Guru merupakan sebuah profesi mulia “jika dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan keikhlasan dalam menjalankan tugasnya”. Guru mengambil andil besar dalam program peningkatan mutu sumber daya manusia, untuk memajukan tingkat kesejatraan penduduk, menuntaskan kemiskinan dan memajukan bangsa dan negara yang akan sejalan dengan meningkatnya SDM suatu bangsa. Jika kita bertanya apa profesi no 1 ? jawabannya tak lain adalah guru, mengapa demikian karena semua pekerjaan, semua cita-cita, semua profesi tentunya tidak lepas dari peran seorang guru sebagai pendidik dan pengajar. Tidak bisa dipungkiri seorang Pilot, dokter, polisi, astronot sendiri tidak akan mungkin bisa menjadi seorang yang berhasil seperti itu tanpa kehadiran sosok guru, bahkan seorang guru pun juga tak lepas dari peran penting dari guru pula.
Orang yang mengajarkan ilmu kepada orang lain mempunyai keutamaan yang sangat besar. Diriwayatkan dari Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amir Al Anshari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya “Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893). Kebaikan yang dimaksudkan dalam hadits ini adalah kebaikan agama maupun kebaikan dunia (disiplin ilmu duniawi). Berarti kebaikan yang dimaksudkan bukan hanya termasuk pada kebaikan agama saja. Termasuk dalam memberikan kebaikan di sini adalah dengan memberikan wejangan, nasehat, menulis buku dalam ilmu yang bermanfaat. Tapi tentu saja profesi ini layaknya pisau bermata dua. Ketika seorang guru mengajarkan sesuatu yang tidak mengindikasikan hal yang benar dalam kata lain mengajarkan sesuatu yang dapat mendatangkan mudarat, maka dampaknya akan meluas dan dapat merusak bangsa. Oleh karena itu seorang guru harus profesional, mengetahui kotak lingkupan perannya sebagai guru, dan mempunyai wawasan yang luas. Disamping itu hal yang tidak boleh tidak ada pada diri seorang guru adalah kemampuan mendidik. Kemampuan mengajarkan bagaimana menjadi seorang manusia yang berakhlak, berkelakuan pantas atas diriya sendiri, sesama manusia dan lingkungannya serta tentunya tidak merugiakan orang lain dan tidak merusak lingkungan. Hal ini begitu urgen mengigat permasalahan utama berbagai bangsa, seperti prihal perkara korupsi, kolusi dan nepotisme disebabkan karena banyak manusia yang berilmu tetapi tidak dibarengi dengan akhlak yang baik.
Sejalan dengan itu, kita mengetahui bahwa guru ini merupakan profesi yang sepeleh yang dapat disandang siapapun. Seorang guru harus memilki kecakapan diberbagai aspek kehidupan. Oleh karena itu disusun sebuah makalah yang berjudul “kesiapan sebagai seorang guru” untuk memberikan pengetahuan tentang hal-hal yang perlu dilakukan dan dimiliki oleh setiap calon guru.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang diuraikan di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
“Bagaimana dan apa saja ciri-ciri seorang guru yang baik?”
“Kemampuan apa saja yang harus dimiliki guru?
C. Manfaat
1. Memberikan pengetahuan tentang ciri-ciri guru yang baik
2. Meberikan pengetahuan mengenai kemampuan yang harus dimilkik seorang guru.
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Guru
Sebelumnya Kita haru mengetahui apa yang dimakusud dengan guru. Undang-undang nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Pengertian guru diperluas menjadi pendidik yang dibutuhkan secara dikotomis tentang pendidikan. Pada bab XI tentang pendidik dan tenaga kependidikan. Dijelaskan pada ayat 2 yakni pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran. Hasil motivasi berprestasi, melakukan bimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Husnul Chotimah (2008) Guru dalam pegertian sederhana adalah orang yang memfasilitasi proses peralihan ilmu pengetahuan dari sumber belajar ke peserta didik.
Dri Atmaka (2004: 17) pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan pertolongan kepada anak didik dalam perkembangan baik jasmani maupun rohaninya. Agar tercapai tingkat kedewasaan mampu berdiri sendiri memenuhi tugasnya sebagai mahluk Tuhan, mahluk sosial dan mahluk individu yang mandiri.
E. Mulyasa (2003: 53) pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional.
Ahmadi (1977: 109) pendidik adalah sebagai peran pembimbing dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa merasa aman dan berkeyakinan bahwa kecakapan dan prestasi yang dicapai mendapat penghargaan dan perhatian sehingga dapat meningkatkan motivasi berprestasi siswa.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993: 288) guru adalah orang yang pekerjaannya, mata pencahariannya, dan profesinya mengajar.
Drs. Moh. Uzer Usman (1996: 15) guru adalah setiap orang yang bertugas dan berwenang dalam dunia pendidikan dan pengajaran pada lembaga pendidikan formal. Guru sekolah dasar adalah guru yang mengajar dan mengelola administrasi di sekolah itu. Untuk melaksanakan tugasnya prinsip-prinsip tentang tingkah laku yang diinginkan dan diharapkan dari semua situasi pendidikan adalah berjiwa Pancasila. Berilmu pengetahuan dan keterampilan dalam menyampaikan serta dapat dipertanggungjawabkan secara didaktis dan metodis.
Dari sejumlah pendapat prah ahli diatas dapat ditarik garis besar bahwa guru merupakan sebuah profesi yng bertanggung jawab untuk mendidik dan mengajarkan siswa, untuk menjadi manusia yang mampu menyesuaikan dirinya dengan berbagai aspek kehidupannya melalui ilmu perngetahuan dan keterampilan yang mereka peroleh.
B. Peran dan fungsi seorang guru
Sebelum kita mengetahui bagaimana cara menjadi guru yang baik itu, ada baiknya kita mengetahui apa tugas-tugas guru secara umum, karena jika sudah mengetahui apa tugas-tugas guru kita bisa lebih mudah menerapkan cara-cara untuk menjadi guru yang baik.
a. Educator (pendidik)
Tugas utama guru adalah mendidik murid-murid sesuai degan materi pelajaran yang diberikan kepadanya. Membaca, menulis, berdiskusi, mengikuti informasi, dan responsif terhadap masalah kekinian sangat menunjang peningkatan kualitas ilmu guru.
b. Leader (pemimpin)
Seorang guru harus bisa menguasai, mengendalikan, dan mengarahkan kelasnya menuju tercapainya tujuan pembelajaran yang berkualitas. Sebagai seorang pemimpin, guru harus terbuka, demokratis, egaliter, dan menghindari cara-cara kekerasan.
c. Fasilitator
Guru bertugas memfasilitasi murid untuk menemukan dan mengembangkan bakatnya secara pesat.
Terdapat sembilan resep yang harus diperhatikan dan diamalkan seorang guru, agar pembelajaran berhasil membedakan kapasitas intelektual anak didik, Kurangi metode ceramah, berikan tugas yang berbeda bagi setiap peserta didik, Kelompokkan peserta didik berdasarkan kemampuannya, perkaya bahan dari berbagai sumber aktual dan menarik., hubungi spesialis bila ada peserta didik yang mempunyai kelainan, gunakan prosedur yang bervariasi dalam penilain, pahami perkembangan peserta didik, kembangkan situasi belajar yang memungkinkan setiap peserta didik bekerja dengan kemampuan masing-masing pada tiap pembelajaran, libatkan peserta didik dalam berbagai kegiatan seoptimal mungkin.
d. Motivator
Seorang guru harus mampu membangkitkan semangat dan mengubur kelemahan anak didik bagaimanapun latar belakang hidup keluarganya, bagaimana kelam masa lalunya, dan bagaimanapun berat tantangannya.
e. Administrator
Sebagai seorang guru, tugas administrasi sudah melekat dalam dirinya. Urusan yang ada di lingkup pendidikan formal biasanya memakai prosedur administrasi yang rapi dan tertib.
f. Evaluator
Sebaik apapun kualitas pembelajaran, pasti ada kelemahan yang perlu dibenahi dan disempurnakan. Disinilah pentingnya evaluasi seorang guru. Guru bisa memakai banyaj cara, dengan merenungkan proses pembelajaran yang diterapkan, meneliti kelemahan dan kelebihan, atau dengan cara meminta pendapat orang lain.
g. Tanggung Jawab Guru
Dalam melakukan fungsi dan tugas mulianya yang diatas, seorang guru harus melandasinya dengan tanggung jawab yang besar dalam dirinya, tanggung jawab yang tidak didasari oleh kebutuhan finansial belaka, tapi tanggung jawab yang besar bagi kemajuan negeri tercinta, Indonesia.
Kemungkinan dan keharusan pendidikan adalah hal-hal yang menyebabkan dimungkinkan dan diharuskannya pelaksanaan tugas-tugas pendidikan. Manusia telah diakui oleh para ahli berbagai pakar disiplin ilmu yang berbeda, memiliki potensi untuk kemungkinan dididik dan bahkan menjadikannya harus dididik, misalnya :
• Filsafat
Pakar Filsafat menilai manusia sebagai Homo Sapien, makhluk yang memiliki akal, karenanya dia mungkin dan harus dididik agar dapat berkembang kearah yang diinginkan.
• Sosiologi
Pakar sosiologi menganggap manusia sebagai Homo socius, yakni makhluk yang punya keinginan untuk hidup bersama. Dengan kebersamaan ini dimungkinkannya terjadi proses transfer nilai-nilai, pengetahuan, dan keterampilan. Karena dengan potensi ini manusia dimungkinkan untuk dididik. Dasar kehidupan sosial adalah karena adanya kebutuhan. Agar kehidupan sosial itu berjalan dengan baik, maka diperlukan adanya nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan dalam memenuhi kebutuhan itu, sehingga memang manusia harus dididik.
• Psikologi
Dalam pandangan psikologi, bahwa manusia bukan hanya terdiri bentuk lahir dengan panca inderanya saja, tapi juga memiliki aspek psikis dengan berbagai dimensinya, seperti emosi, intelegensi, imajinasi (daya khayal), dan lain-lain. Yang semua itu memungkinkan dan mengharuskan manusia untuk dididik, sehingga dapat berkembang menjadi manusia yang sempurna bukan hanya aspek fisik tapi juga aspek psikisnya.
• Antropologi
Dalam pandangan antropologi manusia adalah makhluk yang berbudaya, karena manusia mempunyai akal dan rasa keingintahuan dan punya kemampuan fisik untuk mengembangkannya. Potensi akal dan keingintahuan serta kemampuan untuk mengembangkan ini adalah potensi yang menyebabkan manusia harus dididik, sehingga budaya manusia terus berkembang kearah kesempurnaan.
• Psikologi Agama
Dalam pandangan psikologi agama, manusia adalah human religious, atau mahkluk yang memiliki potensi beragama. Potensi ini dapat menjadi dasar bagi kemampuan manusia dididik dan merupakan suatu keharusan untuk mendidiknya agar menjadi manusia yang beragama secara benar.
• Agama Islam
Sebagai sebuah agama yang universal, Islam memandang manusia (anak) sebagai makhluk yang memiliki tiga unsur pokok, yaitu tubuh, hayat dan jiwa. Tubuh bersifat materi, tidak kekal, dan dapat hancur; hayat yang berarti hidup, akan hancur bersama dengan datangnya kematian, sedangkan jiwa bersifat kekal. Berbeda dengan binatang dan tumbuh-tumbuhan, “mereka mempunyai jiwa, tapi eksistensi jiwa di sini terikat dengan tubuh yang bersifat materi, karenanya jika makhluk yang bersangkutan mati, jiwanya pun ikut hancur” karena jiwa yang dimaksud di sini oleh sebahagian kalangan filosofi Islam adalah hayat yang berarti hidup. Manusia dipandang dalam islam sebagai makhluk yang termulia diantara makhluk-makhluk Allah yang lain.
· kurikulum
Dalam proses pendidikan pasti pendidik memerlukan sistem perencanaan dalam proses pembelajaran untuk dijadikan sebagai pedoman aktivitas belajar mengajar. Itulah yang dinamakan kurikulum.
Menurut UU No. 20 Tahun 2003, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pembelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Berdasarkan pengertian diatas penulis berpandangan bahwa kurikulum merupakan suatu perangkat yang dijadikan sebagai pedoman dalam menyelenggarakan pembelajaran yang efektif.
Dari beberapa pengertian kurikulum diatas dapat disimpulkan bahwa kurikulum sangatlah fundamental yang menggambarkan fungsi kurikulum yang sesungguhnya dalam proses pendidikan. Dalam perkembangannya, sejarah indonesia mengenai kurikulum silih berganti setiap tahunnya antara lain sebagai berikut
• Tahun 1968 - Kurikulum 1968
• Tahun 1975 - Kurikulum 1975
• Tahun 1984 - Kurikulum 1984
• Tahun 1994 - Kurikulum 1994 dan Sublemen Kurikulum 1999 dan Kurikulum 1999
• Tahun 2004 - Kurikulum Berbasis Kompetensi
• Tahun 2006 - Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
• Tahun 2013 - Kurikulum 2013
Kurikulum sebagai alat dalam pendidikan memiliki berbagai fungsi dalam pendidikan yang berperan dalam kegunannya. Fungsi Kurikulum adalah sebagai berikut :
C. Ciri-ciri guru yang baik
Menurut Agama Islam
Seorang guru adalah seorang pendidik. Pendidik ialah “orang yang memikul tanggung jawab untuk membimbing”.(Ramayulis,1982:42) Pendidik tidak sama dengan pengajar, sebab pengajar itu hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran kepada murid. Prestasi yang tertinggi yang dapat dicapai oleh seorang pengajar apabila ia berhasil membuat pelajar memahami dan menguasai materi pengajaran yang diajarkan kepadanya. Tetapi seorang pendidik bukan hanya bertanggung jawab menyampaikan materi pengajaran kepada murid saja tetapi juga membentuk kepribadian seorang anak didik bernilai tinggi.
Untuk menjadi seorang pendidik yang baik, Imam Al-Ghazali menetapkan beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang guru. Tulisan berikut ini merupakan kutipan yang diambil oleh penulis dari buku Abuddin Nata (2000:95-99) ketika menjelaskan kriteria guru yang baik dari kitab Ihyaa Ulumuddin yang merupakan karya monumental Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali. Sengaja kutipan di bawah ini diberi sedikit komentar untuk lebih memperjelas maksud yang hendak disampaikan.
Al-Ghazali berpendapat bahwa guru yang dapat diserahi tugas mendidik adalah guru yang selain cerdas dan sempurna akalnya, juga guru yang baik akhlaknya dan kuat fisiknya Dengan kesempurnaan akal ia dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan akhlaknya yang baik ia dapat menjadi contoh dan teladan bagi para muridnya, dan dengan kuat fisiknya ia dapat melaksanakan tugas mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak muridnya.
Selain sifat-sifat umum yang harus dimiliki guru sebagaimana disebutkan di atas, seorang guru juga harus memiliki sifat-sifat khusus atau tugas-tugas tertentu sebagai berikut :
Pertama, Jika praktek mengajar merupakan keahlian dan profesi dari seorang guru, maka sifat terpenting yang harus dimilikinya adalah rasa kasih sayang. Sifat ini dinilai penting karena akan dapat menimbulkan rasa percaya diri dan rasa tenteram pada diri murid terhadap gurunya. Hal ini pada gilirannya dapat menciptakan situasi yang mendorong murid untuk menguasai ilmu yang diajarkan oleh seorang guru.
Kedua, karena mengajarkan ilmu merupakan kewajiban agama bagi setiap orang alim (berilmu), maka seorang guru tidak boleh menuntut upah atas jerih payahnya mengajarnya itu. Seorang guru harus meniru Rasulullah SAW. yang mengajar ilmu hanya karena Allah, sehingga dengan mengajar itu ia dapat bertaqarrub kepada Allah. Demikian pula seorang guru tidak dibenarkan minta dikasihani oleh muridnya, melainkan sebaliknya ia harus berterima kasih kepada muridnya atau memberi imbalan kepada muridnya apabila ia berhasil membina mental dan jiwa. Murid telah memberi peluang kepada guru untuk dekat pada Allah SWT. Namun hal ini bisa terjadi jika antara guru dan murid berada dalam satu tempat, ilmu yang diajarkan terbatas pada ilmu-ilmu yang sederhana, tanpa memerlukan tempat khusus, sarana dan lain sebagainya. Namun jika guru yang mengajar harus datang dari tempat yang jauh, segala sarana yang mendukung pengajaran harus diberi dengan dana yang besar, serta faktor-faktor lainnya harus diupayakan dengan dana yang tidak sedikit, maka akan sulit dilakukan kegiatan pengajaran apabila gurunya tidak diberikan imbalan kesejahteraan yang memadai.
Ketiga, seorang guru yang baik hendaknya berfungsi juga sebagai pengarah dan penyuluh yang jujur dan benar di hadapan murid-muridnya. Ia tidak boleh membiarkan muridnya mempelajari pelajaran yang lebih tinggi sebelum menguasai pelajaran yang sebelumnya. Ia juga tidak boleh membiarkan waktu berlalu tanpa peringatan kepada muridnya bahwa tujuan pengajaran itu adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT,. Dan bukan untuk mengejar pangkat, status dan hal-hal yang bersifat keduniaan. Seorang guru tidak boleh tenggelam dalam persaingan, perselisihan dan pertengkaran dengan sesama guru lainnya.
Keempat, dalam kegiatan mengajar seorang guru hendaknya menggunakan cara yang simpatik, halus dan tidak menggunakan kekerasan, cacian, makian dan sebagainya. Dalam hubungan ini seorang guru hendaknya jangan mengekspose atau menyebarluaskan kesalahan muridnya di depan umum, karena cara itu dapat menyebabkan anak murid yang memiliki jiwa yang keras, menentang, membangkang dan memusuhi gurunya. Dan jika keadaan ini terjadi dapat menimbulkan situasi yang tidak mendukung bagi terlaksananya pengajaran yang baik.
Kelima, seorang guru yang baik juga harus tampil sebagai teladan atau panutan yang baik di hadapan murid-muridnya. Dalam hubungan ini seorang guru harus bersikap toleran dan mau menghargai keahlian orang lain. Seorang guru hendaknya tidak mencela ilmu-ilmu yang bukan keahliannnya atau spesialisasinya. Kebiasaan seorang guru yang mencela guru ilmu fiqih dan guru ilmu fiqih mencela guru hadis dan tafsir, adalah guru yang tidak baik. (Al-Ghazali, t.th:50)
Keenam, seorang guru yang baik juga harus memiliki prinsip mengakui adanya perbedaan potensi yang dimiliki murid secara individual dan memperlakukannya sesuai dengan tingkat perbedaan yang dimiliki muridnya itu. Dalam hubungan ini, Al-Ghazali menasehatkan agar guru membatasi diri dalam mengajar sesuai dengan batas kemampuan pemahaman muridnya, dan ia sepantasnya tidak memberikan pelajaran yang tidak dapat dijangkau oleh akal muridnya, karena hal itu dapat menimbulkan rasa antipati atau merusak akal muridnya. (Al-Ghazali, t.th:51)
Ketujuh, seorang guru yang baik menurut Al-Ghazali adalah guru yang di samping memahami perbedaan tingkat kemampuan dan kecerdasan muridnya, juga memahami bakat, tabiat dan kejiawaannya muridnya sesuai dengan tingkat perbedaan usianya. Kepada murid yang kemampuannya kurang, hendaknya seorang guru jangan mengajarkan hal-hal yang rumit sekalipun guru itu menguasainya. Jika hal ini tidak dilakukan oleh guru, maka dapat menimbulkan rasa kurang senang kepada guru, gelisah dan ragu-ragu.
Kedelapan, seorang guru yang baik adalah guru yang berpegang teguh kepada prinsip yang diucapkannya, serta berupaya untuk merealisasikannya sedemikian rupa. Dalam hubungan ini Al-Ghazali mengingatkan agar seorang guru jangan sekali-kali melakukan perbuatan yang bertentangan dengan prinsip yang dikemukakannya. Sebaliknya jika hal itu dilakukan akan menyebabkan seorang guru kehilangan wibawanya. Ia akan menjadi sasaran penghinaan dan ejekan yang pada gilirannya akan menyebabkan ia kehilangan kemampuan dalam mengatur murid-muridnya. Ia tidak akan mampu lagi mengarahkan atau memberi petunjuk kepada murid-muridnya.
Dari delapan sifat guru yang baik sebagaimana dikemukakan di atas, tampak bahwa sebagiannya masih ada yang sejalan dengan tuntutan masyarakat modern. Sifat guru yang mengajarkan pelajaran secara sistematik, yaitu tidak mengajarkan bagian berikutnya sebelum bagian terdahulu dikuasai, memahami tingkat perbedaan usia, kejiwaan dan kemampuan intelektual siswa, bersikap simpatik, tidak menggunakan cara-cara kekerasan, serta menjadi pribadi panutan dan teladan adalah sifat-sifat yang tetap sejalan dengan tuntutan masyarakat modern.
Menurut para ahli
· Haerul Anam
Beberapa kriteria guru yang baik dan benar menurut Haerul Anam antara lain:
1. Mempunyai niat yang ikhlas menjadi guru.
Banyak guru yang menjadi guru hanya sekedar pelarian saja. Karena tidak dapat pekerjaan lain, karena kebutuhan PNS guru lebih besar dibandingkan dengan PNS lainnya, dan karena banyak hal yang lain. Jika begini, maka guru tidak akan pernah memiliki target dan visi yang jelas menjadi guru. Mungkin cenderung hanya berorientasi pada materi semata, bukan keberhasilan pendidikannya.
2. Memiliki akhlak yang mulia
Istilah “guru”, sering kita kenal dengan ”digugu dan ditiru”. Nah, ini berarti bahwa guru merupakan suri tauladan bagi murid-muridnya. Segala gerak-gerik, perkataan, dan tingkah laku guru sedikit banyaknya akan dicontoh oleh murid-muridnya. Oleh karena itu, guru harus mencontohkan akhlak yang mulia bagi murid-muridnya. Agar mereka juga bisa menjadi manusia yang berakhlak mulia.
jadi hindarilah sifat-sifat tercela seperti membenci, marah yang berlebihan, mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor, mencaci maki murid, dendam terhadap murid, dan berlaku tidak sopan terhadap murid. Guru harus menghargai murid terlebih dahulu sebelum meminta murid untuk mengahargai guru.
3. Senantiasa belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik
Jika sekarang seorang guru sudah baik, berusahalah terus untuk menjadi lebih baik dihari-hari berikutnya. Jika seorang guru belum baik, maka perbaiki diri dan terus ditingkatkan untuk hari-hari berikutnya. Yang jelas, semuanya itu proses belajar. Jika hari ini seorang guru salah dalam memperlakukan murid, maka belajarlah untuk memperbaikinya di lain waktu. Dengan demikian, murid juga akan mencontoh kebiasaan guru, yakni senantiasa belajar untuk menjadi lebih baik.
4. Memandang murid sebagai manusia yang telah memiliki potensi masing-masing.
Jangan pandang murid sebagai gelas kosong yang siap dituangi air sampai penuh, bahkan meluber. Setiap manusia pasti memiliki potensi, guru tinggal menggali dan mengembangkannya saja. Dengan demikian, proses belajar akan lebih bermakna dan memperoleh hasil yang maksimal.
5. Tidak merasa diri selalu benar.
Setiap manusia tidak ada yang sempurna. Meskipun seorang guru, tetap saja berpeluang untuk salah. Dan murid, meskipun lebih muda dan mungkin ilmuya belum sebanyak gurunya. tetap berpeluang untuk lebih benar dari gurunya. Guru ataupun murid sama-sama manusia, yang memiliki peluang yang sama untuk berbuat salah.
· Prof. Dr. Saroj Buasri
Prof. Dr. Saroj Buasri (1970) dalam Siswandi (2009) berpandangan bahwa guru-guru yang baik hendaknya mempunyai tiga kualitas besar, yaitu:
1. Guru yang baik harus mengajar dengan baik.
Pengajaran yang baik berasal dari pengetahuan tentang teknik-teknik pengajaran yang sifatnya ilmiah. Ada komitmen untuk mempersiapkan bahan-bahan belajar dan pengakuan atas perlunya memadukan moralitas dengan pengajaran.
2. Guru baik harus terus belajar dan melakukan penelitian untuk pengembangan dan pengetahuannya.
3. Guru-guru yang baik harus membantu siswa untuk mengembangkan kemampuannya dalam menerapkan pengetahuan, untuk membantu orang atau masyarakat yang memerlukannya.
· Soemanto Wasty
Menurut Soemanto Wasty (1998) dalam Siswandi (2009), bahwa ciri-ciri guru yang baik adalah :
1. Guru yang mempunyai anggapan bahwa orang lain itu mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah mereka sendiri dengan baik.
2. Guru yang melihat bahwa orang lain mempunyai sifat ramah dan bersahabat dan bersifat ingin berkembang.
3. Guru yang cenderung melihat orang lain sebagai orang yang sepatutnya dihargai.
4. Guru yang melihat orang-orang dan perilaku mereka pada dasarnya berkembang dan melihat orang-orang itu mempunyai kreatifitas dan dinamika.
5. Guru yang melihat orang lain itu dapat memenuhi dan meningkatkan dirinya; bukan menghalangi, apalagi mengancam.
· Soedijarto
1. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang disiplin ilmu pengetahuan sebagai sumber bahan ajaran.
2. Memiliki pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang peserta didik dengan latar belakang kemampuan karakteristik lainnya.
3. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang berbagai teknik pendidikan.
4. Memilki pengetahuan yang memadai tentang berbagai model belajar dan proses perubahan tingkah laku manusia pada umumnya dan peserta didik khususnya.
5. Memiliki pengetahuan tentang berbagai media dan sumber belajar dengan berbagai potensinya untuk menunjang pencapaian tujuan pendidikan.
6. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang teknik evaluasi pada khususnya dan sistem evaluasi pada umumnya.
7. Memiliki karakteristik seorang pemimpin dan pendidik yang mampu menerapkan moto “ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani” secara memadai dan kreatif.
8. Memiliki kemampuan mensintesiskan semua pengetahuan secara kreatif, imajinatif dan inovatif dalam menghadapi situasi pendidikan, terutama dalam lingkungan belajar di sekolah.
9. Berkepribadian pancasila.
· Syaiful Bahri
Syaiful Bahri (2005) mengemukakan bahwa guru yang baik adalah guru yang berpedoman pada kode etik guru dalam setiap tindakannya. kode etik guru Indonesia sebagai hasil rumusan kongres PGRI XIII pada tanggal 21 sampai 25 November 1973 di Jakarta, terdiri dari Sembilan poin, yaitu:
1. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-pancasila
2. Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai kebutuhan anak didik masing-masing.
3. Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
4. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua anak didik sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
6. Guru sendiri atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.
7. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru, baik berdasarkan lingkungan kerja maupun dalam hubungan keseluruhan.
8. Guru secara hukum bersama-sama memelihara, membina, dan meningkatkan mutu organisasi guru profesional sebagai sarana pengabdiannya.
9. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Kode etik guru ini merupakan suatu yang harus dilaksanakan sebagai barometer dari semua sikap dan perbuatan guru dalam berbagai segi kehidupan, baik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat.
(a) Dari segi kemampuan diri
Sebagai seorang guru harus memiliki kemampuan yang mencerminkan dirinya sebagai sosok pendidik sekaligus itu merupakan bentuk perwujudan tanggung jawab akan peran sebagai profesi yang penting dalam memajukan kehidupan bangsa melalui peningkatan SDM.
a. Berakhlak Mulia
Seorang guru sebagai sosok pendidik harusnya memilki sifat-sifat yang baik, sehingga dapat menjadi panutan bagi para anak didiknya. Sifat-sifat ini meliputi, sifat jujur, Amanah, bertanggung jawab, disiplin, tegas, dan sifat-sfiat lainya
b. Berwawasan Luas dan menyangkut berbagai bidang
Berwawasan dan berilmu merupakan kemampuan wajib yang harus ada pada setiap pengajar. Seorang guru yang baik mempunyai kemampuan untuk meberikan gambaran mengenai kehidupan kepada para peserta didik, oleh karena itu guru yang baik harus dapat mampu mengkaitkan bidang ilmu yang di ajarkannya dengan bidang ilmu lain. Terutama dapat menghubungakan pengajarannya dengan apliakasi dari ilmu yang dia berikan di kehidupan sehari-hari.
c. Kemantapan dan integritas pribadi
Seorang guru dituntut untuk dapat bekerja teratur dan konsisten, tetapi kreatif dalam menghadapi pekerjaannya.
d. Peka terhadap perubahan dan pembaharuan
Guru harus peka baik terhadap apa yang sedang berlangsung disekitarnya, ataupun sekolah. Agar apa yang terjadi disekolah tetap konsisten dengan kebutuhan dan tidak ketinggalan zaman.
e. Berpikir alternative
Guru harus mampu memberikan berbagai alternative jawaban dan memilih salah satu alternative untuk kelancaran proses belajar mengajar dan peningkatan mutu pendidikan, atau guru jarus memilih jalan tertentu untuk memecahkan persoalan yang dihadapinya demi ketenanan dan aktivitas belajar-mengajar yang berkadar tinggi sehingga proses belajar-mengajar tersebut berhasil dengan baik.
f. Adil, jujur,sabar dan objektif
Adalah sifat yang harus dimiliki dalam memperlakukan dan juga menilai siswa dalam proses belajar-mengajar, sifat ini harus ditunjang dengan penghayatan dan pengalaman nilai-nilai dan moral, sosial budaya yang diperoleh dari kehidupan masyarakat dan bernegara serta pengalaman belajar yang diperolehnya.
g. Berdisiplin dalam melaksanakan tugas
Guru memerlukan pemahaman tentang landasan ilmu kependidikan dan keguruan, serta sopan santun dan emosi disiplin dalam melaksanakan proses pendidikan.
h. Ulet dan tekun bekerja
Guru harus ulet dan tekun dalam bekerja sehingga program pendidikan yang telah digariskan dalam kurikulum (silabus) dapat berjalan sebagaimana mestinya.
i. Simpatik dan menarik, luwes, biijaksana dalam bertindak
Sifat ini memerlukan kematangan pribadi, kedewasaan sosial dan emosional. Sifat demikian ini tumbuh dan merupakan pengalaman hidup bermasyarakat dan pengalaman belajar yang memadai. Dan harus simpatik, dengan sifat itu ia akan disenangi oleh para siswa.
j. Bersifat terbuka
Kesiapan mendiskusikan apapun dengan lingkungan tempat ia bekerja, baik dengan siswa, orang tua, teman kerja ataupun dengan masyarakat sekitar sekolah, merupakan salah satu tuntunan terhadap guru.
k. Kreatif
Ketika terjadi ketidak harmonisan antara guru dan siswa, maka guru perlu kekreativitasan. Maka dari itu, guru harus mampu melihat berbagai kemungkinan yang menurut perkiraan dapat mengharmoniskan sesuai hubungan antara guru dan siswa.
l. Berwibawa
Dengan kewibawaan proses belajar mengajar akan terlaksana dengan baik, disiplin dan tertib.
Kemudian selain itu, seorang guru harus mempunyai strategi untuk belajar. Sehubungan dnegan hal ini, perlu diketahui beberapa model dan metode dalam pembelajaran.
1) Teori Belajar Behaviorisme
Teori belajar behaviorisme menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).
Ciri-Ciri Teori Behaviorisme adalah sebagai berikut :
- Mementingkan faktor lingkungan
- Menekankan pada faktor bagian
- Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif
- Sifatnya mekanis
- Mementingkan masa lalu
Ada tiga jenis teori Behaviorisme:
a. Teori Belajar Respondent Conditioning
Teori ini diperkenalkan oleh Pavlov, yang didasarkan pada pemikiran bahwa perilaku atau tingkah laku merupakan respon yang dapat diamati dan diramalkan. Fisiolog Pavlov (1849-1936) mengkaji stimuli (rangsangan tak bersyarat) yang secara spontan memanggil respon. Melalui conditioning, stimuli netral (netral spontan) memancing refleks namun sengaja dibuat agar mampu memancing respon refleks. Bila satu stimuli menghasilkan respon, maka stimuli kedua yang tidak relevan dihadirkan serempak dengan stimuli pertama, dan akhirnya respon tadi muncul tanpa menghadirkan stimuli pertama.
a. Teori Belajar Operant Conditioning
B.F. Skinner sebagai tokoh teori belajar Operant Conditionioning berpendapat bahwa belajar menghasilkan perubahan perilaku yang dapat diamati., sedang perilaku dan belajar diubah oleh kondisi lingkungan. Teori Skinner (1954) sering disebut Operant Conditioning yang berunsur rangsangan atau stimuli, respon, dan konsekuensi. Stimuli (tanda/syarat) bertindak sebagai pemancing respon, sedangkan konsekuensi tanggapan dapat bersifat positif atau negatif namun keduanya memperkukuh atau memperkuat (reinforcement).
b. Teori Observation Learning (Belajar Pengamatan) atau Socio-Cognitive Learning (Belajar Sosio-Kognitif)
Proses belajar yang bersangkut-paut dengan peniruan disebut dengan belajar observasi (observation learning). Albert Bandura (1969) menjelaskan bahwa belajar observasi merupakan sarana dasar untuk memperoleh perilaku baru atau mengubah pola perilaku yang sudah dikuasai. Belajar observasi biasa juga disebut belajar sosial (Sosial learning) karena yang menjadi obyek observasi pada umumya perilaku belajar orang lain.
Albert Bandura (1969) mengartikan belajar sosial sebagai aktivitas meniru melalui pengamatan (observasi). Individu yang perilakunya ditiru menjadi model pebelajar yang meniru . istilah Modeling digunakan untuk menggambarkan proses belajar sosial. Model ini merujuk pada seseorang yang berperilaku sebagai stimuli bagi respon pebelajar.
John W. Santrock (1981) menyebut pandangan Albert Bandura tentang teori belajar sebagai teori belajar sosial kognitif. Hal ini didasarkan pemikiran bahwa meniru perilaku model melibatkan proses-proses psikologis yang sangat bersifat kognitif seperti perhatian (attention), ingatan (retention), kinerja motorik (motorik reproduction), kondisi penguatan dan insentif. Walter Mischel (1973) cenderung menggunakan instilah cognitive social-learning theory, karena di dalamnya terkandung harapan (expectancies), strategi memproses informasi dan memaknai stimuli secara pribadi, anutan nilai subyektif dilekatkan pada stimuli (subjective stimuli values).
2) Teori Belajar Kognitivisme
Teori kognitivisme mengacu pada wacana psikologi kognitif, dan berupaya menganalisis secara ilmiah proses mental dan struktur ingatan atau cognitif dalam aktivitas belajar.
a. Teori Perkembangan Kognitif
Teori ini dikemukakan oleh Jean Piaget, yang memandang individu sebagai struktur kognitif, peta mental, skema, atau jaringan konsep guna memahami dan menanggapi pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan.
b. Teori Kognisi Sosial
Teori ini dikembangkan oleh L.S. Vygotsky, yang didasari oleh pemikiran bahwa budaya berperan pening dalam belajar seseorang.
c. Teori Pemrosesan Informasi
Model belajar pemrosesan informasi ini sering pula disebut model kognitif information processing, karena dalam proses belajar ini tersedia tiga taraf sistem informasi yaitu sensory atau intake register, working memory, long-term memory.
3) Teori Belajar Konstruktivisme
Konsep dasar belajar menurut teori belajar konstruktivisme adalah pengetahuan baru dikonstruksi sendiri oleh peserta didik secara aktif berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya. Pembelajaran konstuktivisme merupakan satu teknik pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk membina sendiri secara aktif pengetahuan dengan menggunakan pengetahuan yang telah ada dalam diri mereka masing-masing.
4) Teori Belajar Humanisme
Menurut teori belajar humanisme, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar humanisme lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, daripada bidang kajian psikologi belajar.
C. Pembelajaran Fisika
Menurut Collette dan Chiappetta, “sains pada hakikatnya merupakan sebuah kumpulan pengetahuan (“a body of knowledge”), cara atau jalan berpikir (“a way of thinking”), dan cara untuk penyelidikan (“a way of investigating”)”. Dengan mengacu pada pernyataan tersebut, pandangan kebanyakan orang, pandangan para ilmuwan, dan pandangan para ahli filsafat tidaklah salah, melainkan hanya merupakan salah satu dari tiga hakikat IPA dalam pernyataan itu. Dengan demikian dapat dikatakan sebaliknya bahwa, pernyataan Collette dan Chiappetta di atas merupakan pandangan yang komprehensif atas hakekat IPA atau sains.
Hakikat IPA yaitu sebagai produk untuk pengganti pernyataan IPA sebagai sebuah kumpulan pengetahuan, IPA sebagai sikap untuk pengganti pernyataan IPA sebagai cara atau jalan berpikir, dan IPA sebagai proses untuk pengganti pernyataan IPA sebagai cara untuk penyelidikan.
Karena fisika merupakan bagian dari IPA atau sains, maka sampai pada tahap ini kita dapat menyamakan persepsi bahwa hakikat fisika sama dengan hakikat IPA atau sains.Adapun hakikat fisika adalah sebagai produk, fisika sebagai sikap, dan fisika sebagai proses.
Dalam rangka pemenuhan kebutuhan manusia, terjadi interaksi antara manusia dengan alam lingkungannya. Interaksi itu memberikan pembelajaran kepada manusia sehinga menemukan pengalaman yang semakin menambah pengetahuan dan kemampuannya serta mengalami perubahan perilaku. Dalam wacana ilmiah, hasil-hasil penemuan dari berbagai kegiatan penyelidikan yang kreatif dari pada ilmuwan, dinventarisir, dikumpulkan dan disusun secara sistematik menjadi sebuah kumpulan pengetahuan yang kemudian disebut sebagai produk.
Pengelompokkan hasil-hasil penemuan itu menurut bidang kajian yang sejenis menghasilkan ilmu pengetahuan yang disebut sebagai fisika, kimia dan biologi. Untuk fisika, kumpulan pengetahuan itu dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, rumus, teori dan model.
a) Fakta
Fakta adalah keadaan atau kenyataan dari segala peristiwa yang terjadi di alam. Fakta merupakan dasar konsep, prinsip, hukum, teori atau model. Sebaliknya, kita juga dapat menyatakan bahwa konsep, prinsip, hukum, teori, dan model keberadaannya adalah untuk menjelaskan dan memahami suatu fakta.
b) Konsep
Konsep adalah abstraksi dari berbagai kejadian, objek, fenomena dan fakta. Konsep memiliki sifat-sifat dan atribut-atribut tertentu. Menurut Bruner, Goodnow dan Austin(dalam Collette dan Chiappetta 1994) konsep memiliki lima unsur penting yaitu nama, definisi, atribut, nilai (value), dan contoh. Yang dimaksud dengan atribut itu misalnya adalah warna, ukuran, bentuk, bau, dan sebagainya. Sesuai dengan perkembangan intelektual anak, keabstrakan dari setiap konsep berbeda bagi setiap anak. Menurut Herron dan kawan-kawan (dalam Collette dan Chiappetta 1994), konsep fisika dapat dibedakan atas konsep yang baik contoh maupun atributnya dapat diamati, konsep yang contohnya dapat diamati tetapi atributnya tidak dapat diamati, dan konsep yang baik contohnya maupun atributnya tidak dapat diamati.
c) Prinsip dan Hukum
Istilah prinsip dan hukum sering digunakan secara bergantian karena dianggap sebagai sinonim. Prinsip dan hukum dibentuk oleh fakta dan konsep atau konsep. Ini sangat perlu dipahami bahwa, hukum dan prinsip fisika tidaklah mengatur kejadian alam (fakta), melainkan kejadian alam (fakta) yang dijelaskan keberadaannya oleh prinsip dan atau hukum.
d) Rumus
Rumus adalah pernyataan matematis dari suatu fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori. Dalam rumus kita dapat melihat saling keterkaitan antara konsep-konsep dan variable-variabel. Pada umumnya prinsip dan hukum dapat dinyatakan secara matematis.
e) Teori
Teori disusun untuk menjelaskan sesuatu yang tersembunyi atau tidak dapat langsung diamati, misalnya teori atom, teori kinetik gas, teori relativitas. Teori tetaplah teori tidak mungkin menjadi hukum atau fakta. Teori bersifat tentatif sampai terbukti tidak benar dan diperbaiki. Hawking (1988) yang dikutip oleh Collette dan Chiappetta (1994) menyatakan bahwa “kita tidak dapat membuktikan kebenaran suatu teori meskipun banyak hasil eksperimen mendukung teori tersebut, karena kita tidak pernah yakin bahwa pada waktu yang akan dating hasilnya tidak akan kontradiksi dengan teori tersebut, sedangkan kita dapat membuktikan ketidakbenaran suatu teori cukup dengan hanya satu bukti yang menyimpang.” Jadi, teori memiliki fungsi yang berbeda dengan fakta, konsep maupun hukum.
f) Model
Model adalah sebuah presentasi yang dibuat untuk sesuatu yang tidak dapat dilihat.. Model sangat berguna untuk membantu memahami suatu fenomena alam, juga berguna untuk membantu memahami suatu teori. Sebagai contoh, model atom Bohr membantu untuk memahami teori atom.
(b). Dari segi penguasaan materi (Fisika)
Menurut Collette dan Chiappetta, “sains pada hakikatnya merupakan sebuah kumpulan pengetahuan (“a body of knowledge”), cara atau jalan berpikir (“a way of thinking”), dan cara untuk penyelidikan (“a way of investigating”)”. Dengan mengacu pada pernyataan tersebut, pandangan kebanyakan orang, pandangan para ilmuwan, dan pandangan para ahli filsafat tidaklah salah, melainkan hanya merupakan salah satu dari tiga hakikat IPA dalam pernyataan itu. Dengan demikian dapat dikatakan sebaliknya bahwa, pernyataan Collette dan Chiappetta di atas merupakan pandangan yang komprehensif atas hakekat IPA atau sains.
Hakikat IPA yaitu sebagai produk untuk pengganti pernyataan IPA sebagai sebuah kumpulan pengetahuan, IPA sebagai sikap untuk pengganti pernyataan IPA sebagai cara atau jalan berpikir, dan IPA sebagai proses untuk pengganti pernyataan IPA sebagai cara untuk penyelidikan.
Karena fisika merupakan bagian dari IPA atau sains, maka sampai pada tahap ini kita dapat menyamakanpersepsi bahwa hakikat fisika sama dengan hakikat IPA atau sains.Adapun hakikat fisika adalah sebagai produk, fisika sebagai sikap, dan fisika sebagai proses.
· Fisika sebagai proses
Dalam rangka pemenuhan kebutuhan manusia, terjadi interaksi antara manusia dengan alam lingkungannya. Interaksi itu memberikan pembelajaran kepada manusia sehinga menemukan pengalaman yang semakin menambah pengetahuan dan kemampuannya serta mengalami perubahan perilaku. Dalam wacana ilmiah, hasil-hasil penemuan dari berbagai kegiatan penyelidikan yang kreatif dari pada ilmuwan, dinventarisir, dikumpulkan dan disusun secara sistematik menjadi sebuah kumpulan pengetahuan yang kemudian disebut sebagai produk.
Pengelompokkan hasil-hasil penemuan itu menurut bidang kajian yang sejenis menghasilkan ilmu pengetahuan yang disebut sebagai fisika, kimia dan biologi. Untuk fisika, kumpulan pengetahuan itu dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, rumus, teori dan model.
a) Fakta
Fakta adalah keadaan atau kenyataan dari segala peristiwa yang terjadi di alam. Fakta merupakan dasar konsep, prinsip, hukum, teori atau model. Sebaliknya, kita juga dapat menyatakan bahwa konsep, prinsip, hukum, teori, dan model keberadaannya adalah untuk menjelaskan dan memahami suatu fakta.
b) Konsep
Konsep adalah abstraksi dari berbagai kejadian, objek, fenomena dan fakta. Konsep memiliki sifat-sifat dan atribut-atribut tertentu. Menurut Bruner, Goodnow dan Austin(dalam Collette dan Chiappetta 1994) konsep memiliki lima unsur penting yaitu nama, definisi, atribut, nilai (value), dan contoh. Yang dimaksud dengan atribut itu misalnya adalah warna, ukuran, bentuk, bau, dan sebagainya. Sesuai dengan perkembangan intelektual anak, keabstrakan dari setiap konsep berbeda bagi setiap anak. Menurut Herron dan kawan-kawan (dalam Collette dan Chiappetta 1994), konsep fisika dapat dibedakan atas konsep yang baik contoh maupun atributnya dapat diamati, konsep yang contohnya dapat diamati tetapi atributnya tidak dapat diamati, dan konsep yang baik contohnya maupun atributnya tidak dapat diamati.
c) Prinsip dan Hukum
Istilah prinsip dan hukum sering digunakan secara bergantian karena dianggap sebagai sinonim. Prinsip dan hukum dibentuk oleh fakta dan konsep atau konsep. Ini sangat perlu dipahami bahwa, hukum dan prinsip fisika tidaklah mengatur kejadian alam (fakta), melainkan kejadian alam (fakta) yang dijelaskan keberadaannya oleh prinsip dan atau hukum.
d) Rumus
Rumus adalah pernyataan matematis dari suatu fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori. Dalam rumus kita dapat melihat saling keterkaitan antara konsep-konsep dan variable-variabel. Pada umumnya prinsip dan hukum dapat dinyatakan secara matematis.
e) Teori
Teori disusun untuk menjelaskan sesuatu yang tersembunyi atau tidak dapat langsung diamati, misalnya teori atom, teori kinetik gas, teori relativitas. Teori tetaplah teori tidak mungkin menjadi hukum atau fakta. Teori bersifat tentatif sampai terbukti tidak benar dan diperbaiki. Hawking (1988) yang dikutip oleh Collette dan Chiappetta (1994) menyatakan bahwa “kita tidak dapat membuktikan kebenaran suatu teori meskipun banyak hasil eksperimen mendukung teori tersebut, karena kita tidak pernah yakin bahwa pada waktu yang akan dating hasilnya tidak akan kontradiksi dengan teori tersebut, sedangkan kita dapat membuktikan ketidakbenaran suatu teori cukup dengan hanya satu bukti yang menyimpang.”
Jadi, teori memiliki fungsi yang berbeda dengan fakta, konsep maupun hukum.
f) Model
Model adalah sebuah presentasi yang dibuat untuk sesuatu yang tidak dapat dilihat.. Model sangat berguna untuk membantu memahami suatu fenomena alam, juga berguna untuk membantu memahami suatu teori. Sebagai contoh, model atom Bohr membantu untuk memahami teori atom.
· Fisika sebagai proses
IPA sebagai proses atau disebut sebagai “a way of investigating” memberikan gambaran mengenai bagaimana para ilmuwan bekerja melakukan suatu penemuan, jadi IPA sebagai proses memberikan gambaran mengenai pendekatan yang digunakan untuk menyusun pengetahuan. Dalam IPA dikenal banyak metode yang menunjukkan usaha manusia untuk menyelesaikan masalah. Para ilmuwan astronomi misalnya, menyusun pengetahuan mengenai astronomi dengan berdasarkan kepada observasi dan prediksi. Ilmuwan lain banyak yang menyusun pengetahuan dengan berdasarkan kepada kegiatan laboratorium atau eksperimen yang terfokus pada hubungan sebab akibat. Untuk memahami fenomena alam dan hukum yang berlaku, perlu dipelajari objek-objek dan kejadian-kejadian di alam itu.
Objek-objek dan kejadian-kejadian alam itu harus diselidiki dengan melakukan eksperimen dan observasi serta penjelasannya melalui proses pemikiran untuk mendapatkan alasan dan argumentasinya. Jadi pemahaman fisika sebagai proses adalah pemahaman mengenai bagaimana informasi ilmiah dalam fisika diperoleh, diuji, dan divalidasikan. Dari uraian dapat disimpulkan bahwa pemahaman fisika sebagai proses sangat berkaitan dengan kata kunci fenomena, dugaan, pengamatan, pengukuran, penyelidikan, dan publikasi. Pembelajaran yang merupakan tugas guru termasuk ke dalam bagian mempublikasikan. Dengan demikian pembelajaran fisika sebagai proses hendaknya berhasil mengembangkan keterampilan proses sains pada diri siswa.
Indikator dari setiap keterampilan proses antara lain, sebagai berikut :
· Mengamati (Observasi)
- Menggunakan alat indera yang sesuai.
- Memberi penjelasan apa yang diamati.
- Memilih bentuk pengamatan yang sesuai.
- Mencatat persamaan, perbedaan, keteraturan.
- Membandingkan data.
- Membuat pengamatan dalam perioda tertentu.
- Mencatat kekecualian/atau hal yg tak diharapkan.
- Menjelaskan suatu pola.
- Menemukenali (identifikasi menurut pola tertentu).
· Mengklasifikasi (Kategorisasi)
- Memberi urutan pada peristiwa yang terjadi.
- Mencari persamaan dan perbedaan.
- Menentukan kriteria pengelompikkan.
- Menempatkan pada kelompok tertentu berdasarkan kriteria.
- Memilih (memisahkan dengan jumlah kelompok tertentu).
- Mengelompokkan berdasarkan ciri-ciri tertentu yang ditemukan dalam pengamatan
- Memisahkan dengan berbagai cara.
· Mengukur (Melakukan pengukuran)
- Memilih alat ukur uang sesuai
- Memperkirakan dengan lebih tepat
- Menggunakan alat ukur dengan ketepatan tertentu
- Menemukan ketidakpastian pengukuran
· Mengajukan pertanyaan
- Mengajukan sebanyak mungkin pertanyaan.
- Mengidentifikasi pertanyaan yang dapat dijawab dengan penemuan ilmiah.
- Mengubah pertanyaanh menjadi bentuk yang dapat dijawab dengan percobaan.
- Merumuskan pertanyaan berlatang belakang hipotesis (jawab dapat dibuktikan).
· Merumuskan hipotetis
- Merncoba menjelaskan pengamatan dalam terminologi konsep dan prinsip.
- Menyadari fakta bahwa terdapat terdapat beberapa kemungkinan untuk menjelaskan suatu gejala.
- Menggunakan penjelasan untuk membuat prediksi dari sesuai yang dapat diamati atau dibuktikan.
· Merencanakan penyelidikan atau percobaan
- Merumuskan masalah
- Mengenali variabel kontrol
- Membandingkan variabel bebas dan terikat
- Merancang cara melakukan pengamatan untuk memecahkan masalah
· Menginterpretasi (Menafsirkan informasi)
- Menarik kesimpulan
- Menggunakan kunci atau klasifikasi
- Menyadari bahwa kesimpulan bersifat tentatif
- Menggeneralisasi
- Membuat dan mencari pembenaran dari kesimpulan sementara
- Membuat prediksi berdasarkan pola atau patokan tertentu
· Berkomunikasi
- Mengikuti penjelasan secara verbal.
- Menjelaskan kegiatan secara lisan, menggunakan diagram.
- Menggunakan tabel, grafik, model, dll, untuk menyajikan informasi.
- Memilih cara yang paling tepat untuk menyajikan informasi.
- Menghargai adanya perbedaan dari audiens, dan memilih metoda yang tepat.
- Mendengarkan laporan, menanggapi dan memberikan saran.
- Memberi sumbangan saran pada kelompok diskusi.
- Menggunakan sumber tidak langsung untuk memperoleh informasi.
- Menggunakan teknologi informasi yang tepat.
· Fisika sebagai sikap
Dari penjelasan mengenai hakikat fisika sebagai produk dan hakikat fisika sebagai proses, tampak terlihat bahwa penyusunan pengetahuan fisika diawali dengan kegiatan-kegiatan kreatif seperti pengamatan, pengukuran dan penyelidikan atau percobaan, yang semuanya itu memerlukan proses mental dan sikap yang berasal dari pemikiran.
Jadi, dengan pemikiran orang bertindak dan bersikap, sehingga akhirnya dapat melakukan kegiatan-kegiatan ilmiah itu. Pemikiran-pemikiran para ilmuwan yang bergerak dalam bidang fisika itu menggambarkan, rasa ingin tahu dan rasa penasaran mereka yang besar, diikuti dengan rasa percaya, sikap objektif, jujur dan terbuka serta mau mendengarkan pendapat orang lain. Sikap-sikap ini yang kemudian memaknai hakikat fisika sebagai sikap. Oleh para ahli psikologi kognitif, pekerjaaan dan pemikian para ilmuwan IPA termasuk fisika, dipandang sebagai kegiatan kreatif karena ide-ide dan penjelasan dari suatu gejala alam disusun dalam pikiran. Oleh sebab itu, pemikiran dan argumentasi para ilmuwan dalam bekerja menjadi rambu-rambu penting dalam kaitannya dengan hakikat fisika sebagai sikap.
Sebelum ini telah dipaparkan secara cukup rinci namun sangat singkat mengenai hakikat fisika sebagai bagian dari IPA atau sains dan teori-teori belajar. Pemahaman atas isi paparan itu diharapkan menjadi latar belakang dan modal yang cukup berarti bagi pendidik untuk memahami pembelajaran fisika sehingga mampu merencanakan dan melaksanakan serta mengevaluasi pembelajaran fisika yang berkualitas baik.
Dahulu kata kerja yang digunakan untuk kata dasar ajar adalah belajar, mengajar dan pengajaran. Kata belajar ditujukan kepada siswa atau peserta didik, kata mengajar ditujukan kepada pendidik yang melaksanakan tugas mengajar di kelas, dan pengajaran ditujukan kepada proses belajar dan mengajar yang terjadi di dalam kelas.
Kata-kata tersebut bertuah pada massanya, tetapi bagian yang tidak cukup menggembirakan atau bahkan justru malah menyedihkan atau mengecewakan adalah ketika bertuahnya kata-kata itu muncul anggapan atau pandangan yang cukup umum dikalangan pendidik pada umumnya dan pendidik pada khususnya bahwa “mengajar adalah mentransfer pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik”.
Masalahnya tidak terletak pada keliru pandangan itu, melainkan terletak pada pelaksanaan proses “belajar dan mengajar” yang senada dengan pandangan, atau bahkan mungkin memang disebabkan oleh pandangan itu. Selama ini sering terjadi dimana-mana bahwa proses belajar dan mengajar guru aktif dan memang kegiatan itu berpusat pada guru, metode ceramah cukup bahkan lebih mendominasi, siswa pasif, dan pemanfaatan sumber dan lingkungan belajar yang rendah.
Oleh sebab itu kata pengajaran diganti dengan pembelajaran, sehingga kata proses pengajaran diganti dengan proses pembelajaran, kata mengajar dianggap lebih menekankan kepada kegiatan pendidik melaksanakan tugas mengajar. Oleh sebab itu, diganti dengan membelajarkan, dan istilah pengajar diganti dengan istilah pembelajar.
Sampai pada tahap ini kiranya cukup jelas bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran fisika adalah proses menjadikan anak atau siswa belajar fisika. Pada pokoknya guru melaksanakan tugas pembelajaran fisika di dalam kelas, namum jika berhasil tidak mungkin hal itu menyebabkan peserta didik aktif belajar fisika di dalam maupun di luar kelas. Itulah pembelajaran yang dapat dianggap berhasil.
Untuk menciptakan pembelajaran fisika yang baik dan berhasil itu, maka guru perlu memahami dengan baik terlebih dahulu materi ajar yang harus disampaikan, peserta didik yang akan mengikuti pelajaran, tujuan dan hasil belajar yang diharapkan, serta cara mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran. Pada bagian ini kita akan membicarakan pembelajaran fisika dengan mempertimbangan masukan utama berupa pemahaman atas hakikat fisika sebagai bagian dari sains dan pemahaman atas peserta didik dan cara mereka belajar.
Dalam rangka meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran, para ahli dan praktisi pendidik IPA telah banyak menerapkan, mengembangkan dan memperkenalkan model-model pembelajaran yang sesuai dengan hakikat dan kerakteristik ilmu pengetahuan alam termasuk fisika di dalamnya. Yang dimaksud dengan model pembelajaran disini adalah rencana pembelajaran yang mengandung pedoman konseptual dan akademis untuk melaksanakan dan mengevaluasi proses pembelajaran.
Dalam model tersebut juga tergambar secara eksplisit kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan memahami hakikat fisika sebagai produk, proses dan sikap, penulis menganggap bahwa pembelajaran yang berupa pemberian informasi adalah keliru, dan kita pun akan sejalan dengan para ahli dan praktisi pendidikan yang lain untuk mengubah proses pembelajaran yang hanya mengutamakan pemberian informasi menjadi proses pembelajaran yang juga mementingkan pengembangan keterampilan berpikir, sikap dan keterampilan proses peserta didik.
Jika kita memandang bahwa materi ajar adalah tujuan utama proses pembelajaran, maka semakin lama kurikulum akan semakin tidak terselesaikan karena materi fisika selalu bertambah dengan penemuan-penemuan baru, dan lulusan kita mungkin akan kalah bersaing dalam hal kemampuan berpikir, sikap dan keterampilan proses.
Oleh sebab itu kurikulum yang semula berbasis isi (content base curriculum) dikembangkan menjadi kurikulum berbasis kompetensi (competence base curriculum). Dengan munculnya kurikulum berbasis kompetensi ini, maka proses pembelajaran harus bergeser dari proses pembelajaran yang mengutamakan pencapaian materi ajar menjadi proses pembelajaran yang juga mengutamakan pencapaian kompetensi minimal atau dapat dikatakan dari proses pembelajaran yang bersifat teacher centered menjadi proses pembelajaran yang bersifat student centered.
Seorang guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya harus memiliki keterampilan dan mendalami bentuk-bentuk model pembelajaran. Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu pola mengajar yang menjelaskan proses, menyebutkan dan menghasilkan situasi lingkungan tertentu yang menyebabkan para siswa berinteraksi dengan cara terjadinya perubahan khusus pada tingkah laku mereka, dengan kata lain penciptaan suatu situasi lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar.
Model-model pembelajaran dapat dikembangkan melalui perbedaan pendekatan dalam proses pembelajarannya sehingga diharapkan terjadi perubahan tingkah laku peserta didik. Untuk itulah dikembangkan bermacam-macam model pembelajaran untuk membantu pendidik dalam meningkatkan kemampuannya dalam mengelola pembelajarannya sehingga dapat menjangkau lebih banyak peserta didik dan untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih luas bagi mereka.
Suatu model pembelajaran yang baik mempunyai ciri-ciri umum sebagai berikut:
a) Memiliki Scientific procedure
Artinya : model pembelajaran harus memiliki suatu prosedur sistimatis untuk merubah tingkah laku peserta didik.
b) Memiliki perincian dari hasil belajar (specification of learning outcome),
Artinya : semua model pembelajaran menyebutkan hasil-hasil belajar secara mendetail mengenai penampilan siswa (student performance).
c) Menyebutkan lingkungan belajar (specification of environment),
Artinya setiap model pembelajaran menyebutkan secara pasti kondisi lingkungan dimana respon peserta didik diobservasi.
d) Kriteria penampilan (criterion of performance)
Artinya : suatu model pembelajaran menunjukkan kriteria penampilan yang diharapkan dari para siswa dan merencanakan tingkah laku yang diharapkan dari siswa yang dapat didemonstrasikannya setelah langkah-langkah pembelajaran tertentu.
e) Cara-cara pelaksanaannya (specification of operations)
Artinya : semua model pembelajaran menyebutkan mekanisme yang menunjukkan reaksi–reaksi siswa dan interaksinya dengan lingkungan.
Seperti sudah kita ketahui bahwa model pembelajaran bermaksud membantu pendidik dalam proses belajar mengajar dan memegang peranan dalam beberapa hal yaitu:
· Membimbing
Suatu model pembelajaran sangat berguna dalam menolong guru menentukan apa yang harus dilakukannya dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran.
· Mengembangkan kurikulum
Suatu model pembelajaran menolong pengembangan kurikulum bagi kelas-kelas pada tingkat pendidikan yang berbeda.
· Penentuan materi pelajaran
Suatu model pembelajaran menyebutkan secara mendetail macam-macam jenis materi pengajaran yang akan digunakan oleh guru demi terjadinya perubahan-perubahan pada kepribadian para siswa.
· Peningkatan dalam mengajar
Suatu model menolong proses belajar mengajar dalam hal peningkatan efektifitas mengajar.
Dalam bukunya Models of Teaching, Joice dan Weil (1980) menggolongkan model-model pembelajaran ke dalam empat rumpun model pembelajaran, yaitu rumpul model pembelajaran pengolahan informasi, rumpun model pembelajaran individual (pribadi), rumpun model pembelajaran interaksi soasial, dan rumpun model pembelajaran perilaku.
a. Rumpun Model Pembelajaran Pengolahan Informasi
Rumpun pembelajaran pengolahan informasi ini merujuk pada prinsip pengolahan informasi, yaitu pada bagaimana cara manusia menerima informasi apa yang dilakukannya setelah menerima informasi tersebut untuk mencapai pemahaman. Dengan kata lain rumpun model pembelajaran pengolahan informasi ini merujuk pada bagaimana cara manusia menerima rangsangan dari lingkungannya, mengorganisasi data, mengenali masalah, menyusun konsep, memecahkan masalah, dan menggunakan simbol-simbol untuk pada akhirnya memberikan respon atas rangsangan dari lingkungannya itu.
Dengan demikian rumpun model pembelajaran pengolahan informasi dapat dianggap sesuai dengan hakikat fisika. Model inilah yang akan diuraikan ditambah model-model lain yang merujuk kepada teori konstruktivisme. Jenis-jenis model pembelajaran yang termasuk ke dalam rumpun model pembelajaran pengolahan informasi seperti :
· Berpikir Induktif bertujuan untuk pembentukan kemampuan berpikir induktif yang banyak diperlukan dalam kegiatan akademik meskipun diperlukan juga untuk kehidupan pada umumnya.
· Latihan Inkuiri bertujuan sebagai sumber daya alam.
· Inkuiri Dalam IPA bertujuan untuk melatih kemampuan berpikir sebagaimana diperlukan dalam penelitian IPA, yang juga dapat diterapkan dalam ilmu sosial untuk dapat memahami peristiwa kemasyarakatan dan pemecahan masalah sosial.
· Pembentukan Konsep bertujuan untuk pembentukan kemampuan berpikir induktif, juga untuk mengembangkan konsep dan analisis.
· Perkembangan kognitif bertujuan untuk pembentukan kemampuan berfikir/pengembangan intelektual pada umumnya, khususnya berfikir logis, meskipun demikian kemampuan ini dapat diterapkan pada kehidupan social dan pengembangan moral
· Advance Organizer bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mengolah informasi dalam kapasitas untuk membentuk dan menghubungkan dengan pengetahuan baru pada struktur kognitif yang telah ada.
· Memori bertujuan untuk meningkatkan kapasitas mengingat.
a) Model pembelajaran berpikir induktif
· Model pembelajaran ini dikemukakan oleh Hilda Taba berdasarkan kepada hasil analisisnya mengenasi berpikir dari sudut psikologi dan butir-butir logika.
· Prinsip utama pada model pembelajaran ini adalah bahwa guru harus dapat melihat tugas-tugas kognitif apa yang harus dikerjakan oleh siswa pada waktu yang tepat.
· Fungsi utama guru adalah sebagai pemonitor cara-cara siswa memproses informasi
· Guru harus dapat menentukan kesiapan siswa menerima informasi dan pengalaman baru.
· Model pembelajaran ini terdiri dari tiga tahap strategi pembelajaran yang masing-masing tahap terdiri dari tiga fase pembelajaran sebagai berikut.
Strategi pertama : pembentukan konsep
- Fase 1 : Menyebutkan dan menyusun daftar konsep (proses mental : membedakan).
- Fase 2 : Mengelompokan (proses mental : mengenali cirri-ciri umum dan mengabstraksikan).
- Fase 3 : Memberi label dan mengkategorikan (proses mental : menentukan urutan secara hierarkis).
Strategi kedua : interpretasi data
- Fase 4 : Mengidentifikasi butir-butir informasi dan hubungan (proses mental : membedakan).
- Fase 5 : Menjelaskan butir-butir informasi yang telah diidentifikasi (proses mental : menghubungkan butir demi butir dan menentukan hubungan sebab akibat).
- Fase 6 : Merumuaskan kesimpulan (proses mental : menemukan implikasi dan ekstrapolasi).
Strategi ketiga : Aplikasi konsep/prinsip-prinsip
- Fase 7 : Berhipotesis, memprediksi konsekuensi, dan menjelaskan fenomena yang tidak biasa (proses mental : menganalisis hakekat dari situasi atau masalah dan mendapatkan kembali pengetahuan yang relevan).
- Fase 8 : Menjelaskan dan atau mendukung ramalan dan hipotesis (proses mental : menentukan hubungan kausal yang menuju kepada prediksi dan hipotesis).
- Fase 9 : Menguji ramalan (proses mental : menggunakan prinsip atau pengetahuan factual yang logis dalam rangka menentukan kondisi yang diperlukan).
b) Model pembelajaran latihan inkuiri
Model pembelajaran ini didikemukakan oleh Richard Suchman yang pada dasarnya ia menghendaki siswa bertanya mengapa suatu fenomena terjadi, kemudian siswa melakukan kegiatan, mencari jawaban, memproses data secara logis, sampai akhirnya siswa mengembangkan strategi pengembangan intelektual yang dapat digunakan untuk menemukan jawaban mengapa fenomena itu terjadi.
Model pembelajaran ini didasarkan kepada keyakinan bahwa siswa memiliki kebebasan dalam belajar.
Model pembelajaran ini menuntut siswa terlibat aktif dalam penyelidikan.
Model pembelajaran ini menekankan kepada sifat ingin tahu dalam diri siswa.
Model pembelajaran ini terdiri dari lima fase sebagai berikut :
- Fase 1 : berhadapan dengan masalah
- Fase 2 : pengumpulan data untuk verifikasi
- Fase 3 : pengumpulan data dalam eksperimen
- Fase 4 : merumuskan penjelasan
- Fase 5 : menganalisis proses inkuiri
c) Model pembelajaran pembentukan konsep
· Model pembelajaran ini dikembangkan oleh Jerome Bruner, didasari oleh studi tentang proses berpikir. Menurut Brunenr memahami suatu konsep berarti berarti mengetahui semua komponen-komponen kosep yaitu
1) Nama,
2) Contoh-contoh,
3) Atribut (esensial dan non esensial),
4) Nilai (value),
5) Aturan.
· Model pembelajaran ini terdiri dari tiga fase sebagai berikut
Fase 1 : penyajian data dan identifikasi konsep.
Guru menyajikan contoh-contoh konsep. Siswa membandingkan atribut dalam contoh positif dan negatif. Siswa menggeneralisasikan dan menguji hipotesis. Selanjutnya siswa menyatakan suatu definisi menurut atribut-atribut esensial yang ditemukannya.
Fase 2 : pengumpulan data untuk verifikasi.
Siswa mengidentifikasi konsep dengan menambahkan contoh-contoh yang dilabeli “ya” dan “tidak” . Guru mengkonfirmasikan hipotesis siswa, nama konsep, dan pernyataan definisi menurut atribut esensial. Siswa menemukan contoh-contoh konsep.
Fase 3 : pengumpulan data dalam eksperimen
Siswa menjelaskan apa yang difikirkannya. Siswa mendiskusikan peran hipotesis dan atribut. Siswa mendiskusikan jenis dan jumlah hipotesis.
d) Model pembelajaran Perkembangan kognitif
Model pembelajaran ini dikembangkan oleh Jean Piaget, dengan bertitik tolak dari perkembangan kognitif.
Dalam model pembelajaran ini Piaget menekankan belajar sebagai proses pengolahan informasi dalam bentik asimilasi dan akomodasi. Model pembelajaran ini teridir dari tiga fase sebagai berikut :
Fase 1 : Mengkonfrontasikan siswa dengan masalah
Guru menyajikan situasi yang membingungkan (tidak logis menurut pikiran siswa) atau merupakan teka-teki abagi siswa. Masalah yang disajikan harus sesuai dengan perkembangan intelektual siswa.
Fase 2 : Inkuiri
Guru memancing respon siswa serta meminta mereka mengajukan pertimbangannya. Siswa mengajukan sanggahan dan guru menggali respon yang lebih dalam. Guru dapat menentukan tingkat penalaran siswa.
Fase 3 : Transfer
Guru menyajikan tugas yang berhubungan dengan tugas pada fase 1 dan menggali penalran siswa, untuk melihat apakah siswa akan memberikan penalaran yang sama pada tugas yang saling berhubungan itu.
e) Model pembelajaran konstruktivisme
Pandangan umum yang masih berlaku, dan sekarang harus diperbaiki yaitu dalam proses pembelajaran materi ajar diberikan oleh guru kepada siswa. Dengan pandangan yang demikian maka proses pembelajaran didominasi oleh guru yang aktif berceramah, dan baru dianggap berhasil jika siswa dapat mengungkapkan apa yang diinginkan dan dianggap telah diberikan oleh guru.
Sesungguhnya banyak ahli pendidikan yang memiliki pandangan yang berbeda dengan pandangan umum tersaebut diatas, antara lain adalah Piaget dan Bruner. Piaget (1975) dalam Katu (1999) menyatakan bahwa “Pengetahuan bukan merupakan sebuah copyan dari sebuah objek, untuk mengetahui sebuah gejala atau kejadian, bukan sekedar membuat suatu bayangan tentang sebuah objek.
Mengetahui memodifikasi objek, mentransformasi objek dan mengerti proses transformasinya. Sebuah operasi adalah inti dari pengetahuan, operasi adalah aksi dalam pikiran yang memodifikasi objek pengetahuan.
Sedangkan Bruner dalam Katu mengemukakan bahwa belajar adalah proses mencari pengetahuan atau yang disebutnya dengan “inquiry or discovery learning” . Dengan adanya pandangan yang berbeda dari pandangan umum tersebut, maka kini tampak pandangan baru mengenai belajar yang disebut dengan nama teori belajar konstruktivisme.
Dalam pandangan konstruktivisme pengetahuan yang dimiliki oleh setiap individu adalah hasil konstruksi secara aktif dari individu itu sendiri. Individu tidak hanya sekedar meniru (imitasi) dan membentuk bayangan dari apa yang diajarkan oleh pendidik, tetapi secara aktif individu itu menyaring, memberi arti dan menguji kebenaran atas informasi yang diterimanya.
Dengan digunakannya pandangan konstruktivisme ini sebagai acuan, maka karakteristik pembelajaran berubah seperti yang akan dikemukakan berikut ini.
· Siswa tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang pasif, melainkan sebagai individu yang yang katif, memiliki tujuan serta dapat merespon situasi pembelajaran berdasarkan konsepsi awal yang dimilikinya.
· Guru harus melibatkan siswa menjadi aktif di dalam pembelajaran sehingga memungkinkan siswa mengkonstruksi pengetahuannya.
· Pengetahuan tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang hanya langsung dating dari luar, melainkan melalui seleksi dan asimilasi secara individual.
Beberapa model dan pendekatan pembelajaran yang ,mengacu kepada pandangan konstruktivisme ini antara lain misalnya adalah model siklus belajar (learning cycle), model pembelajaran Sains-Teknologi - Masyarakat (STM, dan Contectual Teaching and Learning (CTL).
(d). Mengetahui Komponen-Komponen Pembelajaran
Tujuan pembelajaran merupakan suatu target yang ingin dicapai oleh kegiatan pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini merupakan tujuan suatu upaya dalam mencapai tujuan-tujuan yang lain yang lebih tinggi tingkatannya, yakni tujuan pendidikan dan tujuan pembangunan nasional. Dimulai dari tujuan pembelajaran (umum dan khusus), tujuan-tujuan itu bertingkat, berakumulasi, dan bersinergi untuk menuju tujuan yang lebih tinggi tingkatannya. Yakni membangun manusia (peserta didik) sesuai dengan apa yang di cita-citakan.
Macam-macam tujuan pendidikan dan pengajaran dapat dibedakan menurut luas dan sempitnya isi tujuan itu, atau menurut jauh-dekatnya jarak, waktu yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Berdasarkan perbedaan itu, tujuan pendidikan dan pengajaran dapat dibedakan dan disusun menurut hirarkinya sebagai berikut:
1) Tujuan Umum adalah tujuan pendidikan yang berlaku untuk seluruh lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh suatu Negara. Tujuan umum yang berlaku di Indonesia disebut dengan tujuan pendidikan nasional yang tercantum di dalam Undang-Undang No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2) Tujuan Institusional adalah tujuan pendidikan yang akan dicapai menurut jenis dan tingkatan sekolah atau lembaga pendidikan masing-masing. Tujuan Institusional tercantum di dalam kurikulum sekolah atau lembaga pendidikan yang menggambarkan yang harus dicapai setelah selesai belajar di sekolah itu.dengan demikian, tujuan institusional SMA tidak sama dengan SMK dan sebagainya.
3) Tujuan Kurikuler adalah tujuan kurikulum sekolah yang telah diperinci menurut bidang studi atau mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran. Jadi, tujuan kurikuler ialah tujuan tiap-tiap mata pelajaran untuk suatu sekolah tertentu.
4) Tujuan Instruksional (pembelajaran) adalah tujuan pokok bahasan atau sub pokok bahasan (topik-topik atau subtopik) yang akan diajarkan oleh guru. Tujuan instruksional biasanya dibedakan menjadi dua macam, yaitu tujuan instruksioanl umum dan tujuan instruksional khusus.
· Tujuan instruksional umum dari tiap-tiap pokok bahasan telah dirumuskan di dalam kurikulum sekolah khususnya di dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran.
· Tujuan instruksional khusus adalah tujuan pengajaran yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa pada akhir tiap jam pelajaran. Tujuan instruksional khusus dibuat atau dirumuskan oleh guru sendiri dan dicantumkan di dalam program satuan pelajaran.
Menurut Mager, tujuan instruksional yang baik harus memenuhi tiga syarat, yaitu:
a. Performance : tujuan instruksional selalu menyatakan apa yang diharapkan dilakukan oleh siswa. Jadi, harus berbentuk tingkah laku siswa yang dapat diamati dan diukur.
b. Conditions : tujuan instruksional menyatakan pula dalam kondisi yang bagaimana tingkah laku tersebut diharapkan akan terjadi.
c. Criterion : dalam rumusan tujuan instruksional tergambar suatu kriteria, sampai seberapa jauh penampilan tingkah laku siswa yang diharapkan. Dengan kata lain, harus jelas batas atau tingkat kemampuan atau tingkah laku siswa itu dikatakan dapat diterima atau telah tercapai.
Menurut Bloom ranah tujuan pembelajaran terdiri dari kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tujuan yang bersifat umum sering mencangkup ketiga ranah tersebut.
1) Kognitif mencakup hasil belajar yang berhubungan dengan pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi.
2) Afektif mencakup hasil belajar yang berhubungan dengan sikap, nilai-nilai, perasaan dan minat.
3) Psikomotorik mencakup hasil belajar yang berhubungan dengan keterampilan fisik atau gerak yang ditunjang oleh kemampuan psikis.
(e) Segi pengetahua dan pemahaman dari nilai-nilai Kearifan Lokal pada Pembelajaran
Di era globalisasi sekarang ini masalah yang penting mendapat perhatian adalah identitas kebangsaan. Derasnya arus globalisasi menyebabkan terkikisnya nilai-nilai kebangsaan. Anak-anak lebih bangga dengan budaya asing daripada budaya bangsanya sendiri.
Hal ini dibuktikan dengan adanya rasa bangga yang lebih pada diri anak manakala menggunakan produk luar negeri, dibandingkan jika menggunakan produk bangsanya sendiri. Slogan “aku cinta buatan Indonesia” sepertinya hanya menjadi ucapan belaka, tanpa ada aksi yang mengikuti pernyataan tersebut. Dengan keadaan yang seperti ini perlu ditanamkan nilai-nilai nasionalisme kepada peserta didik untuk meningkatkan kecintaan peserta didik terhadap bangsa Indonesia.
Sekolah-sekolah berstandar internasional dengan segala keunggulannya, yang bahkan menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar sehari-hari dalam mendidik anak bangsa, bukan tidak mungkin menyebabkan kecintaan pada nilai budaya bangsa mulai pudar. Padahal, bahasa sebagai alat dalam menyampaikan pembelajaran sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan karakter anak didik.
Materi-materi pembelajaran cenderung berorientasi pada ilmu pengetahuan „murni‟, bersandar pada kepentingan kognitif siswa tanpa mencoba menggali kembali kearifan budaya lokal yang diintegrasikan dalam sistem pembelajaran.
Sekolah dasar merupakan lembaga formal yang menjadi peletak dasar pendidikan untuk jenjang sekolah di atasnya. Pendidikan di Sekolah Dasar merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional yang memiliki peranan yang amat penting dalam meningkatkan sumber daya manusia.
Melalui pendidikan di sekolah dasar diharapkan akan menghasilkan manusia Indonesia yang berkualitas. Jika menilik pada tujuan pendidikan nasional di atasa, maka manusia yang berkualitas tidak hanya terbatas pada tataran kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotor.
Terkait dengan penanaman nilai nasionalisme di era globalisasi sekarang ini salah satu lembaga formal yang ikut bertanggung jawab adalah Sekolah Dasar. Mengingat pembelajaran tentang nilai nasionalisme merupakan pembelajaran yang bersifat abstrak, maka guru harus mampu mengemas pembelajaran dengan metode yang tepat agar pesan yang terkandung di dalamnya dapat sampai kepada siswa sesuai dengan tujuan yang direncanakan.
Guru dalam melakukan pembelajaran diupayakan untuk memanfaatkan nilai-nilai kearifan lokal sebagai sumber pembelajaran untuk peserta didik. Nilai-nilai kearifan lokal yang ada di daerah sekitar sekolah dan siswa diintegrasikan dalam pembelajaran. Penggunaan sumber belajar ini diharapkan akan ikut berperan serta dalam meningkatkan rasa nasionalisme peserta didik.
Kearifan lokal berasal dari dua kata yaitu kearifan (wisdom), dan lokal (local). Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal.
Keberadaan kearifan lokal ini bukan tanpa fungsi. Kearifan lokal sangat banyak fungsinya. Seperti yang dituliskan Sartini (2006), bahwa fungsi kearifan lokal adalah sebagai berikut:
· Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam.
· Berfungsi untuk pengembangan sumber daya manusia.
· Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
· Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan.
· Bermakna sosial misalnya upacara integrasi komunal/kerabat.
· Bermakna sosial, misalnya pada upacara daur pertanian.
· Bermakna etika dan moral.
§ Bermakna politik, misalnya upacara ngangkuk merana dan kekuasaan patron client.
Nasionalisme adalah suatu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris ”nation”) dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai bagian paham negara atau gerakan (bukan negara) yang populer berdasarkan pendapat warga negara, etnis, budaya, keagamaan, dan ideologi.
Adapun bentuk-bentuk dari nasionalisme sangatlah beragam. Bentuk-bentuk nasionalisme adalah sebagai berikut:
1) Nasionalisme kewarganegaraan
Nasionalisme kewarganegaraan disebut juga nasionalisme sipil. Nasionalisme jenis ini adalah nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, ”kehendak rakyat”, ”perwakilan politik”. Teori nasionalisme ini bermula dibangun oleh Jean Jacques Rousseau.
2) Nasionalisme etnis
Nasionalisme etnis adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Dibangun oleh Johann Gottfried von Herder, yang memperkenalkan konsep Volk (bahasa Jerman untuk "rakyat")
3) Nasionalisme romantik
Nasionalisme romantik disebut juga nasionalisme organik t atau nasionalisme identitas adalah lanjutan dari nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran politik secara semulajadi ("organik") hasil dari bangsa atau ras; menurut semangat romantisme. Nasionalisme romantik adalah bergantung kepada perwujudan budaya etnis yang menepati idealisme romantik; kisah tradisi yang telah direka untuk konsep nasionalisme romantik. Misalnya "Grimm Bersaudara" yang dinukilkan oleh Herder merupakan koleksi kisah-kisah yang berkaitan dengan etnis Jerman.
4) Nasionalisme budaya
Nasionalisme budaya adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya "sifat keturunan" seperti warna kulit, ras dan sebagainya. Contoh yang terbaik ialah rakyat Tionghoa yang menganggap negara adalah berdasarkan kepada budaya. Unsur ras telah dibelakangkan di mana golongan Manchu serta ras-ras minoritas lain masih dianggap sebagai rakyat negara Tiongkok.
Kesediaan dinasti Qing untuk menggunakan adat istiadat Tionghoa membuktikan keutuhan budaya Tionghoa. Malah banyak rakyat Taiwan menganggap diri mereka nasionalis Tiongkok sebab persamaan budaya mereka tetapi menolak RRT karena pemerintahan RRT berpaham komunisme.
5) Nasionalisme kenegaraan
Nasionalisme kenegaraan ialah variasi nasionalisme kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri itu selalu kontras dan berkonflik dengan prinsip masyarakat demokrasi.
Penyelenggaraan sebuah 'national state' adalah suatu argumen yang ulung, seolah-olah membentuk kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri. Contoh biasa ialah Nazisme, serta nasionalisme Turki kontemporer, dan dalam bentuk yang lebih kecil, Franquisme sayap-kanan di Spanyol, serta sikap 'Jacobin' terhadap unitaris dan golongan pemusat negeri Perancis, seperti juga nasionalisme masyarakat Belgia, yang secara ganas menentang demi mewujudkan hak kesetaraan (equal rights) dan lebih otonomi untuk golongan Fleming, dan nasionalis Basque atau Korsika.
Secara sistematis, bilamana nasionalisme kenegaraan itu kuat, akan wujud tarikan yang berkonflik kepada kesetiaan masyarakat, dan terhadap wilayah, seperti nasionalisme Turki dan penindasan kejamnya terhadap nasionalisme Kurdi, pembangkangan di antara pemerintahan pusat yang kuat di Sepanyol dan Perancis dengan nasionalisme Basque, Catalan, dan Corsica.
6) Nasionalisme agama
Nasionalisme agama ialah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama. Walaupun begitu, lazimnya nasionalisme etnis adalah dicampuradukkan dengan nasionalisme keagamaan. Misalnya, di Irlandia semangat nasionalisme bersumber dari persamaan agama mereka yaitu Katolik; nasionalisme di India seperti yang diamalkan oleh pengikut partai BJP bersumber dari agama Hindu.
Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif.
1. Pengaruh positif globalisasi terhadap nilai-nilai nasionalisme
a. Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis. Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara, jika pemerintahan djalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut berupa rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat.
b. Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa.
c. Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa .
2. Pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai-nilai nasionalisme
a. Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang.
b. Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza Hut,dll.) membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia.
c. Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
d. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa.
e. Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa.
Sekolah Dasar merupakan lembaga pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia 6-12 tahun. Pendidikan di Sekolah Dasar bertujuan untuk member bekal kemampuan dasar kepada anak didik berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang bermanfaat bagi dirinya sesuai dengan tingkat perkembangannya, dan mempersiapkan mereka melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan sekolah menengah pertama.
Melihat pendapat tentang pendidikan Sekolah Dasar tersebut, maka Sekolah Dasar dapat dikatakan sebagai lembaga pendidikan formal yang meletakkan dasar perndidikan kepada pesrta didik untuk menempuh jenjang pendidikan di atasanya. Oleh karena itu di Sekolah Dasar peserta didik harus diberi wawasan pengetahuan yang jelas agar tidak mengaburkan pengetahuannya di jenjang pendidikan selanjutnya.
Sekolah Dasar tidak hanya memiliki peran untuk membentuk peserta didik menjadi generasi yang berkualitas dari sisi kognitif (pengetahuan), tetapi juga harus membentuk sikap dan perilaku peserta didik sesuai dengan tuntutan yang berlaku. Apa jadinya jika di sekolah peserta didik hanya dikembangkan ranah kognitifnya, tetapi diabaikan afektifnya? Tentunya akan banyak generasi penerus bangsa yang pandai secara akademik, tapi lemah pada tataran sikap dan perilaku.
Hal demikian tidak boleh terjadi, karena akan membahayakan peran generasi muda dalam menjaaga keutuhan bangsa dan Negara Indonesia.
Salah satu nilai yang dapat dikembangkan di Sekolah dasar adalah nilai nasionalisme. Nilai ini penting dikembangkan mengingat sekarang ini banyak pengaruh yang datang dari luar. Pengaruh itu tidak semuanya baik, tetapi ada pula yang negative.
Salah satu pengaruh negatif yang perlu mendapat perhatian adalah masuknya budaya-budaya asing yang dapat mengikis rasa cinta tanah air/cinta budaya siswa yang merupakan generasi penerus bangsa.
Untuk mencapai perannya tersebut, dalam proses pembelajaran di Sekolah Dasar yang dilakukan oleh seorang guru tidak akan mampu berjalan lancer tanpa dukungan dari beberapa komponen lainnya. Untuk itu dalam melakukan pembelajaran di Sekolah Dasar seorang guru memerlukan beberapa komponen yang mampu mendukung kelancaran berlangsungnya proses tersebut. Komponen-komponen itu adalah:
· Visi, misi, dan tujuan pendidikan
· Pendidik dan tenaga kependidikan
· Kurikulum/materi pendidikan
· Proses belajar mengajar
· Sarana dan prasarana pendidikan
· Manajemen pendidikan di sekolah, dan
· Lingkungan eksternal pendidikan.
Terkait dengan pembelajaran nilai-nilai kearifan lokal di Sekolah Dasar Menurut Sutarno ada empat macam pembelajaran berbasis budaya, yaitu:
a) Belajar tentang budaya, yaitu menempatkan budaya sebagai bidang ilmu. Budaya dipelajari dalam program studi khusus, tentang budaya dan untuk budaya. Dalam hal ini, budaya tidak terintegrasi dengan bidang ilmu.
b) Belajar dengan budaya, terjadi pada saat budaya diperkenalkan kepada siswa sebagai cara atau metode untuk mempelajari pokok bahasan tertentu. Belajar dengan budaya meliputi pemanfaatan beragam untuk perwujudan budaya. Dalam belajar dengan budaya, budaya dan perwujudannya menjadi media pembelajaran dalam proses belajar, menjadi konteks dari contoh-contoh tentang konsep atau prinsip dalam suatu mata pelajaran, serta menjadi konteks penerapan prinsip atau prosedur dalam suatu mata pelajaran.
c) Belajar melalui budaya, merupakan strategi yang memberikan kesempatan siswa untuk menunjukkan pencapaian pemahaman atau makna yang diciptakannya dalam suatu mata pelajaran melalui ragam perwujudan budaya.
d) Belajar berbudaya, merupakan bentuk mengejawantahkan budaya itu dalam perilaku nyata sehari-hari siswa. Misalnya, anak dibudayakan untuk selalu menggunakan bahasa krama inggil pada hari sabtu melalui Program Sabtu Budaya.
Sementara itu Sutarno menuliskan ada tiga macam model pembelajaran berbasis budaya, yaitu:
1. Model pembelajaran berbasis budaya melalui permainan tradisional dan lagu-lagu daerah.
2. Model Pembelajaran berbasis budaya melaui cerita rakyat
3. Model pembelajaran berbasis budaya melalui penggunaan alat-alat taradisional
Nilai-nilai kearifan lokal yang ada di sekitar sekolah dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran di Sekolah Dasar. Tak terkecuali dalam pembelajaran untuk menanamkan nilai-nilai nasionalisme. Dengan diintegrasikannya nilai-nilai kearifan lokal dalam pembelajaran di Sekolah Dasar diharapkan siswa akan memiliki pemahaman tentang kerifan lokalnya sendiri, sehingga menimbulkan kecintaan terhadap budayanya sendiri.
Proses integrasi nilai-nilai kearifan lokal dalam pembelajaran di Sekolah dasar ini bisa dilakukan untuk semua bidang studi. Dalam mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal dalam pembelajaran di Sekolah Dasar tentunya guru harus menyesuaikan dengan tingkat perkembangan anak Sekolah Dasar, disesuaikan dengan materi/mata pelajaran yang disampaikan, metode pembelajaran yang digunakan.
Salah satu aplikasi pengintegrasian nilai-nilai kearifan lokal misalnya apabila di lingkungan terdekat sekolah itu terdapat tanaman singkong yang merupakan andalan daerah tersebut. Maka guru dalam pembelajaran bisa memanfaatkan tema “singkong”. Tema ini bisa diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran, misalnya:
a) Pelajaran Matematika: siswa diminta untuk menghitung jumlah gambar singkong.
b) Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam: siswa diminta untuk mengamati jenis akar singkong.
c) Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial: siswa diminta untuk menjelaskan manfaat singkong di bidang ekonomi.
d) Pelajaran Seni Rupa: siswa diminta untuk mewarnai gambar singkong.
e) Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan: siswa diminta untuk menjelaskan cara merawat pohon singkong agar lingkungan tetap terjaga.
Contoh di atas hanya merupakan salah satu cara mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal dalam pembelajaran di Sekolah Dasar. Melalui integrasi nilai-nilai kearifan lokal ini diharapkan nilai nasionalisme siswa terhadap budaya lokalnya akan dapat ditumbuhkan, bahkan ditingkatkan.
(f). Kesiapan diri dari Segi Estetika
Estetika adalah bagian dari kajian aksiologi yang secara khusus membicarakan tentang nilai keindahan. Estetika berarti kajian kefilsafatan tentang nilai keindahan.
Estetika adalah salah satu cabang filsafat yang berkaitan dengan seni. Secara sederhana diartikan estetika adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk dan bagaimna seseorang bisa merasakan estetika sebagai sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris yang kadang dinggap sebagai penilaian terhadap sentimen dan rasa.
Estetika merupakan nilai-nilai yang berkaitan dengan kreasi seni dengan pengalaman-pengalaman kita yang berhubungan dengan seni. Hasil-hasil ciptaan seni didasarkan atas prinsip-prinsip yang dapat dikelompokkan sebagai rekayasa, pola, bentuk.
Istilah estetika muncul pertama kali pada pertengahan abad ke -18, melalui seorang filsuf Jerman, Alexander Baumgarten. Sang filsuf memasukkan estetika sebagai ranah pengetahuan sensoris, yaitu pengetahuan rasa yang berbeda dari pengetahuan logika, sebelum akhirnya ia sampai kepada penggunaan istilah tersebut dalam kaitan persepsi atas rasa keindahan, khususnya keindahan karya seni. Selanjutnya, Emmanuel Kant menggunakan istilah tersebut dengan menerapkannya untuk menilai keindahan, baik yang terdapat dalam karya seni maupun dalam alam secara luas.
Estetika berasal dari kata aistheton atau aisthetikos, yang dalam bahasa Yunani Kuno berarti persepsi atau kemampuan mencerap sesuatu secara indrawi. Menurut plato, keindahan adalah realitas yang sebenarnya dan tidak pernah berubah-ubah. Bagi Plato , keindahan itu merupakan pancaran akal ilahi. Bila yang hakikat ilahi itu menyatakan dirinya atau memancarkan sinarnya pada, atau dalam realitas penuh, maka itulah keindahan.
Estetika adalah nilai-nilai indah dan jeleknya sesuatu. Perasaan estetis disebut pula sebagai perasaan keindahan. Perasaan keindahan ini biasa terungkap dalam seni, namun ada pula yang mengendap dalam diri menjadi cinta tanpa pamrih.
Konsep estetikan merupakan konsep yang berasosiasi dengan istilah yang mengangkat kelengkapan estetika yang mengacu pada deskripsi dan evaluasi mengenai pengalaman-pengalaman yang melibatkan objek suatu kejadian artistik dan estetik.
Pada abad ke 18 filosofi seperti Edmund Burke dan David Hume berusaha untuk menerangkan konsep estetik. Misalnya keindahan secara empiris dengan cara menghubungkan dengan respon fisik dan pesikologis serta mengelompokannya ke dalam tipe tipe penghayatan indifidual atas objek-objek dan ke jadian-kejadian yang berbeda.Jadi mereka melihat suatu dasar untuifitask objektifit reaksi pribadi.Kant mengatakan bahwa konsep estetik secara esensial bersifat subjektif ialah berakar pada perasaan pribadi mengenai rasa senang dan rasa sakit. Juga mengatakan bahwa konsep itu memiliki objektifitas tertentu dengan dasar bahwa pada dasar estetik murni perasaan sakit dan senang merupakan respon yang universal.
Selanjutnya, nilai baik sebanding dengan nilai indah, tetapi kata” indah” lebih sering dikenakan pada seni, sedangkan “baik” pada perbuatan. Di dalam kehidupan, indah lebih berpengaruh ketimbang baik. Orang lebih tertarik pada rupa ketimbang pada tingkah laku. Orang yang tingkah lakunya baik(etika), tetapi kurang indah(estetika), akan dipilih belakangan, yang dipilih lebih dulu adalah orang yang indah, sekalipun kurang baik.
Filsafat Estetika, kalau logika merupakan bentuk kemampuan manusia untuk dapat membedakan antara sesuatu yang benar dan tidak benar dan etika merupakan kemampuan manusia untuk membedakan perilaku yang baik dan yang tidak baik maka adalagi kemampuan manusia untuk membedakan sesuatu yang indah dan sesuatu yang tidak indah.Keindahan terkait dengan perasaan manusia dan mungkin perasaan hewan yang menyebapkan hewan atau manusia sendiri mengagumi apa yang dihadapinnya.
Sebagai manusia, kita mempunyai dorongan batin untuk terus mencari kebenaran. Selain mendambakan kebenaran, kita juga mendambakan kebaikan, yakni perilaku hidup yang baik dan keindahan, yakni pengalaman serta pengungkapan yang indah. Secara kodrati, keindahan yang termanifestasikan dalam bentuk ekspresi estetis merupakan salah satu sifat atau fitrah yang dimiliki manusia. Di dalamnya mengandung nilai, dalam sejarah kehidupan manusia terdapat tiga pokok nilai yang senantiasa ingin dicapai manusia, yakni kebenaran (truth), kebaikan (goodness), dan keindahan (beauty). Tiga nilai ini digunakan untuk menjadikan hidupnya lebih bermakna.
Secara taktis strategis penanaman tiga nilai ini cukup efektif dilakukan melalui sektor pendidikan. Melalui pendidikan transfer “nilai” dapat dilakukan secara dinamis. Tulisan ini memahami pendidikan estetika sebagai proses belajar secara aktif dalam menemukan dan memaknai nilai-nilai kehidupan secara estetis. Tapi persoalannya, dalam pola pendidikan formal estetika tidak memiliki peran dan kedudukan yang otonom, melainkan keberadaannya terintegral dengan pendidikan Seni Budaya, itu pun hanya dijadikan sebagai sub bab.
Selain itu, secara sistemik apresiasi pembelajaran seni budaya mengalami distorisi dan terfragmentasi. Fakta ini terlihat dari minimnya presentase aktivitas kegiatan belajar mengajar (KBM) yang dilakukan oleh institusi penyelenggara pendidikan. Implementasi pembelajaran seni budaya hanya dilakukan dibeberapa kelas dengan jumlah jam yang relatif terbatas.
Selain itu diperparah oleh kondisi guru seni budaya yang tidak banyak memiliki kompetensi dibidang kesenian dan kebudayaan yang memadai. Berbeda dengan studi lain seperti, matematika, kimia, bahasa, dan lain sebagainya yang porsinya lebih mendapatkan tempat dan perhatian yang layak. Realitas tersebut membuktikan bahwa seni budaya memiliki posisi lemah secara akademis dan memiliki kesan sebagai studi pelengkap di antara studi-studi lain serta hanya sebagai tuntutan administratif kependidikan.
Pertanyaannya, kalau studi seni budaya saja menjadi pelengkap, jadi bagaimana dengan estetika yang kedudukannya hanya menjadi sub bab. Padahal secara eksplisit estetika menawarkan “sesuatu” yang tidak dapat dipenuhi oleh mata pelajaran lain, yakni berupa “pengalaman estetik”. Pengalaman estetik menjadi penting dan mendasar karena manusia merupakan makluk estetis, yakni makluk yang berkeindahan.
Sebagai makhluk berkeindahan, seharusnya pendidikan estetika perlu didorong kehadirannya secara mandiri. Tujuannya adalah membantu membimbing pertumbuhan pribadi manusia, disamping membuat harmonis kepribadiannya dalam kelompok sosial.
Pemaparan di atas memperlihatkan bahwa pembelajaran estetika memiliki peranan mendasar dalam pembentukan pribadi atau sikap mental peserta didik yang harmonis. Melalui pendidikan estetika kecerdasan peserta didik yang lain seperti kecerdasan intrapersonal, interpersonal, visual spasial, musikal, linguistik, logik matematik, naturalis serta kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional dapat dipantik.
Pemantikan terjadi melalui proses dinamisasi pendidikan estetika, yakni dengan menanamkan nilai kebenaran (truth), kebaikan (goodness), dan keindahan (beauty). Melihat proses tersebut pendidikan estetika menjadi sangat penting mengingat pendidikan estetika adalah pendidikan yang akan membawa kebanggaan dan keagungan jasmaniah dan rohaniah.
Dengan latar belakang tersebut estetika seharusnya menjadi dasar pendidikan bagi bangsa ini, tujuannya adalah untuk memberikan penguatan peradaban, supaya masyarakatnya memiliki tingkat kecerdasan estetis dalam menggali nilai-nilai identitas budayanya sendiri, yakni dengan tanpa mengekor dan menjiplak kebudayaan di luar bangsanya.
Prinsip Estetika yang menjadi bahan pertimbangan ditemukan pada antikuitas Hellenistik secara umum. Prinsip ini dapat diperikan sebagai prinsip bahwa keindahan mengandung ekpresi imajinatif dan sensous mengenai kesatuan yang majemuk.Objek persepsi umumnya dianggap sebagai setandart seni dalam objek persepsi terdapat suatu barisauan yang tidak mungkin dibatasi dalam menghadapi identifikasi keindahan dalam identifikasi keindahan dengan exspresi spiritual yang hanya dapat ditangkap oleh persepsi tingkat tinggi alam.
Dengan kata lain pengertian yang paling luasa sebagai fungsi seni sangat mudah untuk menyatakan bahwa masalah keindahan hanya nyata dalam kemungkinan yang paling kasar sehingga menghendaki ketidak mampuan total untuk memecahkannya.Artinya bahwa materi presentasi keindahan merupakan sesuatu yang diangkat dari objek persepsi indra tidak menyentuh pertanyaan .
Aliran-aliran dalam filsafat estetika merupakan aspek hidup manusia yang lebih banyak menyangkut ranah perasaan manusia dan oleh karena itu lebih bersifat subjektif oleh karena itu persoalan penilaian indah atau tidak indahnya sesuatu tidak dapat diukur denhan kreteria yang benar-benar baku.Hal ini adalah penyebab terjadinya aliran-aliran dalam penciptaan dalam pemanfaatan karya seni sebagai wujud rasa keindahan. Tentang aliran-aliran seni yang berkembang di masyarakat secara ringkas dapat diulas sebagai berikut:
a. Terjadinya aliran atau perbedaan selera tentang estetika atau seni menyangkut persoalan reaksi pesikologis pribadi manusia terhadap indah atau tidaknya suatu objek.
b. Tentang dari mana munculnya keindahan yang terwujud dalam bentuk karya seni ada yang mengatakan bahwa keindahan sebuah karya seni itu muncul dari kebiasaan rasa seni yang dimiliki seseorang tanpa terkait oleh objektifitas yang berasal dari luar manusia.
c. Penilaian keindahan karya seni juga menyangkut pertannyaan apakah indhnya seni itu perlu di tinjau dari kemurnian penciptaannya ataukah yang penting wujud keindahan hasilnya.
d. Perbedaan pendapat juga terjadi dalam kaitan bagaimana menilai keindahan karya seni dari sudut uang.
e. Perbedaan tentang seni sebagai wujud ekspresi keindahan juga terdapat pada persoalan pemanfaatan karya seni.
John Dewey berpendapat bahwa seseorang dapat memahami sesuatu sebagai sains melalui penggunaan intelegensinya namun hal itu akan lebih mendalam jika di sentuh dengan praktik lain yaitu seni. Bahkan DEWY mengatakan bahwa hanya orang yang mendapatkan imajinasi seni dalam titik fokus argumentasinya yang akan dapat mengembangkan klaim-klaim scienttific inquiri.
Bagi John Dewey kehadiran seni itu menjadi alat bagi akal manusia untuk memandang dunia yang satu dalam kaitannya dengan dunia yang lain. Seni selalu tampil dalam wujud kreatifitas manusia dalam manipulasi suatu realitas ke realitas yang lain sesuai dengan citra fasa yang di inginkan bahkan secara tegas ia menyatakan bahwa keseluruhan aktifitas intelek manusia baik dalam level proses produktifitas dan konsumsi maupun pada level kritik sesunguhnya merupakan tindakan seni.
Soal baik dan buruk telah dibicarakan dalam etika, kini kita membicarakan soal indah dan keindahan. Penilaian baik dan buruk kerap dikaitkan dengan tingkah laku dan moral atau tindakan manusia, sedangkan nilai indah dan tak indah cenderung diarahkan ke dalam segala hal yang berkaitan dengan seni. Estetika berusaha untuk menemukan nilai indah secara umum yang kemudian dalam perkembangannya bermunculan beberapa teori yang berkaitan dengan estetika.
Estetika berasal dari bahasa Yunani "aisthetika" pertama kali digunakan oleh filsuf Alexander Gotlieb Baumgarten pada 1735 yang diartikan sebagai ilmu tentang hal yang bisa dirasakan lewat perasaan.
Estetika adalah salah satu cabang filsafat yang berkaitan dengan seni. Secara sederhana diartikan estetika adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk dan bagaimna seseorang bisa merasakan estetika sebagai sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris yang kadang dinggap sebagai penilaian terhadap sentimen dan rasa.
Timbul pertanyaan, apakah nilai keindahan itu merupakan sifat yang dimiliki objek atau terletak pada orang yang menilai (subjek). Jika nilai indah itu terletak pada objek dan dipandang dengan sudut dan cara pandang yang sama maka akan menghasilkan kesimpulan yang sama tentang sesuatu. Jika nilai itu terletak pada subjek, maka hasil penilaian itu akan bergantung pada perasaan masing-masing subjek.
Teori lama tentang keindahan, bersifat metafisik sedang teori modern bersifat psikologis. Menurut Plato, keindahan adalah realitas yang sebenarnya dan tidak pernah berubah-ubah. Sekalipun plato menyatakan bahwaharmonis, proporsi, dan simentris adalah unsur yang membentuk keindahan, namunia tetap memikirkan adanya unsur-unsur metafisik. Bagi Plotinus keindahan itu merupakan pancaran akal Ilahi. Bila yang hakikat (Ilahi) Ia menyatakan dirinya atau memancarkan sinar pada, atau dalam realitas penuh, maka itulah keindahan.
Kant dalam studi ilmiah psikologi tentang estetika menyatakan, akal itu memiliki indera ketiga atas pikir dan kemauan yaitu indera rasa yang memiliki kekhususan, yaitu kesenangan estetika.
Adapun yang mendasari hubungan antara estetika dan pendidikan adalah lebih menitikberatkan kepada "predikat" keindahan yang diberikan kepada hasil seni. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Randall dan Buchler mengemukakan ada tiga interpretasi tentang hakikat seni:
1. Seni sebagai penembusan terhadap realitas selain pengalaman
2. Seni sebagai alat kesenangan
3. Seni sebagai ekspresi yang sebenarnya tentang pengalaman.
Dengan demikian diharapkan di dalam dunia pendidikan, estetika akan mampu menciptakan dan membentuk kepribadian yang mampu bersikap kreatif dan bermoral sesuai dengan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi dengan segala kepatutan keindahan dan seni. Dengan demikian tujuan pendidikan untuk membentuk manusia yang berkualitas akan terwujud dengan baik sesuai dengan konsep idealisme.
Karena begitu penting peranan keindahan dalam kehidupan maka masalah keindahan sudah semenjak zaman purba difilsafatkaan. Estetika menyelidiki makna kesenangan estetika.Karakter objektif dan subjektif keindahan sifat keindahan itu sendiri asal dan sifat gairah seni.
(g). Aspek Kriteria Guru Profesional
Sejak dahulu sampai sekarang, guru menjadi panutan masyarakat. Seorang guru tidak hanya diperlukan di ruang kelas oleh siswa-siswanya, tetapi juga diperlukan oleh masyarakat di lingkungannya dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat di lingkungan sekitarnya. Sering kita temui dalam melaksanakan fungsinya, seorang guru tidak hanya bertugas mendidik dan menemani belajar siswa-siswanya di sekolah.
Tapi lebih dari itu, seorang guru terkadang juga mendapat kepercayaan untuk melaksanakan tugas-tugas kemasyarakatan di lingkungan sekitarnya. Ada guru yang dipercaya sebagai karang taruna, ketua RT, pengurus masjid sampai menjadi seorang kepala desa.
Tugas guru tidak hanya terkait dengan tugas kedinasan saja, tapi juga tugas di luar kedinasan dalam bentuk pengabdian. Tugas guru dapat kita kelompokkan menjadi tiga jenis, yakni tugas di bidang profesi, tugas di bidang kemanusiaan dan tugas dalam bidang kemasyarakatan.
Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik adalah mengembangkan segi afektif atau nilai-nilai hidup kepada para siswanya. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (kognitif) sesuai dengan kemajuan zaman. Sedangkan melatih berarti mengembangkan potensi keterampilan-keterampilan pada siswa (psikomotor).
Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah adalah seorang guru harus mampu menjadi orang tua ke dua, fasilitator dan motivator bagi siswa dalam belajar. Langkah awal dalam menyampaikan pelajaran bahwa seorang guru harus dapat menarik minat siswa, baik kemampuan mau pun penampilan. Bila seorang guru dalam penampilannya saja sudah tidak menarik, maka hal itu akan dikuti oleh kegagalan-kegagalan berikutnya. Siswa enggan untuk mengikuti pelajaran yang diberikan yang akan berakibat pada gagalnya tujuan pengajaran yang diharapkan.
Dalam masayarakat, guru di tempatkan pada posisi yang lebih terhormat. Karena masyarakat berharap banyak dari seorang guru. Mulai dari seorang teladan sampai pada sumber pengetahuan dan informasi bagi masyarakat. Jadi, intinya guru sangat mempunyai banyak peranan dalam berbagai bidang. Contohnya:
1) Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter), tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas ini berkaitan dengan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh pengalaman-pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan jasmani, bebas dari orang tua, dan orang dewasa yang lain, moralitas tanggung jawab kemasyarakatan, pengetahuan dan keterampilan dasar, persiapan untuk perkawinan dan hidup berkeluarga, pemilihan jabatan, dan hal-hal yang bersifat personal dan spiritual. Oleh karena itu, tugas guru dapat disebut pendidik dan pemeliharaan anak. Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkat laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma yang ada.
2) Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya. Oleh karena itu, tingkah laku pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat harus sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa dan negara. Karena nilai nilai dasar negara dan bangsa Indonesia adalah Pancasila, maka tingkah laku pendidik harus selalu diresapi oleh nilai-nilai Pancasila.
3) Peranan guru sebagai teeman belajar dan pembimbing dalam pengalaman belajar. Setiap guru harus memberikan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman lain di luar fungsi sekolah seperti persiapan perkawinan dan kehidupan keluarga, hasil belajar yang berupa tingkah laku pribadi dan spiritual dan memilih pekerjaan di masyarakat, hasil belajar yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial tingkah laku sosial anak. Kurikulum harus berisi hal-hal tersebut di atas sehingga anak memiliki pribadi yang sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh bangsa dan negaranya, mempunyai pengetahuan dan keterampilan dasar untuk hidup dalam masyarakat dan pengetahuan untuk mengembangkan kemampuannya lebih lanjut.
4) Peran guru sebagai pelajar (learner). Seorang guru dituntut untuk selalu menambah pengetahuan dan keterampilan agar supaya pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya tidak ketinggalan zaman. Pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai tidak hanya terbatas pada pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan tugas profesional, tetapi juga tugas kemasyarakatan maupun tugas kemanusiaan.
5) Peran guru sebagai setiawan dalam lembaga pendidikan. Seorang guru diharapkan dapat membantu kawannya yang memerlukan bantuan dalam mengembangkan kemampuannya. Bantuan dapat secara langsung melalui pertemuan-pertemuan resmi maupun pertemuan insidental.
6) Peranan guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat. Seorang guru diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan di segala bidang yang sedang dilakukan. Ia dapat mengembangkan kemampuannya pada bidang-bidang dikuasainya.
7) Guru sebagai administrator. Seorang guru tidak hanya sebagai pendidik dan pengajar, tetapi juga sebagai administrator pada bidang pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu, seorang guru dituntut bekerja secara administrasi teratur. Segala pelaksanaan dalam kaitannya dengan proses pembelajaran perlu diadministrasikan secara baik. Sebab administrasi yang dikerjakan seperti membuat rencana pembelajaran, mencatat hasil belajar dan sebagainya merupakan dokumen yang berharga bahwa ia telah melaksanakan tugasnya dengan baik.
Ada beberapa kemampuan dan sikap yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan tugasnya:
· Menguasai Kurikulum
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting dalam keseluruhan kegiatan pendidikan. Kurikulum adalah pemandu program pembelajaran, pelaksanaan dan hasil belajar yang hendak dicapai. Tanpa berpegang pada kurikulum, maka proses pembelajaran tidak memiliki arah dan tujuan. Karena itu guru yang profesional memiliki penguasaan yang sangat mendalam terhadap kurikulum. Mereka mengetahui cakupan materinya, mengetahui tujuan yang hendak dicapai, mengetahui tata urutan penyajian dan porsi waktu yang diperlukan.
Guru juga hendaknya mengetahui bagaimana mengimplementasikan kurikulum dalam program tahunan, program-program semester dan persiapan pembelajaran yang efektif untuk menyerap kurikulum. Kurikulum diikuti dengan perangkat pedoman pelaksanaan. Pedoman-pedoman tersebut dilandasi oleh dasar-dasar didaktik dan metodik.
Guru yang profesional selain menguasai pedoman tersebut juga memiliki kreatifitas untuk mengembangkannya. Guru yang berhasil dalam pengajaran adalah guru yang mampu mempersiapkan siswa mencapai tujuan yang telah dirumuskan dalam kurikulum.
· Menguasai Materi
Sebagai pendidik, guru hendaknya menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diberikan serta senantiasa mengembangkan dan meningkatkan kemampuannya. Karena itu sebenarnya guru sendiri adalah seorang pelajar yang belajar secara terus-menerus.
Guru adalah tempat menimba ilmu bagi para siswanya. Sebagai pendidk ia harus membantu perkembangan anak didiknya untuk memahami, dan menguasai ilmu pengetahuan. Untuk itu guru hendaknya mampu memotivasi siswa untuk senantiasa belajar pada berbagai kesempatan. Kemampuan ini tidak hanya berdasarkan teori-teori yang diperoleh dari bangku pendidikan, melainkan harus dihayatinya dan disikapi sebagai suatu seni. Seperti kita ketahui guru SD tidak saja harus menguasi salah satu bidang studi pelajaran, melainkan seluruh mata pelajaran. Karena itu belajar secara terus menerus untuk mendalami bahan pengajaran tak dapat dielakkan.
· Menguasai Metode dan Teknik Penilaian
Seorang guru akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik bila ia menguasai dan mampu melaksanakan keterampilan mendidik dengan menggunakan metode yang sesuai dengan pelajaran, tujuan dan pokok bahasan yang diajarkannya. Bahan belajar yang telah dikuasainya belum tentu dapat dicerna oleh siswa bila tidak disampaikan dengan baik. Proses penyampaian ini memerlukan kecakapan khusus. Dengan demikian perlu penguasaan guru terhadap metode penyampaian agar para siswa tidak pasif, melainkan terlibat secara aktif dalam interaksi belajar mengajar.
Seorang guru yang cakap dan disegani adalah guru yang menguasai setiap metode sehingga para siswa terangsang untuk terus belajar. Guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup tentang alat-alat dan media sebagai alat bantu komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar.
Tidak setiap media sesuai dengan kondisi belajar mengajar, sehingga diperlukan pula keterampilan untuk memilih dan menggunakan serta mengusahakan media dengan baik. Memilih media pendidikan harus sesuai dengan tujuan, materi, metode serta kemampuan guru dan minat siswa. Hal ini penting untuk diketahui karena metode mengajar bersifat individual, artinya seorang guru mungkin dapat menggunakan suatu metode dengan baik sementara guru yang lain belum tentu demikian. Karena itu penggunaan suatu metode ataupun perangkat peralatan tidak dapat dipaksakan pada seorang guru.
Yang terpenting adalah bagaimana gaya interaksi pribadi itu dapat mencapai tujuan melalui tumbuhya hubungan yang positif dengan para siswa. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah kemampuan untuk mengusahakan berbagai sumber belajar yang menunjang dalam proses pembelajaran.
Penilaian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran. Penilaian bertujuan untuk memberikan umpan balik bagi guru dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran maupun bagi siswa sendiri dan orang tua siswa, penilaian bermanfaat untuk mengetahui kemajuan belajar siswa. Demikian pula dalam satu babakan belajar mengajar guru hendaknya menjadi penilai yang baik.
Kesalahan atau kelemahan dalam penyusunan alat-alat penilaian, misalnya tes hasil belajar, dapat memberikan dampak yang negatif terhadap proses belajar mengajar. Misalnya, penggunaan tes objektif yang terus menerus mengakibatkan anak kurang bersungguh-sungguh dalam belajar. Penilaian ini di sekolah hendaknya dilakukan secara objektif, kontinyu serta mempergunakan berbagai jenis yang bervariasi.
· Komitmen Terhadap Tugas
Ciri pokok profesionalisme adalah apabila seseorang memiliki komitmen yang mendalam terhadap tugasnya. Kecintaan terhadap tugas diwujudkan dalam bentuk curahan tenaga, waktu, dan pikiran.
Profesi guru sangatlah berlainan dengan profesi lainnya, karena pekerjaan guru menyangkut pertumbuhan, perkembangan fisik dan intelektual seorang anak manusia. Segala kegiatan pembelajaran harus disiapkan secara matang. Untuk itu guru harus benar-benar menyatu, menjiwai dan menghayati tugas-tugas keguruannya. Guru yang demikian akan mencintai siswa dan tugasnya. Hasilnya dapat dipastikan akan jauh lebih baik dan lebih bermakna.
· Disiplin
Pendidikan adalah suatu proses, bersama proses itu anak tumbuh dan berkembang dalam belajar. Pendidik dengan sengaja mempengaruhi arah proses itu sesuai dengan tata nilai yang dianggap baik dan diterima serta berlaku dalam masyarakat. Kuat lemahnya pengaruh itu sangat bergantung pada tata disiplin yang ditetapkan dan dicontohkan oleh guru.
Di kelas guru adalah pemimpin yang menjadi teladan dan panutan siswa-siswanya. Oleh sebab itu, disiplin bagi seorang guru merupakan bagian penting dari tugas-tugas kependidikan. Dalam hal ini tugas guru bukan saja melatih sikap disiplin pada anak didiknya tetapi juga lebih penting adalah mendisiplinkan diri sendiri sebagai ciri khas seorang guru.
Selain itu, guru juga dikatakan professional, apabila :
- Fleksibel
Fleksibel dalam artian guru yang tidak kaku, luwes, dan dapat memahami kondisi anak didik, memahami cara belajar mereka, serta mampu mendekati anak didik melalui berbagai cara sesuai kecerdasan dan potensi masing-masing anak.
- Optimis
Keyakinan yang tinggi akan kemampuan pribadi dan yakin akan perubahan anak didik ke arah yang lebih baik melalui proses interaksi guru-murid yang menyenangkan akan menumbuhkan karakter yang sama terhadap anak tersebut.
- Respek
Rasa hormat yang senantiasa ditumbuhkan di depan anak didik akan dapat memacu mereka untuk lebih cepat tidak sekadar memahami pelajaran, namun juga pemahaman yang menyeluruh tentang berbagai hal yang dipelajarinya.
- Cekatan
Anak-anak berkarakter dinamis, aktif, eksploratif, dan penuh inisiatif. Kondisi ini perlu di imbangi oleh guru sebagai pengajarnya, sehingga guru mampu bertindak sesuai kondisi yang ada.
- Humoris
Anak-anak malah takut kepada guru yang killer dan mereka pasti tidak mau belajar. Meskipun setiap orang mempunyai sifat humoris, sifat ini dituntut untuk dimiliki seorang pengajar. Karena pada umumnya, anak-anak suka sekali dengan proses belajar yang menyenangkan, termasuk dibumbui dengan humor. Secara tidak langsung, hal tersebut dapat membantu mengaktifkan kinerja otak kanan mereka.
- Inspiratif
Meskipun ada panduan kurikulum yang mengharuskan peserta didik mengikutnya, guru harus dapat menemukan banyak ide dari hal-hal baru dan lebih memahami informasi-informasi pengetahuan yang disampaikan gurunya.
- Lembut
Dimanapun, guru yang bersikap kasar, kaku, atau emosional, biasanya mengakibatkan dampak buruk bagi peserta didiknya, dan sering tidak berhasil dalam proses mengajar kepada anak didik. Pengaruh kesabaran, kelembutan, dan rasa kasing sayang akan lebih efektif dalam proses belajar mengajar dan lebih memudahkan munculnya solusi atas berbagai masalah yang muncul.
- Disiplin
Disiplin di sini tidak hanya soal ketepatan waktu, tapi mencakup bebagai hal lain. Sehingga, guru mampu menjadi teladan kedisplinan tanpa harus sering mengatakan tentang pentingnya disiplin. Contoh, disiplin dalam waktu, menyimpan barang, belajar dan sebagainya. Dengan demikian, akan timbul pemahaman yang kuat pada anak didik tentang pentingnya hidup disiplin.
- Responsif
Ciri guru yang profesional antara lain cepat tanggap terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, baik pada anak didik, budaya, sosial, ilmu pengetahuan maupun teknologi, dan lain-lain.
- Empatik
Setiap anak mempunyai karakter yang berbeda-beda, cara belajar dan proses peneriamaan, serta pemahaman terhadap pelajaran pun berbeda-beda. Oleh karena itu, seorang guru dituntut mempunyai kesabaran lebih dalam memahami keberagaman tersebut sehingga bisa lebih memahami kebutuhan-kebutuhan belajar mereka.
- Bersahabat
Bersahabat dalam artian seorang guru jangan membuat jarak yang lebar dengan anak didik hanya karena posisinya sebagai guru. Jika kita dapat menjadi teman mereka akan menghasilkan emosi yang lebih kuat daripada sekadar hubungan guru-murid. Sehingga, anak-anak akan lebih mudah beradaptasi dalam menerima pelajaran dan bersosialisasi dengan lingkungannya.
Guru yang baik adalah guru yang mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sebelum ia memulai proses pembelajaran. RPP ini berfungsi sebagai skenario proses pembelajaran agar lebih mempermudah, dan menciptakan kegiatan pembelajaran yang lebih terarah pada tujuan pembelajaran. Di dalam RPP harus ada standar kompetensi, kompetensi dasar yang ingin dicapai, indikator, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, model dan metode pembelajaran, langkah-langkah kegiatan pembelajaran, dan LKS (Jika perlu).
Dalam pembuatan RPP tersebut tidak bisa sembarangan, semuanya harus tersusun dengan rapi dan harus sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi dasar serta tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Sehingga diharapkan pembejaran akan berjalan dengan lancar, lebih efektif dan efesien, serta siswa mampu menangkap semua yang telah dipelajarinya.
(h). Segi guru berdaarkan karakter Pancasila
Keragaman nilai dalam Pancasila merupakan modal dasar pendidikan karakter. Kita tidak perlu lagi mencari-cari bentuk bahkan model pendidikan karakter karena basis kekuatan karakter bangsa telah kita miliki.
Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dalam sila pertama dapat kita jadikan acuan pembelajaran beberapa nilai. Nilai toleransi selama ini hanya menjadi wacana dan sulit untuk dilaksanakan dikarenakan berhenti pada tataran wacana kognitif. Hal tersebut mengakibatkan kelemahan karakter masyarakat. Sekolah seharusnya mulai mampu mencoba untuk menguraikan sila pertama menjadi bahan-bahan nilai dalam pendidikan karakter. Misalnya, toleransi, penghargaan terhadap kepercayaan lain melalui kegiatan-kegiatan permainan yang menarik.
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab menjadi bagian penting dalam rantai karakter bangsa. Memberadabkan sesama manusia menjadi modal utama dalam relasi sosial. Salah satu faktor dalam pendidikan karakter adalah kemampuan untuk memberikan apresiasi kepada orang lain. Melalui kegiatan praktis misalnya kerapian, kebersihan diri, ketekunan merupakan proses belajar untuk menjadi beradab. Hal tersebut dapat diajarkan melalui manajemen konflik. Sebagian orang melihat konflik adalah hal tabu sehingga konflik disingkirkan dari ranah pembelajaran. Padahal, dalam konflik, kita dapat saling memberadabkan manusia.
Konflik tentu bukan berarti anarkis, konflik dapat diajarkan melalui proses debat dan pemaparan argumen. Penting kiranya bahwa pendidikan manajemen konflik bertujuan untuk memberadabkan manusia dengan saling menghargai. Sila
Persatuan Indonesia mampu diuraikan dengan mengenalkan budaya Indonesia secara fisik. Berbagai hasil kebudayaan nasional sebagai contoh kebijaksanaan lokal adalah pintu masuk bagi pemahaman persatuan. Karakter persatuan yang mendasar adalah cinta Tanah Air. Proses cinta Tanah Air tentu tidak perlu lagi dengan cara-cara yang sangat abstrak.
Karakter ini dapat dibangun dengan membangun kreativitas siswa, tentu dengan masih membawa ciri khas kebudayaan daerah. Kreativitas siswa sangat erat dengan kemampuan memahami secara kognitif (competence). Dengan bantuan teknologi, kita dapat mengenalkan keragaman daerah dengan mudah. Bukan hanya itu saja, proses kreativitas juga makin mudah dengan bantuan teknologi. Karakter cinta Tanah Air dapat sangat terbantu dengan kehadiran alat modern sehingga dalam mengajar pun kita lebih mudah dan menarik.
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan adalah sila yang saat ini selalu menjadi acuan dalam kehidupan demokrasi di Indonesia. Satu masalah yang menarik adalah kita memiliki dasar nilai demokratis, namun tidak dapat dilaksanakan. Nilai demokrasi yang mendasar adalah taat asas, sesuai prosedur dan menghargai martabat orang lain sesuai hati nurani (conscience).
Inilah yang dapat disampaikan dalam pembelajaran pendidikan karakter siswa. Siswa dikenalkan dengan prosedur yang benar dan sesuai aturan/asas yang berlaku. Hal ini bukan untuk mengajak siswa menjadi pribadi yang semata patuh, namun mengajak mereka menjadi pribadi yang taat. Taat adalah bagian dari disiplin maka cara sila keempat ini dapat diawali dengan memberikan latihan disiplin diri untuk menghargai proses yang melibatkan orang lain.
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia merupakan basis kepekaan sosial yang sangat mendasar. Manusia yang berkarakter salah satu indikasinya adalah mampu berjuang untuk sesama, bukan utuk dirinya. Itulah yang dimaksud dengan keadilan sosial, keadilan sosial tidak perlu lagi dibahas dalam cakupan yang luas dan menerawang, namun dalam kegiatan sehari-hari siswa. Apakah siswa telah berbela rasa (compassion) kepada siswa lain? Hal inilah yang dapat diuraikan dalam pembelajaran sehari-hari.
Sudah saatnya bagi tiap sekolah untuk meletakkan kembali Pancasila sebagai acuan dasar dalam membentuk karakter siswa. Terbukti Pancasila sangat kaya akan nilai-nilai keutamaan hidup yang mampu menyejahterakan masyarakat Indonesia. Sejahtera berarti bebas dari tindakan anarkis, lepas dari masalah fundamentalitas agama, radikalisme kesukuan, dualisme minoritas-mayoritas, dan perekonomian yang stabil dan merata. Satu-satunya jalan mewujudkan kesejahteraan adalah melalui pendidikan karakter.
Sekali lagi, tentunya, pendidikan karakter tidak dapat direduksi pada tataran angka. Bukan berarti sulit dilakukan, hanya membutuhkan keberanian pihak sekolah untuk meletakkan pendidikan karakter pada ranah afeksi siswa. Pemahaman terhadap Pancasila secara utuh tentu menjadi syarat pokok setiap pendidik.
Melalui pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai luhur Pancasila, para generasi muda akan dapat menjadi warga negara yang baik yang mampu memahami hak dan kewajibannya, memahami ideologi negara secara utuh dan benar. Melalui pendidikan karakter berbasis Pancasila ini, para generasi muda mampu menjadi warga negara Indonesia yang baik, cerdas, terampil, dan berkarakter sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan perilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerja sama sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara dan membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain pendidikan karakter mengajarkan bangsa ini, pemuda negeri ini, untuk berpikir cerdas sehingga mampu mengatasi berbagai macam masalah baru yang ada, meningkatkan kemampuan untuk berbaur dengan bangsa lain dengan tetap mempertahankan identitas dan budaya bangsanya.
Pancasila mempunyai tujuan yang salah satunya yaitu sebagai pandangan hidup bangsa. Bahwa nilai-nilai Pancasila harus selalu dijadikan landasan pokok dalam berpikir dan berbuat, dan hal ini mengharuskan bangsa Indonesia untuk merealisasikan nilai-nilai Pancasila itu kedalam sikap dan perilaku baik dalam perilaku hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Salah satunya dengan menerapkan pendidikan berkarakter.
Dengan berlandaskan pancasila maka tingkah laku kita akan terlindungi dari hal-hal yang tidak sesuai dengan pancasila, dikarenakan saat ini sudah berkembang tentang kenakalan remaja dalam masyarakat seperti perkelahian masal (tawuran). Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional pada pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal tersebut juga terdapat pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4.
Pendidikan karakter tidak saja merupakan tuntutan Undang-Undang dan peraturan pemerintah, tetapi juga oleh agama. Hal itu dicerminkan dari sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Pembangunan karakter bangsa mempunyai tujuan yang salah satunya yaitu untuk mengembangkan karakter bangsa sehingga mampu mewujudkan masyarakat yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai bangsa Indonesia kita harus mempunyai karakter yang sesuai dengan pancasila, jadi setiap aspek karakter yang diberikan harus dijiwai oleh ke lima sila Pancasila secara utuh. Pendidikan karakter pada dasarnya dapat diberikan dalam setiap pembelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan pancasila perlu dikembangkan antara lain materi tentang norma atau ilai-nilai sehingga karakter seseorang yang sesuai dengan pancasila dapat dibentuk dari proses pembelajaran.
Membangun karakter adalah suatu proses atau usaha yang dilakukan untuk membina, memperbaiki dan atau membentuk tabiat, watak, sifat kejiwaan, ahlak (budi pekerti), insan manusia (masyarakat) sehingga menunjukkan tingkah laku yang baik berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
Adapun 45 butir-butir pancasila antara lain sebagai berikut :
1. Sila pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa
a. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b. Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradap.
c. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasaama antara pemeluk agama dengan pengenut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
d. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
e. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
f. Mengembangkan sikapsaling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
g. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
2. Sila kedua : Kemanusian Yang Adil dan Beradab
a. Mengakui dan memberlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
b. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
c. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
d. Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepa selira.
e. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
f. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
g. Berani membela kebenaran dan keadilan.
h. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
i. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan kerjasama dengan bangsa lain.
3. Sila ketiga : Persatuan Indonesia
a. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
b. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan Negara dan bangsa apabila diperlukan.
c. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
d. Mengembangkan rasa kebanggan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
e. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian dunia dan keadilan sosial.
f. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhineka Tunggal Ika.
g. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4. Sila keempat : Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan
a. Sebagai warga Negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan hak dan kewajiban yang sama.
b. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
d. Musyawarah untuk mencapai mufakatdiliputi semangat kekeluargaan.
e. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapaisebagai hasil musyawarah.
f. Dengan I’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
g. Didalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
h. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
i. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
j. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan permusyawaratan.
5. Sila kelima : Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
a. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
b. Mengembankan sikap adil terhadap sesame.
c. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
d. Menghormati hak orang lain.
e. Suka member pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
f. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
g. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
h. Suka bekerja keras.
i. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
j. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang meratadan berkeadilan sosial.
· Pengaruh Pemikiran Dalam Pendidikan
Mendekati proses pendidikan dalam sebuah pemikiran cerdas untuk mendirikan sekolah taman siswanya, jauh sebelum Indonesia mengenal arti kemerdekaan. Konsepsi Taman Siswa pun coba dituangkan Ki Hajar Dewantara dalam solusi menyikapi kegelisahan-kegelisahan rakyat terhadap kondisi pendidikan yang terjadi saat itu, sebagaimana digambarkan dalam asas dan dasar yang diterapkan Taman Siswa.
Orientasi Asas Dan Dasar Pendidikan Dari Ki Hajar Dewantara diupayakan sebagai asas perjuangan yang diperlukan pada waktu itu menjelaskan sifat pendidikan pada umumnya. Pengaruh pemikiran pertama dalam pendidikan adalah dasar kemerdekaan bagi tiap-tiap orang untuk mengatur dirinya sendiri. Bila diterapkan kepada pelaksanaan pengajaran maka hal itu merupakan upaya di dalam mendidik murid-murid supaya dapat berperasaan, berpikiran dan bekerja merdeka demi pencapaian tujuannya dan perlunya kemajuan sejati untuk diperoleh dalam perkembangan kodrati.
Hak mengatur diri sendiri berdiri (Zelfbeschikkingsrecht) bersama dengan tertib dan damai (orde en vrede) dan bertumbuh menurut kodrat (natuurlijke groei). Ketiga hal ini merupakan dasar alat pendidikan bagi anak-anak yang disebut “among metode” (sistem-among) yang salah satu seginya ialah mewajibkan guru-guru sebagai pemimpin yang berdiri di belakang tetapi mempengaruhi dengan memberi kesempatan anak didik untuk berjalan sendiri. Inilah yang disebut dengan semboyan “Tut Wuri Handayani”. Menyinggung masalah kepentingan sosial, ekonomi dan politik kecenderungan dari bangsa kita untuk menyesuaikan diri dengan hidup dan penghidupan ke barat-baratan telah menimbulkan kekacauan.
Menurut Ki Hajar Dewantara Sistem pengajaran yang terlampau memikirkan kecerdasan pikiran yang melanggar dasar-dasar kodrati yag terdapat dalam kebudayaan sendiri. Sementara hal yang menyangkut tentang dasar kerakyatan untuk memepertinggi pengajaran yang dianggap perlu dengan memperluas pengajarannya. dan memiliki pokok asas untuk percaya kepada kekuatan sendiri.
Dalam dunia pendidikan mengharuskan adanya keikhlasan lahir-batin bagi guru-guru untuk mendekati anak didiknya. Sesungguhnya semua hal tersebut merupakan pengalaman dan pengetahuan Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan barat yang mengusahakan kebahagian diri, bangsa dan kemanusiaan.
(i). Kesiapan diri Dari Segi Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan merupakan ilmu filsafat yang mempelajari hakikat pelaksanaan dan pendidikan. Bahan yang dipelajari meliputi tujuan, latar belakang, cara, hasil, dan hakikat pendidikan. Metode yang dilakukan adalah dengan menganalisa secara kritis struktur dan manfaat pendidikan. Filsafat pendidikan berupaya untuk memikirkan permasalahan pendidikan. Salah satu yang dikritisi secara konkret adalah relasi antara pendidik dan peserta didik dalam pembelajaran. Salah satu yang sering dibicakan dewasa ini adalah pendidikan yang menyentuk aspek pengalaman. Filsafat pendidikan berusaha menjawab pertanyaan mengenai kebijakan pendidikan, sumber daya manusia, teori kurikulum dan pembelajaran serta aspek-aspek pendidikan yang lain.
Filsafat dan pendidikan sebenarnya adalah dua istilah yang mempunyai makna sendiri. Akan tetapi ketika digabungkan akan menjadi sebuah tema yang baru dan khusus. Filsafat pendidikan tidak dapat dipisahkan dari ilmu filsafat secara umum. Filsafat pendidikan memandang kegiatan pendidikan sebagai objek yang dikaji. Ada banyak defisini mengenai filsafat pendidikan tapi akhirnya semua mengatakan dan mengajukan soal kaidah-kaidah berpikir filsafat dalam rangka menyelesaikan permasalahan pendidikan. Upaya ini kemudian menghasilan teori dan metode pendidikan untuk menentukan gerak semua aktivitas pendidikan.
Pandangan fislafat pendidikan sama dengan perananya merupakan landasan filosofis yang menjiwai seluruk kebijaksanaan pelaksanaan pendidikan. Dimana landasan filsofis merupakan landasan yang berdasarkan atas filsafat. Landasan filsafat menalaah sesautu secara radikal, menyeluruh, dan konseptual tentang religi dan etika yang bertumpu pada penalran. Oleh karena itu antara filsafat dengan pendidikan sangat erat kaitannya, dimana filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan masyarkaat sedangkan pendidikan berusahan mewujudkan citra tersebut.
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan.
Filsafat mengadakan tinjauan yang luas mengani realita, maka dikupaslan antara lain pandangan dunia dan pandangan hidup. Konsep-konsep mengenai ini dapat menjadi landasan penyusunan konsep tujuan dan metodologi pendidik. Disamping itu, pengalaman pendidik dalam menuntut pertumbuhan danperkembangan anak akan berhubungan dan berkenalan dengan realita. Semuanya itu dapat disampaikan kepada flsafat untuk dijadikan bahan-bahan pertimbangan dan tinjauan untuk memperkembangkan diri. Hubungan filsafat dengan filsafat pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Filsafat mempuyai objek lebih luas, sifatnya universal. Sedangkan filsafat pendidikan objeknya terbatas dalam dunia filsafat pendidikan saja
2. Filsafat hendak memberikan pengetahuan/ pendiidkan atau pemahaman yang lebih mendalam dan menunjukkan sebab-sebab, tetapi yang tak begitu mendalam
3. Filsafat memberikan sintesis kepada filsafat pendidikan yang khusus, mempersatukan dan mengkoordinasikannya
4. Lapangan filsafat mungkin sama dengan lapangan filsafat pendidikan tetapi sudut pandangannya berlainan
Dalam menerapkan filsafat pendidikan, seoran guru sebagai pendidik dia mengharapkan dan mempunyai hak bahwa ahli-ahli filsafat pendidikan menunjukkan dirinya pda masalah pendiidkan pad aumumnya serta bagaimna amasalah itu mengganggu pada penyekolhan yang menyangkut masalah perumusan tujuan, kurkulum, organisasi sekolah dan sebagainya. Dan para pendidik juga mengahrapkan dari ahli filsafat pendiidkan suatu klasifikasi dari uraian lebih lanjut dari konsep, argumen dirinya literatur pendidikan terutam adalam kotraversi pendidikan sistem-sistem, pengjuian kopetensi minimal dan kesamaan kesepakatan pendidikan.
Brubacher (1950) mengemukakan tentang hubungan antara filsafat dengan filsafat pendidikan, dalam hal ini pendidikan : bahwa filsafat tidak hanya melahirkan sains atau pengetahuan baru, melainkan juga melahirkan filsafat pendidikan. Filsafat merupakan kegiatan berpikir manusia yang berusaha untuk mencapai kebijakan dankearifan. Sedangkan filsafat pendidikan merupakan ilmu ayng pad ahakekantya jawab dari pertanyaa-pertanyaan yagn timbul dalam lapangan pendidkan. Oleh karen aberisfat filosofis, dengan sendirinya filsafat pendidikan ini hakekatnya adalah penerapan dari suatu analisa filosofis terhadap lapangan pendidikan.
Pendidikan dapat dibedakan menjadi dua wilayah yaitu humanisme dan akademik. Segi humanisme mengembangkan manusia dari segi ketrampilan dan praktik hidup. Sementara aspek akademik menekankan nilai kognitif dan ilmu murni. Keduanya merupakan aspek penting yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan. Filsafat pendidikan berperan untuk terus menganalisa dan mengkritisi aspek akademik dan humanis demi sebuah pendidikan yang utuh dan seimbang. Filsafat pendidikan akan terus melakukan peninjauan terhadap proses pendidikan demi perkembangan pendidikan yang mencetak manusia handal.
Realitas-realitas pendidikan yang menjadi objek kajian filsafat pendidikan antara lain:
1. Hakikat manusia ideal sebagai acuan pokok bagi pengembangan dan penyempunaan.
2. Pendidikan dan nilai-nilai yang dianut sebagai suatu landasan berpikir dan memengaruhi tatanan hidup suatu masyarakat.
7. Hubungan antara lembaga pendidikan dengan tatanan masyarakat dan organisasi serta situasi sosial sekitar.
8. Nilai dan pengetahuan sebagai aspek penting dalam pengajaran.
(j). Kesiapan Diri dari Segi Antropologi Pendidikan
Kata antropologi menurut Koentjaraningrat merupakan gabungan duakonsep yaitu Antropos yang berarti manusia dan Logos yakni ilmu. Artinya, ilmu yang mempelajari tentang aspek manusia yang manitiktekankan pada :
1. Sejarah perkembangan manusia sebagai makhlkuk sosial dan budaya.
2. Sejarah terjadinya aneka warna makhluk manusia dipandang dari sudutciri tubuhnya.
3. Penyebaran dan terjadinya aneka warna bahasa yang diucapkan olehmanusia di dunia.
4. Pekembangan, penyebaran, dan terjadinya aneka warna darikebudayaan manusia di dunia.
5. Dasar dan aneka warna kebudayaan manusia dalam kehidupannya.
Menurut Agus dan Murtijo, kelahiran antropologi diawali ketika masyarakat Barat tertarik terhadap bangsa-bangsa pribumi yang berdoisili diluar wilayah budayanya. Semula ketertarikan itu pada ranah warna kulit, warna rambut, bentuk mata, maupun postur tubuh komunitas yang berada di Afrika, Asia, maupun di Indian Amerika, dengan hal tersebut memunculkan konsepsi antropologi fisik. Ketertarikan berikutnya, para antropologi Barat pada ranah tingkah laku manusia, hasil karya manusia, dan sistem sosial budaya.
Menurut Nur Syam, ruang lingkup (pembidangan) kajian antropologi terpilah atas antropologi fisik, antropologi budaya, dan antropologi sosial. Antropologi fisik mengkaji tentang keanekaragaman ciri khas fisik manusiadan perkembangannya. Ciri fisik itu meliputi warna kulit, tinggi badan, ukurantengkorak, ukuran otak, golongan darah, dan anggota tubuh lainnya.Sedangkan antropologi budaya mengkaji manusia dalam dimensi budaya yang dimilikinya meliputi: bahasa, tulisan, kesenian, sistem pengetahuan, dantotalitas kehidupan manusia.
Adapun antropologi sosial mengkaji tentang prinsip-prinsip persamaan dan keanekaragaman budaya masyarakat dengan generaling aproach inilah sub bidang antropologi antara lain : antropologi ekonomi, antropologi kehutanan, antropologi kesehatan, antropologi politik, antropologi agama, dan masih banyak lagi. Dengan pemetaan tersebut, dipandang perlu memunculkan antropologi pendidikan.
Kiprah antropologi dalam kehidupan menurut Mattulada adalah ilmuyang memperhatikan terbentuknya pola perilaku dalam tatanan nilai yangdianut dalam kehidupan manusia. Dengan antropologi diharapkan nilai-nilai sosial dapat dijadikan basic berperilaku masyarakat. Hal ini bermakna bahwa antropologi berkiprah terhadap masyarakatnya berupa praktik konkrit untuk kehidupan masyarakat ini.
Munculnya ilmu antropologi pendidikan karena adanya perkembangan ilmu pendidikan yang direspon oleh masyarakat dengan menggunakan pendekatan budaya. Hal tesebut diawali dengan memahami bahwa ilmu pendidikan tidak murni hanya berjalan dalam rel pendidikan, akan tetapi ilmu yang bersentuhan dengan budaya dan perkembangan budaya masyarakatnya. Hal itu diperkuat oleh realitas bahwa pendidikan salah satu bagian dari ruh budaya.
Dengan ilmu antropologi pendidikan dijadikan bekal peserta didik dalam berbudaya di tengah komunitas budayanya. Tujuan antropologi pendidikan antaral ain untuk mencetak generasi yang berbudaya, untuk mengenalkan muatan budaya bangsa yang bersumber dari budaya lokal, nasionalmaupunglobal, untukmenstimulasi terciptanya budayahasilinovasi, untuk mentradisikan penghormatan terhadap keanekaragaman budaya, untuk mempertahankan budaya adiluhung, dan agarsiap dan sanggup menerima realitas budaya.
Untuk memperoleh pemahaman tentang landasan filosofis antropologi pendidikan,tentunyamemunculkanjawabanyangberkaitandengantiga landasan dasar filsafat yakni epistimologi, ontology dan aksiologi keilmuan.
Epistimologi berasal dari bahasa Yunani dari asal kata ‘epistema’ yang berarti pengetahuan dan ‘logos’ yang bermakna pengetahuan. Jadi, epistimologi adalah pengetahuan mengenai pengetahuan. Esensi dasar yang dikaji epistimologi adalah persoalan yang diketahui dan bagaimana caramengetahui. Jadi, epistimologi dalam pendidikan adalah memberikan jawaban bahwa ilmu antropologi pendidikan adalah ilmu yang memadukan antara konsepsi budaya dengan pendidikan.
Sedangkan kata ‘ontologi’ berasal dari bahasa Inggris yakni ‘ontology’ juga berasal dari bahasa Yunani dari kata ‘on’ yang berarti ada dan ‘ontos’berartipemikian. Jadi, ontology adalah pemikiran mengenai yang ada dan keberadaannya. Sedangkan landasan ontology ilmu antropologi pendidikan adalah keberadaan budaya di tengah ekologi budaya.
Adapun aksiologi menurut Heri dan Listiyono berasal dari kata ‘axios’yang berarti nilai dan ‘logos’yang berarti ilmu atau teori. Jadi, aksiologi adalah ilmu atau teori yang mempelajari hakikat nilai. Jadi, aksiologi kaitannya dengan antropologi pendidikan digunakan sebagai landasan sejauh mana manfaat yang diberikan dari konsep (antropologi pendidikan) terhadap peserta didik dalam kehidupan sehari-sehari di tengah ekologi budayanya.
Untuk memperoleh pemahaman tentang pentingnya mengkaji antropologi pendidikan, dapat dipahami beberapa poin berikut antara lain: memahami esensi dasar kebudayaan, mencetak generasi yang berbudaya, menghormati aneka-ragam kebudayaan indonesia, dan dengan memahami setiap pesan budaya baik yang tersurat maupun tersirat, berinovasi dengan budaya baru yang adiluhung, tertanamnya praktik pendidikan karakter dan pendidikan budi pekerti, dan terciptanya peserta didik yang berbudaya.
Dapat dinyatakan bahwa peran antropologi pendidikan pada dasarnyaadalah mediator (perantara) antara peserta didik dengan dinamika beserta pernik-pernik budaya yang ada di sekitarnya. Untuk memediasinya langkahdasar yang harus ditanamkan adalah pengenalan terhadap aneka budaya.Meskipun penanam itu memerlukan kiat dan strategi yang dinamis sesuaidengan objek budaya setara berkesinambungan.
Adapun hambatan pelaksanaan Antropologi pendidikan antara lain :
1. Komersialisasi.
Komersialisasi dalam konteks ini diberi nama praktis dan sederhanaadalah segala sesuatu yang dilakukan oleh individu ketika berinteraksiyang mengeluarkan tenaga atau pikiran dengan pihak lain, bagi pelakunyamengharapkan upah atau materi. Hal ini pada dasarnya menafikan esensisikap tolong-menolong antarsesama.
2. Kapitalisasi.
Maksud kapitalisasi adalah penghargaan dan kesuksesan orang hidupdi abad modern diukur dengan seberapa besar modal yang dimiliki.
(k). Kesiapan diri dari Segi Hukum
Secara khusus, pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan, yang berlangsung di dalam dan luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang.
Menurut Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional pasal 1 : “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Pendidikan sebagai usaha sadar yang selalu bertolak dari sejumlah landasan serta pengindahan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas tersebut sangat penting, karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu. Secara umum, pendidikan merupakan segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup.
Landasan yuridis atau hukum pendidikan dapat diartikan seperangkat konsep peraturan perundang-undangan yang berlaku yang menjadi titik tolak atau acuan (bersifat material, dan bersifat konseptual) dalam rangka praktek pendidikan dan studi pendidikan. Jadi, landasan hukum pendidikan adalah dasar atau fondasi perundang-undangan yang menjadi pijakan dan pegangan dalam pelaksanaan pendidikan di suatu negara.
Tiap-tiap negara memiliki peraturan perundang-undangan sendiri. Landasan yuridis pendidikan Indonesia juga mempunyai seperangkat peraturan perundang-undangan yang menjadi titik tolak sistem pendidikan di Indonesia, yang meliputi :
- Pembukaan UUD 1945
- UUD 1945 sebagai Landasan Yuridis Pendidikan Indonesia.
- Pancasila sebagai Landasan Idiil Sistem Pendidikan Indonesia.
- Ketetapan MPR sebagai Landasan Yuridis Pendidikan Nasional
- Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah sebagai Landasan Yuridis Pendidikan Nasional
- Keputusan Presiden sebagai Landasan Yuridis Pelaksanaan Pendidikan Nasional
- Keputusan Menteri sebagai Landasan Yuridis Pelaksanaan Pendidikan Nasional
- Instruksi Menteri sebagai Landasan yuridis Pelaksanaan Pendidikan Nasional
Adapun Undang-undang yang melandasi pendidikan antara lain:
· Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
Pada Pembukaan UUD 1945 yang menjadi landasan hukum pendidikan terdapat pada Alinea Keempat.
· Pendidikan menurut Undang-Undang 1945
Undang-Undang Dasar 1945 adalah merupakan hukum tertinggi di Indonesia. Pasal-pasal yang berkaitan dengan pendidikan Bab XIII yaitu pasal 31 dan pasal 32. Pasal 31 ayat 1 berisi tentang hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan, sedangkan pasal 31 ayat 2-5 berisi tentang kewajiban negara dalam pendidikan. Pasal 32 berisi tendang kebudayaan. Kebudayaan dan pendidikan adalah dua unsur yang saling mendukung satu sama lain.
· Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional
Undang-undang ini memuat 59 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum (istilah-istilah dalam undang-undang ini), kedudukan fungsi dan tujuan , hak-hak warga negara untuk memperoleh pendidikan, satuan jalur dan jenis pendidikan, jenjang pendidikan, peserta didik, tenaga kependidikan, sumber daya pendidikan, kurikulum, hari belajar dan libur sekolah, bahasa pengantar, penilaian, peran serta masyarakat, badan pertimbangan pendidikan nasional, pengelolaan, pengawasan, ketentuan lain-lain, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
· Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-undang ini selain memuat pembaharuan visi dan misi pendidikan nasional, juga terdiri dari 77 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum(istilah-istilah terkait dalam dunia pendidikan), dasar, fungsi dan tujuan pendidikan nasional, prinsip penyelenggaraan pendidikan, hak dan kewajiban warga negara, orang tua dan masyarakat, peserta didik, jalur jenjang dan jenis pendidikan, bahasa pengantar, stándar nasional pendidikan, kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pendanaan pendidikan, pengelolaan pendidikan, peran serta masyarakat dalam pendidikan, evaluasi akreditasi dan sertifikasi, pendirian satuan pendidikan, penyelenggaraan pendidikan oleh lembaga negara lain, pengawasan, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
· Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
Undang undang ini memuat 84 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum (istilah-istilah dalam undang-undang ini), kedudukan fungsi dan tujuan, prinsip profesionalitas, seluruh peraturan tentang guru dan dosen dari kualifikasi akademik, hak dan kewajiban sampai organisasi profesi dan kode etik, sanksi bagi guru dan dosen yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
· Undang-Undang No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
Undang-undang ini memuat 97 Pasal yang mengatur tentang Ketentuan Umum, Lingkup, Fungsi dan Tujuan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidikan dan Tenaga Pendidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, Standar Penilaian Pendidikan, Badan Standar Nasional Pendidikan, Evaluasi, Akreditasi, Sertifikasi, Penjamin Mutu, Ketentuan Peralihan, Ketentuan Penutup. Menurut Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: “Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Serta peraturan-peraturan tentang pendidikan yaitu:
- Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
- Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1990 Tentang Status Pendidikan Pancasila dalam Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagai mata kuliah wajib untuk setiap program studi dan bersifat nasional
· Peraturan Menteri No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
· Peraturan Menteri No. 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan
· Peraturan Menteri No. 24 Tahun 2006 Tentang Pelaksana Peraturan Menteri No. 22 dan No. 23
· Peraturan Menteri Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Kepala Sekolah
· Peraturan Menteri Nomor 16 Tahun 2007 dan Nomor 32 Tahun 2008 Tentang Guru
· Peraturan Menteri Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan
· Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2007 Tentang Standar Penilaian
· Peraturan Menteri Nomor 24 Tahun 2007 dan Permen Nomor 33 Tahun 2008 tentang Standar Sarana Prasarana.
· Peraturan Menteri Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses
· Peraturan Menteri Nomor 47 Tahun 2008 Tentang Standar Isi
· Peraturan Menteri Nomor 24 Tahun 2008 Tentang TU
· Peraturan Menteri Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Perpustakaan
· Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Laboratorium
· Peraturan Menteri Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kesiswaan
· Keputusan Menteri No. 3 Tahun 2003 Tentang Tunjangan Tenaga Kependidikan
· Keputusan Menteri No. 34/ U/03 Tentang Pengangkatan Guru Bantu
Sebagai implikasi dari landasan hukum pendidikan, maka pengembangan konsep pendidikan di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Ada perbedaan yang jelas antara pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
2. Pendidikan profesional tidak cukup hanya menyiapkan ahli dalam menerapkan satu teori, tetapi juga mempelajari cara membina tenaga pembantu dan mengusahakan alat-alat bekerja
3. Sebagai konsekuensi dari beragamnya kemampuan dan minat siswa serta dibutuhkannya tenaga kerja menengah yang banyak, maka perlu diciptakan berbagai ragam sekolah kejuruan.
4. Untuk merealisasikan terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya maka perlu perhatian yang sama terhadap pengembangan afektif, kognitif dan psikomotor pada semua tingkat pendidikan.
5. Pendidikan humaniora perlu lebih menekankan pada pelaksanaan dalam kehidupan seharÃ-hari agar pembudayaan nilai-nilai Pancasila akan lebih mudah dicapai.
6. Isi kurikulum mulok agar disesuaikan dengan norma-norma, alat, contoh dan keterampilan yang dibutuhkan di daerah setempat.
7. Perlu diselenggarakan suatu kegiatan badan kerjasama antara sekolah masyarakat dan orang tua untuk menampung aspirasi, mengawasi pelaksanaan pendidikan, untuk kemajuan di bidang pendidikan.
Landasan hukum pendidikan merupakan seperangkat peraturan dan perundang-undangan yang menjadi panduan pokok dalam pelaksanaan sistem pendidikan di Indonesia. Peraturan yang satu dan yang lain seharusnya saling melengkapi. Permasalahan yang saat ini terjadi adalah perundangan dan peraturan yang ada belum sepenuhnya terlaksana dengan baik.
Pada batang tubuh UUD 1945 Pasal 31 Ayat 1 berbunyi : “Tiap – tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran”. Pada kenyataannya masih banyak warga negara baik dari kelompok masyarakat miskin, daerah tertinggal dan sebagainya yang belum mendapatkan pengajaran seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang tersebut.
Pada UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas Pasal 4 ayat 2 berbunyi: “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”. Namun dalam kenyataanya sebagian penyelenggaraan pendidikan belum sesuai dengan peraturan tersebut. Penyelenggaraan pendidikan masih saja bersifat diskriminatif dan tidak menjunjung hak asasi manusia. Misalnya dalam penyelenggaraan pendidikan di RSBI dengan pelajarannya yang begitu padat siswa kehilangan hak-haknya untuk bermain, serta diskriminatif karena hanya siswa yang pandai dan mampu saja yang bisa menempuh pendidikan disana.
Kita akan masih banyak menemukan beberapa undang-undang yang belum mencapai tujuannya, karena bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, tentu tidak mudah mencapai semua tujuan dengan singkat dan cepat. Tercapainya tujuan pendidikan membutuhkan dukungan positif dari pendukung segala aspek masyarakat, penyelenggara pendidikan dan pemerintah. Maka penyelenggaraan pendidikan yang baik adalah sesuai dengan landasan-landasan pendidikan. Pelaksanaan pendidikan yang berlandaskan hukum akan menjadikan penyelenggaraan pendidikan terarah, teratur dan sesuai dengan akar kebudayaan nasional.
Para pendidik dan masyarakat umum perlu bersikap dan bertindak positif mensukseskan tujuan pendidikan tersebut, antara lain dengan cara :
1. Memberikan dorongan kepada peserta didik dan warga belajar untuk belajar terus
2. Mengurangi beban kerja anak-anak manakala mereka harus membantu meringankan beban ekonomi orang tuanya
3. Membantu menyiapkan lingkungan belajar dan alat-alat belajar di rumah untuk merangsang kemauan belajar anak-anak
4. Membantu biaya pendidikan
5. Mengijinkan anak pindah sekolah, bila ternyata sekolah semula sudah tidak dapat menampung
6. Bila diperlukan, membantu menyiapkan gedung untuk lokasi belajar
7. Bersedia menjadi narasumber untuk keterampilan-keterampilan tertentu yang banyak dibutuhkan para pendidik dasar tingkat-tingkat akhir
8. Mengizinkan peserta didik dan warga belajar magang di perusahaan-perusahaan dan perdagangan-perdagangan
9. Responsif terhadap kegiatan-kegiatan sekolah, terutama yang dilaksanakan di masyarakat
10. Bersedia menjadi orang tua angkat atau orang tua asuh bagi anak-anak yang sudah tidak memiliki orang tua, atau orang tuanya tidak mampu membiayai anak-anaknya.
(l). Kesiapan dari segi penguasaan teknologi
Menghadapi tantangan demikian, diperlukan guru yang benar-benar profesional. Dalam konteks ini kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru guna menghadapi era global yaitu:
1. Kemampuan antisipasi
Kemampuan antisipasi merupakan kemampuan yang harus dimiliki seorang pendidik untuk mengantisipasi dan mencegah terjadinya masalah baik dalam proses pembelajaran maupun masalah yang mungkin timbul diluar pembelajaran. Misalnya kemampuan antisipasi dapat dilakukan dengan cara guru mempersiapkan sarana prasarana dan segala sesuatunya agar tidak terjadi kendala dalam proses KBM.
2. Kemampuan mengenali dan mengatasi masalah
Seorang pendidik perlu melakukan pendekatan terhadap peserta didiknya untuk dapat mengenali dan mengidentifikasi masalah yang dihadapi oleh peserta didiknya baik itu yang berkaitan dengan akademi maupun non akademi. Tidak hanya berhenti pada mengenali masalah saja, namun juga dilakukan follow up pemilihan solusi dari masalah yang dihadapi siswa dan melaksanakan solusi tersebut sehingga masalah peserta didik dapat teratasi.
3. Kemampuan mengakomodasi
Seorang guru harus mampu mengakomodasi perbedaan yang terdapat pada peserta didiknya. Perbedaan disini dapat berupa kebutuhan antara satu individu dengan individu lain. Guru dapat mengakomodasi kebutuhan peserta didik dalam kaitannya dengan pembelajaran seperti menyediakan kebutuhan akan ilmu, dan sarana prasarana bila mampu.
4. Kemampuan melakukan reorientasi
Sikap terhadap suatu hal. Guru perlu menentukan acuan-acuan apa saja yang akan dicapai Sebagai pendidik, guru harus mampu melakukan reorientasi yaitu meninjau kembali suatu wawasan dan menetukan dan membuat peserta didiknya yakin dan termotivasi untuk mencapai tujuan tersebut.
5. Kompetensi Generic (Generic Competences)
Kemampuan generik merupakan kemmapuan yang harus dimiliki seorang pendidik yang didalamnya mencakup strategi kognitif, dan dapat pula dikenal dengan sebutan kemampuan kunci-kunci, kemampuan inti (core skill), kemampuan essensial, dan kemampuan dasar. Kemampuan generik antara lain meliputi : keterampilan komunikasi, kerja tim, pemecah masalah, inisiatif dan usaha (initiative dan enterprise), merencanakan dan mengorganisasi, menegemen diri, keterampilan belajar dan keterampilan teknologi (Gibb dalam Rahman, 2008).
6. Keterampilan mengatur diri (managing self skills),
Mendorong diri sendiri untuk mau mengatur semua unsur kemampuan pribadi, mengendalikan kemauan untuk mencapai hal-hal yang baik, dan mengembangkan berbagai segi dari kehidupan pribadi agar lebih sempurna. Bagaimana seseorang guru bisa menjadi seorang guru yang professional dan berbudi luhur kalau ia tidak dapat mendorong, mengatur, mengendalikan, dan mengembangkan semua sumber daya pribadinya. Oleh karena itu keterampilan mengatur diri bagi seorang guru adalah sangat mutlak diperlukan agar dapat menjalankan segala tugasnya dengan baik.
7. Keterampilan berkomunikasi (communicating skills),
Keterampilan berkomunikasi adalah keterampilan utama yang harus dimiliki untuk mampu membina hubungan yang sehat dimana saja, di lingkungan sosial, sekolah, usaha dan perkantoran, di kebun atau dimana saja. Sebagian besar masalah yang timbul dalam kehidupan sosial adalah masalah komunikasi. Jika keterampilan komunikasi dimiliki maka akan sangat besar membantu meminimalisasi potensi konflik sekaligus membuka peluang sukses
8. Kemampuan mengelola orang dan tugas (ability of managing people and tasks)
Kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru agar dapat mengelola peserta didiknya sekaligus tugas keguruanya agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Mengelola orang dengan mengenali emosi orang lain berarti kita memiliki empati terhadap apa yang dirasakan orang lain. Penguasaan keterampilan ini membuat kita lebih efektif dalam berkomunikasi dengan orang lain. Inilah yang disebut Stephen Covey sebagai komunikasi empatik. Berusaha mengerti terlebih dahulu sebelum dimengerti. Keterampilan ini merupakan dasar dalam berhubungan dengan manusia secara efektif. Dari segi tugas,guru berfungsi memberikan dorongan kepada siswa untuk dapat belajar lebih giat, dan memberikan tugas kepada siswa sesuai dengan kemampuan dan perbedaan individual peserta pendidik.
9. Kemampuan mobilisasi pengembangan dan perubahan (mobilizing innovation and change).
Kemampuan mobilisasi perkembangan dan perubahan yaitu guru berfungsi melakukan kegiatan kreatif, menemukan strategi, metode, cara-cara, atau konsep-konsep yang baru dalam pengajaran agar pembelajaran bermakna dan melahirkan pendidikan yang berkualitas. Guru bertanggung jawab untuk mengarahkan perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris masa depan dan guru berperan untuk menyampaikan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.
Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta semangat kompetitif juga meruapakan hal penting bagi guru-guru yang profesional karena diharapkan mereka dapat membawa atau mengantarkan peserta didiknya mengarungi dunia ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memasuki era global yang melek ilmu pengetahuan dan teknologi, dan sangat kompetitif.
Di era global karakteristik guru harus jelas dan tegas dipertahankan antara lain adalah:
1. Memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang mumpuni
2. Memiliki kepribadian yang kuat dan baik
3. Memiliki keterampilan membangkitkan minat peserta didik dalam bidang IPTEK
Setidaknya ada empat prasyarat bagi seorang guru agar dapat bekerja professional, yaitu:
1. kemampuan guru mengolah/ menyiasati kurikulum,
2. kemampuan guru mengaitkan materi kurikulum dengan Iingkungan
3. kemampuan guru memotivasi siswa untuk belajar sendiri
4. kemampuan guru untuk mengintegrasikan berbagai mata pelajaran menjadi kesatuan konsep yang utuh (perlu adanya pembelajaran terpadu)
(m). Kesiapan dari aspek penguasaan TIK
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah memberikan
pengaruh terhadap dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran.
Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya penggunaan TIK ada lima pergeseran dalam proses pembelajaran yaitu:
1. dari pelatihan ke penampilan,
2. dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja,
3. dari kertas ke “on line” atau saluran,
4. fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja,
5. dari waktu siklus ke waktu nyata.
Komunikasi sebagai media pendidikan dilakukan dengan menggunakan media-media komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dsb. Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut. Guru dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan siswa. Demikian pula siswa dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan menggunakan komputer atau internet. Hal yang paling mutakhir adalah berkembangnya apa yang disebut “cyber teaching” atau pengajaran maya, yaitu proses pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan internet. Istilah lain yang makin poluper saat ini ialah e-
learning yaitu satu model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi khususnya internet. Menurut Rosenberg (2001; 28), e-learning merupakan satu penggunaan teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas yang belandaskan tiga kriteria yaitu:
1. e-learning merupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan membagi materi ajar atau informasi,
2. pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan
menggunakan teknologi internet yang standar,
3. memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di
balik paradigma pembelajaran tradisional.
Saat ini e-learning telah berkembang dalam berbagai model pembelajaran yang berbasis TIK seperti: CBT (Computer Based Training), CBI (Computer Based Instruction), Distance Learning, Distance Education, CLE (Cybernetic Learning Environment), Desktop Videoconferencing, ILS (Integrated Learning Syatem), LCC (Learner-Cemterted Classroom), Teleconferencing, WBT (Web-Based Training), dsb.
Satu bentuk produk TIK adalah internet yang berkembang pesat di penghujung abad 20 dan di ambang abad 21. Kehadirannya telah memberikan dampak yang cukup besar terhadap kehidupan umat manusia dalam berbagai aspek dan dimensi. Internet merupakan salah satu instrumen dalam era globalisasi yang telah menjadikan dunia ini menjadi transparan dan terhubungkan dengan sangat mudah dan cepat tanpa mengenal batas-batas kewilayahan atau kebangsaan. Melalui internet setiap orang dapat mengakses ke dunia global untuk memperoleh informasi dalam berbagai bidang dan pada glirannya akan memberikan pengaruh dalam keseluruhan perilakunya. Dalam kurun waktu yang amat cepat beberapa dasawarsa terakhir telah terjadi revolusi internet di berbagai negara serta penggunaannya dalam berbagai bidang kehidupan. Keberadaan internet pada masa kini sudah merupakan satu kebutuhan pokok manusia modern dalam menghadapi berbagai tantangan perkembangan global. Kondisi ini sudah tentu akan memberikan dampak terhadap corak dan pola-pola kehidupan umat manusia secara keseluruhan. Dalam kaitan ini, setiap orang atau bangsa yang ingin lestari dalam menghadapi tantangan global, perlu meningkatkan kualitas dirinya untuk beradaptasi dengan tuntutan yang berkembang. TIK telah mengubah wajah pembelajaran yang berbeda dengan
proses pembelajaran tradisional yang ditandai dengan interaksi tatap muka
antara guru dengan siswa baik di kelas maupun di luar kelas. Di masa-masa mendatang, arus informasi akan makin meningkat melalui jaringan internet yang bersifat global di seluruh dunia dan menuntut siapapun untuk beradaptasi dengan kecenderungan itu kalau tidak mau ketinggalan
jaman. Dengan kondisi demikian maka pendidikan khususnya proses
pembelajaran cepat atau lambat tidak dapat terlepas dari keberadaan komputer dan internet sebagai alat bantu utama. Majalah Asiaweek terbitan 20-27 Agustus 1999 telah menurunkan tulisan-tulisan dalam tema “Asia in the New Millenium” yang memberikan gambaran berbagai kecenderungan perkembangan yang akan terjadi di Asia dalam berbagai aspek seperti ekonomi, politik, agama, sosial, budaya, kesehatan, pendidikan, dsb. termasuk di dalamnya pengaruh revolusi internet dalam berbagai dimensi kehidupan. Salah satu tulisan yang berkenaan dengan dunia pendidikan disampaikan oleh Robin Paul Ajjelo dengan judul “Rebooting:The Mind Starts at School”. Dalam tulisan tersebut dikemukakan bahwa ruang kelas di era millenium yang akan datang akan jauh berbeda dengan ruang kelas seperti sekarang ini yaitu dalam bentuk seperti laboratorium komputer di mana tidak terdapat lagi format anak duduk di bangku dan guru berada di depan kelas. Ruang kelas di masa yang akan datang disebut sebagai “cyber classroom” atau “ruang kelas maya” sebagai tempat anak-anak melakukan aktivitas pembelajaran secara individual maupun kelompok dengan pola belajar yang disebut “interactive learning” atau pembelajaran interaktif melalui komputer dan internet. Anak-anak berhadapan dengan komputer dan melakukan aktivitas pembelajaran secara interaktif melalui jaringan internet untuk memperoleh materi belajar dari berbagai sumber belajar. Anak akan melakukan kegiatan belajar yang sesuai dengan kondisi kemampuan individualnya sehingga anak yang lambat atau cepat akan memperoleh pelayanan pembelajaran yang sesuai dengan dirinya. Kurikulum dikembangkan sedemikian rupa dalam bentuk yang lebih kenyal atau lunak dan fleksibel sesuai dengan kondisi lingkungan dan kondisi anak sehingga memberikan peluang untuk terjadinya proses pembelajaran maju berkelanjutan baik dalam dimensi waktu maupun ruang dan materi. Dalam situasi seperti ini, guru bertindak sebagai fasilitator pembelajaran sesuai dengan peran-peran sebagaimana dikemukakan di atas.
Dalam tulisan itu, secara ilustratif disebutkan bahwa di masa-masa mendatang isi tas anak sekolah bukan lagi buku-buku dan alat tulis seperti sekarang ini, akan tetapi berupa:
1. komputer notebook dengan akses internet tanpa kabel, yang bermuatan
materi-materi belajar yang berupa bahan bacaan, materi untuk dilihat atau
didengar, dan dilengkapi dengan kamera digital serta perekam suara,
2. Jam tangan yang dilengkapi dengan data pribadi, uang elektronik, kode
sekuriti untuk masuk rumah, kalkulator, dsb.
3. Videophone bentuk saku dengan perangkat lunak, akses internet,
permainan, musik, dan TV,
4. alat-alat musik,
5. alat olah raga, dan
6. bingkisan untuk makan siang.
Hal itu menunjukkan bahwa segala kelengkapan anak sekolah di masa itu nanti berupa perlengkapan yang bernuansa internet sebagai alat bantu belajar. Meskipun teknologi informasi komunikasi dalam bentuk komputer dan internet telah terbukti banyak menunjang proses pembelajaran anak secara lebih efektif dan produktif, namun di sisi lain masih banyak kelemahan dan kekurangan. Dari sisi kegairahan kadang-kadang anak-anak lebih bergairah dengan internetnya itu sendiri dibandingkan dengan materi yang dipelajari. Dapat juga terjadi proses pembelajaran yang terlalu bersifat individual sehingga mengurangi pembelajaran yang bersifat sosial. Dari aspek informasi yang diperoleh, tidak terjamin adanya ketepatan informasi dari internet sehingga sangat berbahaya kalau anak kurang memiliki sikap kritis terhadap informasi yang diperoleh. Bagi anak-anak sekolah
dasar penggunaan internet yang kurang proporsional dapat mengabaikan
peningkatan kemampuan yang bersifat manual seperti menulis tangan,
menggambar, berhitung, dsb. Dalam hubungan ini guru perlu memiliki
kemampuan dalam mengelola kegiatan pembelajaran secara proporsional dan demikian pula perlunya kerjasama yang baik dengan orang tua untuk
membimbing anak-anak belajar di rumah masing-masing. Pergeseran pandangan tentang pembelajaran Untuk dapat memanfaatkan TIK dalam memperbaiki mutu pembelajaran, ada tiga hal yang harus diwujudkan yaitu:
1. siswa dan guru harus memiliki akses kepada teknologi digital dan internet dalam kelas, sekolah, dan lembaga pendidikan guru,
2. harus tersedia materi yang berkualitas, bermakna, dan dukungan kultural
bagi siswa dan guru, dan
3. guru harus memilikio pengetahuan dan ketrampilan dalam menggunakan
alat-alat dan sumber-sumber digital untuk membantu siswa agar
mencaqpai standar akademik.
Sejalan dengan pesatnya perkembangan TIK, maka telah terjadi pergeseran
pandangan tentang pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Dalam pandangan tradisional di masa lalu (dan masih ada pada masa sekarang),
proses pembelajaran dipandang sebagai:
1. sesuatu yang sulit dan berat,
2. upaya mengisi kekurangan siswa,
3. satu proses transfer dan penerimaan informasi,
4. proses individual atau soliter,
5. kegiatan yang dilakukan dengan menjabarkan materi pelajaran kepada
satuan-satuan kecil dan terisolasi,
6. suatu proses linear.
Sejalan dengan perkembangan TIK telah terjadi perubahan pandang mengenai pembelajaran yaitu pembelajaran sebagai:
1. proses alami,
2. proses sosial,
3. proses aktif dan pasif,
4. proses linear dan atau tidak linear,
5. proses yang berlangsung integratif dan kontekstual,
6. aktivitas yang berbasis pada model kekuatan, kecakapan, minat, dan
kulktur siswa,
7. aktivitas yang dinilai berdasarkan pemenuhan tugas, perolehan hasil, dan
pemecahan masalah nyata baik individual maupun kelompok.
Hal itu telah menguban peran guru dan siswa dalam pembelajaran. Peran guru telah berubah dari:
1. sebagai penyampai pengetahuan, sumber utama informasi, akhli materi, dan sumber segala jawaban, menjadi sebagai fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator, navigator pengetahuan, dan mitra belajar;
2. dari mengendalikan dan mengarahkan semua aspek pembelajaran, menjadi lebih banyak memberikan lebih banyak alternatif dan tanggung jawab kepada setiap siswa dalam proses pembelajaran. Sementara itu peran siswa dalam pembelajaran telah mengalami perubahan
yaitu:
1. dari penerima informasi yang pasif menjadi partisipan aktif dalam proses pembelajaran,
2. dari mengungkapkan kembali pengetahuan menjadi menghasilkan dan berbagai pengetahuan,
3. dari pembelajaran sebagai aktiivitas individual (soliter) menjadi pembelajaran berkolaboratif dengan siswa lain. Kreativitas dan kemandirian belajar Dengan memperhatikan pengalaman beberapa negara sebagaimana
dikemukakan di atas, jelas sekali TIK mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap proses dan hasil pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. TIK telah memungkinkan terjadinya individuasi, akselerasi, pengayaan, perluasan, efektivitas dan produktivitas pembelajaran yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas pendidikan sebagai infrastruktur pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Melalui penggunaan TIK setiap siswa akan terangsang untuk belajar maju berkelanjutan sesuai dengan potensi dan kecakapan yang dimilikinya. Pembelajaran dengan menggunakan TIK menuntut kreativitas dan kemandirian diri sehingga memungkinkan mengembangkan semua potensi yang dimilikinya. Dalam menghadapi tantangan kehidupan modern di abad-21 ini kreativitas dan kemandirian sangat diperlukan untuk mampu beradaptasi dengan berbagai tuntutan. Kreativitas sangat diperlukan dalam hidup ini dengan beberapa alasan antara lain: pertama, kreativitas memberikan peluang bagi individu untuk mengaktualisasikan dirinya, kedua, kreativitas memungkinkan orang dapat menemukan berbagai alternatif dalam pemecahan masalah, ketiga, kreativitas dapat memberikan kepuasan hidup, dan keempat, kreativitas memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya. Dari segi kognitifnya, kreativitas
merupakan kemampuan berfikir yang memiliki kelancaran, keluwesan, keaslian, dan perincian. Sedangkan dari segi afektifnya kreativitas ditandai dengan motivasi yang kuat, rasa ingin tahu, tertarik dengan tugas majemuk, berani menghadapi resiko, tidak mudah putus asa, menghargai keindahan, memiliki rasa humor, selalu ingin mencari pengalaman baru, menghargai diri sendiri dan orang lain, dsb. Karya-karya kreatif ditandai dengan orisinalitas, memiliki nilai, dapat ditransformasikan, dan dapat dikondensasikan. Selanjutnya kemandirian sangat diperlukan dalam kehidupan yang penuh tantangan ini sebab kemandirian merupakan kunci utama bagi individu untuk mampu mengarahkan dirinya ke arah tujuan dalam kehidupannya. Kemandirian didukung dengan kualitas pribadi yang ditandai dengan penguasaan kompetensi tertentu, konsistensi terhadap pendiriannya, kreatif dalam berfikir dan bertindak, mampu mengendalikan dirinya, dan memiliki komitmen yang kuat terhadap berbagai hal.
Dengan memperhatikan ciri-ciri kreativitas dan kemandirian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa TIK memberikan peluang untuk berkembangnya kreativitas dan kemandirian siswa. Pembelajaran dengan dukungan TIK memungkinkan dapat menghasilkan karya-karya baru yang orsinil, memiliki nilai yang tinggi, dan dapat dikembangkan lebih jauh untuk kepentingan yang lebih bermakna. Melalui TIK siswa akan memperoleh berbagai informasi dalam lingkup yang lebih luas dan mendalam sehingga meningkatkan wawasannya. Hal ini merupakan rangsangan yang kondusif bagi berkembangnya kemandirian anak terutama dalam hal pengembangan kompetensi, kreativitas, kendali diri, konsistensi, dan komitmennya baik terhadap diri sendiri maupun terhadap pihak lain.
Semua hal itu tidak akan terjadi dengan sendirinya karena setiap siswa memiliki kondisi yang berbeda antara satu dengan lainnya. Siswa memerlukan bimbingan baik dari guru maupun dari orang tuanya dalam melakukan proses pembelajaran dengan dukungan TIK. Dalam kaitan ini guru memegang peran yang amat penting dan harus menguasai seluk beluk TIK dan yang lebih penting lagi adalah kemampuan memfasilitasi pembelajaran anak secara efektif. Peran guru sebagai pemberi informasi harus bergeser menjadi manajer pembelajaran dengan sejumlah peran-peran tertentu, karena guru bukan satu-satunya sumber informasi melainkan hanya salah satu sumber informasi. Dalam bukunya yang berjudul “Reinventing Education”, Louis V. Gerstmer, Jr. dkk (1995), menyatakan bahwa di masa-masa mendatang peran-peran guru mengalami perluasan yaitu guru sebagai: pelatih (coaches), konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar, dan pengarang. Sebagai pelatih (coaches), guru harus memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi siswa untuk mengembangkan cara-cara pembelajarannya sendiri sesuai dengan kondisi masing-masing.
Guru hanya memberikan prinsip-prinsip dasarnya saja dan tidak memberikan satu cara yang mutlak. Hal ini merupakan analogi dalam bidang olah raga, di mana pelatih hanya memberikan petunjuk dasar-dasar permainan, sementara dalam permainan itu sendiri para pemain akan mengembangkan kiat-kiatnya sesuai dengan kemampuan dan kondisi yang ada. Sebagai konselor, guru harus mampu menciptakan satu situasi interaksi belajar-mengajar, di mana siswa melakukan perilaku pembelajaran dalam suasana psikologis yang kondusif dan tidak ada jarak yang kaku dengan guru. Disamping itu, guru diharapkan mampu memahami kondisi setiap siswa dan membantunya ke arah perkembangan optimal. Sebagai manajer pembelajaran, guru memiliki kemandirian dan otonomi yang seluas-luasnya dalam mengelola keseluruhan kegiatan belajar-mengajar dengan mendinamiskan seluruh sumber-sumber penunjang pembelajaran. Sebagai partisipan, guru tidak hanya berperilaku mengajar akan tetapi juga berperilaku belajar dari interaksinya dengan siswa. Hal ini mengandung makna bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi anak, akan tetapi ia sebagai fasilitator pembelajaran siswa. Sebagai pemimpin, diharapkan guru mampu menjadi seseorang yang mampu menggerakkan orang lain untuk mewujudkan perilaku menuju tujuan bersama. Disamping sebagai pengajar, guru harus mendapat kesempatan untuk mewujudkan dirinya sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam berbagai kegiatan lain di luiar mengajar. Sebagai pembelajar, guru harus secara terus menerus belajar dalam rangka menyegarkan kompetensinya serta meningkatkan kualitas profesionalnya. Sebagai pengarang, guru harus selalu kreatif dan inovatif menghasilkan berbagai karya yang akan digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Guru yang mandiri bukan sebagai tukang atau teknisi yang harus mengikuti satu buku petunjuk yang baku, melainkan sebagai tenaga yang kreatif yang mampu menghasilkan berbagai karya inovatif dalam bidangnya. Hal itu harus didukung oleh daya abstraksi dan komitmen yang tinggi sebagai basis kualitas profesionalismenya.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Guru merupakan suatu profesi yang memegang peran sangat penting untuk peningkatan mutu manusia dan mutu kualiatas suatu bangsa melalui peningkatan sumber daya manusia. Peran seorang guru bukn hanya untuk mengajarkan ilmu tetapi juga berperan sebagai, pendidik, pemimpin, fasilitator, motivator, administrator dan evaluator.
Menjadi seorang guru bukanlah perkara yang mudah dan guru memegang amanah dan tanggung jawab yang besar dalam mencerdasarkan kehidupan bangsa. Untuk itu seorang guru yang baik harus melengkapi dan mempersiapkan dirinya dirinya dengan hal-hal yang mecerminkan seorang pendidik yaitu antara lain seorang guru harus memiliki sifat-sifat yang mencerinkan prilaku dan sifat yang baik, kemantapan dan integritas pribadi, peka terhadap perubahan dan pembaharuan, berpikir alternative , adil, jujur,sabar dan objektif, berdisiplin dalam melaksanakan tugas, ulet dan tekun bekerja, simpatik dan menarik, luwes, dan biijaksana dalam bertindak dan berwibawa. seorang guru harus menguasai berbgia sektor yang menunjang atau setidaknya berpengaruh ke pembelajaran yang dilakukannya. hal ini bergubungan dengan kesiapan diberbagai aspek sepeti pendidikan dan kurikulum, hakikat belajar, apek mata pembelajaran (fisika), komponen pembelajaran, landasan pendidikan, kesiapan diri dari segi pancadaya, pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa, nilai-nilai kearifan lokal pada pembelajaran, kesiapan diri dari segi estetika, kriteria guru profesional, pembelajaran berkarakter pancasila, pengaruh pemikiran dalam pendidikan, kesiapan diri dari segi filsafat pendidikan, kesiapan diri dari segi filsafat antropologi, kesiapan diri dari segi filsafat hukum.
Daftar Pustaka
Tim pengembang Ilmu pendidikan. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung:
IMTIMA
Tuasikal, Muhammad Abduh. 2014. Keutamaan Mengajarkan Ilmu. http ://rumaysho.
com/9641-keutamaan-mengajarkan-ilmu .htm l. Diakses 28/10/2015.
Sugianto Vijjayasena. 2015. Kiat-kita menjadi guru profesional,
http://herrypkn.blogspot.co.id/2012/08/kiat-kiat-menjadi-guru-profesional_2.html
Tirtarahardja umar, La sulo. 2010. Pengantar Pendidikan. Jakarta
Anonim .2009. Kurikulum .https://bidpsnpkabkatingan.wordpress.com/seksi-mutu/kurikulum-2013/Diakses 03/11/2015
Anonim. Definisi gurur. https://id.wikipedia.org/wiki/
ancha. 2011. Makalah guru yang baik. http://ryzchacha.blogspot.co.id/2014/11/cara-menjadi-guru-yang-baik.html. Diakses 28/10/2015
Soedijarto, 1993. Memantapkan Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo.
Sudjana, Nana. 2002. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Anam, Haerul. 2010. Menjadi Guru yang Baik dan Benar. Kreasi Putra Ciamis, (online), (http://haerul-anam.com . diakses november 2015).
Nugroho, Siswandi Adi. 2009. Ciri-Ciri Guru yang Baik dalam Mengelola Pembelajaran. Berbagai Informasi, Ilmu dan Penelitian, (online), (http://nazwadzulfa.wordpress.com diunduh november 2015).
EmoticonEmoticon