasad seialu berubah, tetapi kita tetap mengingat banyak hal. Artinya, klta tetap "berlangsung" dengan pasti dan sesuatu yang beriangsung pada jasad yang berubah-ubah itu disebut jiwa.

Kedua, dalil al-thabfly (alami) yang didasarkan pada gejala gerak yang dibedakan menjadi gerak kehendak dan gerak paksaan. Gerak kehendak terjadi karena hukum alam, seperti benda jatuh, sedangkan gerak paksaan terjadi karena pengaruh dari luar, seperti benda dilem- par. Namun, kita melihat burung dapat terbang tidak jatuh dan tidak disebabkan dari luar karena itu terdapat gerak ketiga, yakni gerak khusus, dan inilah jiwa.

Ketiga, dalil yang paling menarik, yaitu dalil manusia terbang. Misak seseorang yang tercipta sempurna ditutup matanya dan ditempatkan di ruang kosong di angkasa sehingga tidak satu pun yang dapat me- nyentuhnya. Dalam keadaan demikian, ia tetap yakin wujud dirt dan zatnya walau tidak mengetahui anggota badannya. Berarti ada wujud selain wujud jisim (jasad) yang bisa mengetahui, mengkhayal, dan merasakan, dan inilah jiwa.

Bukan hanya makhluk hidup yang berjiwa, makhluk atau benda "mati", seperti guhung, juga berjiwa, Al-Quran menyejajarkan gunung dan burung. Keduanya bertasbih bersama Nahi Daud a.s.

Bahwa, sampai saat ini, kita belum mampu merumuskan jiwa gu­nung yang membuatnya mampu bertasbih, bukan berarti kita boleh meniadakannya dan mengkiaim gunung hanya kumpulan materi belaka, namun meskipun sekerang  belum ditemukan namun keimanan didada-dada kita seharusnya telah meberikan kebenaran itu , meskipun tanpa faktayan kasat mata.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon