Download Makalah Proses Inovasi Pembelajaran (PDF)


Sebuah Makalah Berjudul Proses Inovasi Pembelajaran Kami bagikan melalui Postingan ini. Makalah Proses Inovasi Pembelajaran ini merupakan makalah yang disusun guna meningkatkatkan pengetahuan tentang  inovasi pendidikan sekaligus sebagai salah satu tugas mata kuliah.

Jazakumullah Khairan kepada tim penyusun makalah ini dan semoga nantinya makalah ini bisa berguna untuk pengunjung sekalian. 

    1.1         Latar Belakang Makalah Proses Inovasi Pembelajaran


    Semakin hari kita semakin merasakan derasnya arus globalisasi di berbagai bidang kehidupan tak terkecuali bidang pendidikan. Dalam menghadapi arus tersebut tentunya pendidikan sendiri harus mampu menyesuaikan diri dengan kebutuhan zaman yang semakin rumit. Seringkali strategi, model, cara, bahan, dan lain sebagainya yang menyangkut proses pendidikan dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman. Untuk itulah para pelaku yang berkecimpung di dunia pendidikan harus mampu membuat sesuatu yang mampu pula menjawab tuntutan zaman. Hal tersebut dapat dilakukan melalui proses inovasi. Pelaksanaaan inovasi pendidikan seperti inovasi kurikulum tidak dapat dipisahkan dari inovator dan pelaksana inovasi itu sendiri. Inovasi pendidikan seperti yang dilakukan di Depdiknas yang disponsori oleh lembaga-lembaga asing. Inovasi ini sengaja diciptakan oleh atasan sebagai usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan atau pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, ataupun sebagai usaha untuk meningkatkan efisiensi dan sebaginya. Inovasi seperti ini dilakukan dan diterapkan kepada bawahan dengan cara mengajak, menganjurkan dan bahkan memaksakan apa yang menurut pencipta itu baik untuk kepentingan bawahannya. Dan bawahan tidak punya otoritas untuk menolak pelaksanaannya.

    Banyak contoh inovasi yang dilakukan oleh Departemen pendidikan nasional (Depdiknas) seperti Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), Guru Pamong, Sekolah Persiapan Pembangunan, Guru Pamong, Sekolah kecil, Sistem Pengajaran Modul, Sistem Belajar jarak jauh dan lain-lain. Namun inovasi yang diciptakan oleh Depdiknas bekerjasama dengan lembaga-lembaga asing seperti British Council. USAID dan lain-lain banyak yang tidak bertahan lama dan hilang, tenggelam begitu saja. Model inovasi yang demikian hanya berjalan dengan baik pada waktu berstatus sebagai proyek. Tidak sedikit model inovasi seperti itu, pada saat diperkenalkan atau bahkan selama pelaksanaannya banyak mendapat penolakan (resistance) bukan hanya dari pelaksana inovasi itu sendiri (di sekolah), tapi juga para pemerhati dan administrator di Kanwil dan Kandep.
    Ada inovasi yang juga dilakukan oleh guru-guru, hal ini jarang dilakukan di Indonesia selama ini karena sitem pendidikan yang sentralistis. Kalaupun ada yang mampu melakukan hal tersebut, hasil yang didapat kurang sesuai dengan situasi dan tuntutan zaman. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan mengenai proses inovasi pendidikan yang membuat para guru cenderung kesulitan inovasi pendidikan. Kemudian untuk memahami proses inovasi pendidikan terdapat beberapa hal yang perlu diperhatika seperti tahapan proses inovasi pendidikan, model proses inovasi pendidikan, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Yang mana antara satu dengan yang lainnya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

    1.2         Rumusan Masalah

    1.    Apakah pengertian difusi dan diseminasi inovasi?
    2.    Bagaimana proses keputusan inovasi?
    3.    Bagaimana proses inovasi pendidikan?

    1.3         Tujuan

    1.    Dapat menjelaskan pengertian difusi dan diseminasi inovasi
    2.    Dapat menjelaskan proses keputusan inovasi
    3.    Dapat menjelaskan proses inovasi pendidikan 

    2.1         Difusi dan Diseminasi Inovasi

    1.    Pengertian Difusi dan Diseminasi Inovasi

    Difusi ialah proses komunikasi inovasi antara warga masyarakat (anggota sistem sosial), dengan menggunakan saluran tertentu dan dalam waktu tertentu. Komunikasi dalam definisi ini ditekankan dalam arti terjadinya saling tukar informasi (hubungan timbal balik), antar beberapa individu baik secara memusat (konvergen) maupun memencar (divergen) yang berlangsung secara spontan. Dengan adanya komunikasi ini akan terjadi kesamaan pendapat antar warga masyarakat tentang inovasi. Jadi difusi dapat merupakan salah satu tipe komunikai yakni komunikasi yang mempunyai ciri pokok, pesan yang dikomunikasikan adalah hal yang baru (inovasi).
    Diseminasi adalah proses penyebaran inovasi yang direncanakan, diarahkan, dan dikelola. Jadi kalau difusi terjadi secara spontan, maka diseminasi dengan perencanaan. Dalam pengertian ini dapat juga direncanakan terjadinya difusi. Misalnya dalam penyebaran inovasi penggunaan pendekatan ketrampilan proses dalam proses belajar mengajar. Setelah diadakan percobaan ternyata dengan pendekatan keterampilan proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan siswa aktif belajar. Maka hasil percobaan itu perlu didesiminasikan.Untuk menyebarluaskan cara baru tersebut, dengan cara menatar beberapa guru dengan harapan akan terjadi jug adifusi inovasi antar guru di sekolah masing-masing. Terjadi saling tukar informasi dan akhirnya terjadi kesamaan pendapat antara guru tentang inovasi tersebut. Difusi dan diseminasi merupakan satu kesatuan dalam proses inovasi yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu kedua komponen ini sangat penting untuk mencapai suatu inovasi. 

    2.    Elemen Difusi Inovasi

    Rogers mengemukakan ada 4 elemen pokok difusi inovasi, yaitu:
    a.    Inovasi
    Inovasi ialah suatu ide, barang, kejadian, metode yang diamati sebagai suatu yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang, baik berupa hasil invensi atau diskoveri yang diadakan untuk mencapai tujuan tertentu. Inovasi juga dapat diartikan sebagai pemasukan atau pengenalan hal-hal yang baru, maupun penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya baik berupa gagasan, metode atau alat.
    b.    Komunikasi dengan Saluran tertentu
    Komunikasi dalam difusi inovasi ini diartikan sebagai proses pertukaran informasi antara anggota sistem sosial, sehingga terjadi saling pengertian antara satu dengan yang lain. Difusi adalah salah satu tipe komunikasi yang menggunakan hal yang baru sebagai bahan informasi. Inti dari pengertian difusi ialah terjadi komunikasi (pertukaran informasi) tentang sesuatu hal yang baru (inovasi). Kegiatan komunikasi dalam proses difusi mencakup hal-hal sebagai berikut: (1) suatu inovasi, (2) individu atauk elompok yang telah mengetahui dan berpengalaman dengan inovasi, (3) individu atau kelompok yang lain yang belum mengenal inovasi, (4) saluran komunikasi yang menggabungkan antara kedua pihak tersebut.
    c.    Waktu
    Waktu adalah elemen yang penting dalam proses difusi, karena waktu merupakan aspek utama dalam proses komunikasi. Tetapi banyak peneliti komunikasi yang kurang memperhatikan aspek waktu, dengan bukti tidak menunjukkannya secara eksplisit variabel waktu. Mungkin hal ini terjadi karena waktu tidak secara nyata berdiri sendiri terlepas dari suatu kejadian, tetapi waktu merupakan aspek dari setiap kegiatan. Peranan dimensi waktu dalam proses difusi terdapat pada tiga hal sebagai berikut:
    a)    Proses Keputusan Inovasi
    Proses keputusan inovasi ialah proses sejak seseorang mengetahui inovasi pertama kali sampai ia memutuskan untuk menerima atau menolak inovasi. Ada 5
    langkah (tahap) dalam proses keputusan inovasi yaitu (a) pengetahuan tentang inovasi, (b) bujukan atau imbauan, (c) penetapan atau keputusan, (d) penerapan (implementasi), dan (e) konfirmasi (confirmation).
    b)   Kepekaan seorang terhadap inovasi
    Tidak semua orang dalam suatu sistem sosial menerima inovasi dalam waktu yang sama atau dengan kata lain kepekaan dalam menerima sebuah inovasi. Mereka menerima inovasi dari urutan waktu, artinya ada yang dahulu ada yang kemudian. Orang yang menerima inovasi lebih dahulu secara reletif lebih peka terhadap inovasi daripada yang menerima inovasi lebih akhir. Jadi kepekaan inovasi ditandai dengan lebih dahulunya seseorang menerima inovasi dari yang lain dalam suatu sistem sosial (masyarakat). Berdasarkan kepekaan terhadap inovasi dapat dikategorikan menjadi 5 kategori penerima inovasi yaitu: (a) inovator, (b) pemula, (c) mayoritas awal, (d) mayoritas, (e) terlambat (tertinggal).
    c)    Kecepatan penerimaan inovasi
    Manusia unik dan tidak satu pun ada yang memiliki kemampuan sama artinya manusia berbeda-beda karakteristiknya (Sutirna:2013), oleh karena itu, kecepatan penerimaan inovasi ialah kecepatan relatif diterimanya inovasi oleh warga masyarakat. Kecepatan inovasi biasanya diukur berdasarkan lamanya waktu yang diperlukan untuk mencapai prosentase tertentu dari jumlah waktu masyarkatyang telah menerima inovasi.
    d.   Warga Masyarakat (anggota sistem sosial)
    Warga Masyarakat (anggota sistem sosial) ialah hubungan (interaksi antar individu atau orang dengan bekerja sama untuk memecahkan masalah guna mencapai tujuan tertentu. Semua anggota sistem sosial bekerjasama untuk memecahkan masalah guna mencapai tujuan bersama. Dengan demikian maka sistem sosial merupakan ikatan bagi anggotanya dalam melakukan kegiatan artinya anggota tentu saling pengertian dan hubungan timbal balik.

    2.2         Proses Keputusan Inovasi

    1.    Pengertian Proses Keputusan Inovasi

    Proses keputusan inovasi ialah proses yang dilalui (dialami) individu (unit pengambil keputusan yang lain),mulai dari pertama tahu adanya inovasi, kemudian dilanjutkan dengan keputusan setuju terhadap inovasi, penetapan keputusan menerima atau menolak inovasi, implementasi inovasi, dan konfirmasi terhadap keputusan inovasi yang telah diambilnya. Proses keputusan inovasi bukan kegiatan yang dapat berlangsung seketika, tetapi merupakan serangkaian kegiatan yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu, sehingga individu atau organisasi dapat menilai gagasan yang baru itu sebagai bahan pertimbangan untuk selanjutnya akan menolak atau menerima inovasi dan menerapkannya.

    2.    Model Proses Keputusan Inovasi

    Menurut Roger, proses keputusan inovasi terdiri dari5 tahap, yaitu (a) tahap pengetahuan, (b) tahap bujukan,(c) tahap keputusan, (d) tahap implementasi, dan (e) tahapkonfirmasi.
    a. Tahap Pengetahuan (Knowledge)
    Proses keputusan inovasi dimulai dengan tahap pengetahuan yaitu tahap pada saat seseorang menyadari adanya suatu inovasi dan ingin tahu bagaimana fungsi inovasi tersebut. Pengertian menyadari dalam hal ini bukan memahami tetapi membuka diri untuk mengetahui inovasi. Seseorang menyadari atau membuka diri terhadap suatu inovasi tentu dilakukan secara aktif bukan secara pasif. Setelah seseorang menyadari adanya inovasi dan membuka dirinya untuk mengetahui inovasi, makakeaktifan untuk memenuhi kebutuhan ingin tahu tentang inovasi itu buka hanya berlangsung pada tahap pengetahuan saja tetapi juga pada tahap yang lain bahkan sampai tahap konfirmasi masih ada keinginan untuk mengetahui aspek-aspek tertentu dari inovasi.
    b. Tahap Bujukan (Persuation)
    Pada tahap persuasi dari proses keputusan inovasi, seseorang membentuk sikap menyenangi atau tidak menyenangi terhadap inovasi. Jika pada tahap pengetahuan proses kegiatan mental yang utama bidang kognitif, maka pada tahap persuasi yang berperan utama bidang afektif atau perasaan. Seseorang tidak dapat
    menyenangi inovasi sebelum ia tahu lebih dulu tentang inovasi.
    Dalam tahap persuasi ini lebih banyak keaktifan mental yang memegang peran. Seseorang akan berusaha mengetahui lebih banyak tentang inovasi dan menafsirkan informasi yang diterimanya. Pada tahap ini berlangsung seleksi informasi disesuaikan dengan kondisi dan sifat pribadinya. Perlu ada kemampuan untuk memproyeksikan penerapan inovasi dalam pemikiran berdasarkan kondisidan situasi yang ada. Untuk mempermudah proses mental itu, perlu adanya gambaran yang jelas tentang bagaimana pelaksanaan inovasi, jika mungkin sampai pada konsekuensi inovasi. Hasil dari tahap persuasi yang utama ialah adanya penentuan menyenangi atau tidak menyenangi inovasi. Namun perlu diketahui bahwa sebenarnya antara sikap dan aktivitas masih ada jarak. Orang menyenangi inovasi belum tentu ia menerapkan inovasi. Ada jarak atau kesenjangan antara pengetahuan-sikap, dan penerapan (praktek). Misalnya seorang guru tahu tentang metode diskusi, tahu cara menggunaknnya, dan senang seandainya menggunakan,tetapi ia tidak pernah menggunakan, karena beberapa faktor: tempat duduknya tidak memungkinkan, jumlah siswanya terlalu besar, dan takut bahan pelajarannya tidakakan dapat disajikan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan. Perlu ada bantuan pemecahan masalah.
    c. Tahap Keputusan (Decision)
    Tahap keputusan dari proses inovasi, berlangsung jika seseorang melakukan kegiatan yang mengarah untuk menetapkan menerima atau menolak inovasi. Menerima inovasi berarti sepenuhnya akan menerapkan inovasi. Menolak inovasi berarti tidak akan menerapkan inovasi. Sering terjadi seseorang akan menerima inovasi setelah ia mencoba lebih dahulu. Perlu diperhatikan bahwa dalam kenyataannya pada setiap tahap dalam proses keputusan inovasi dapat terjadi penolakan inovasi. Misalnya penolakan dapat terjadi pada awal tahap pengetahuan, dapat juga terjadi pada tahap persuasi, mungkin juga terjadi setelah konfirmasi, dan sebagainya.
    Ada dua macam penolakan inovasi yaitu: (a) penolakan aktif artinya penolakan inovasi setelah melalui proses mempertimbangkan untuk menerima inovasi atau mungkin sudah mencoba lebih dahulu, tetapi keputusan akhir menolak inovasi, dan (2) penolakan pasif artinya penolakan inovasi dengan tanpa pertimbangan sama sekali.
    d. Tahap Implementasi (Implementation)
    Tahap implementasi dari proses keputusan inovasi terjadi apabila seseorang menerapkan inovasi. Dalam tahap impelemntasi ini berlangsung keaktifan baik mental maupun perbuatan. Keputusan penerima gagasan atau ide baru dibuktikan dalam praktek. Pada umumnya impelementasi tentu mengikuti hasil keputusan inovasi. Tetapi dapat juga terjadi karena sesuatu hal sudah memutuskan menerima inovasi tidak diikuti implementasi.
    e. Tahap Konfirmasi (Confirmation)
    Dalam tahap konfirmasi ini seseorang mencari penguatan terhadap keputusan yang telah diambilnya, dania dapat menarik kembali keputusannya jika memang diperoleh informasi yang bertentangan dengan informasi semula. Tahap konfirmasi ini sebenarnya berlangsung secara berkelanjutan sejak terjadi keputusan menerima atau menolak inovasi yang berlangsung dalam waktu yang tak terbatas.

    3.    Tipe Keputusan Inovasi

    Inovasi dapat diterima atau ditolak oleh seseorang (individu) sebagai anggota sistem sosial, atau oleh keseluruhan anggota sistem sosial, yang menentukan untuk menerima inovasi berdasarkan keputusan bersama atau berdasarkan paksaan (kekuasaan). Dengan dasar kenyataan tersebut maka dapat dibedakan adanya beberapa tipe keputusan inovasi:
    a. Tipe Keputusan Inovasi Opsional
    Keputusan inovasi opsional, yaitu pemilihan menerima atau menolak inovasi, berdasarkan keputusan yang ditentukan oleh individu (seseorang) secara mandiri tanpa tergantung atau terpengaruh dorongan anggota sistem sosial yang lain. Meskipun dalam hal ini individu mengambil keputusan itu berdasarkan norma sistem sosial atau hasil komunikasi interpersonal dengan anggota sistem sosial yang lain. Jadi hakekat pengertian keputusan inovasi opsional ialah individu yang berperan sebagai pengambil keputusan untuk menerima atau menolak suatu inovasi. 

    b. Tipe Keputusan Inovasi Kolektif
    Keputusan inovasi kolektif, ialah pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi, berdasarkan keputusan yang dibuat secara bersama-sama berdasarkan kesepakatan anatar anggota sistem sosial. Semua anggota sistem sosial harus mentaati keputusan bersama yang telah dinuatnya.
    c. Tipe Keputusan Inovasi Otoritas
    Keputusan inovasi otoritas, ialah pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi, berdasarkan keputusan yang dibuat oleh seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai kedudukan, status, wewenang atau kemampuan yang lebih tinggi daripada anggota yang lain dalam suatu sistem sosial. Para anggota sama sekali tidak mempunyai pengaruh atau peranan dalam membuat keputusan inovasi. Para anggota sistem sosial tersebut hanya melaksanakan apa yang telah diputuskan oleh unit pengambil keputusan.
    Ketiga tipe keputusan inovasi tersebut merupakan rentangan (continuum) dari keputusan opsional (individu dengan penuh tanggung jawab secara mandiri mengambil keputusan), dilanjutkan dengan keputusan kolektif (individu memeproleh sebagian wewenang untuk mengambil keputusan), dan yang terakhir keputusan otoritas (individu sama sekali tidak mempunyai hak untuk ikut mengambil keputusan). Keputusan kolektif dan otoritas banyak digunakan dalam organisasi formal, seperti peruasahaan, sekaolah, perguruan tinggi, organisasi pemerintahan, dan sebagainya. Sedangkan keputusan opsional sering digunakan dalam penyebaran inovasi kepada petani, konsumen, atau inovasi yang sasarannya anggota masyarakat sebagai individu bukan sebagai anggota organisasi tertentu.
    d. Tipe Keputusan Inovasi Kontingensi
    Keputusan inovasi kontingensi (contingent) yaitu pemilihan menerima atau menolak suatu inovasi, baru dapat dilakukan hanya setelah ada keputusan inovasi yang mendahuluinya. Ciri pokok dari keputusan inovasi kontingen ialah digunakannya dua atau lebih keputusan inovasi secara bergantian untuk menanganisuatu difusi inovasi, terserah yang mana yang akandigunakan dapat keputusan opsional, kolektif atau otoritas. Sistem sosial terlibat secara langsung dalam proses keputusan inovasi kolektif, otoritas dan kontingen, dan mungkin tidak secara langsung terlibat dalam keputusaninovasi opsional.
    2.3         Proses Inovasi Pendidikan

    1.    Pengertian Proses Inovasi Pendidikan

    Proses inovasi pendidikan adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh individu atau organisasi, mulai sadar tahu adanya inovasi sampai menerapkan (implementasi) inovasi pendidikan. Kata proses mengandung arti bahwa aktivitas itu dilakukan dengan memakan waktu dan setiap saat tentu terjadi perubahan. Berapa lama waktu yang dipergunakan selama proses itu berlangsung akan berbeda antara orang atau organisasi satu dengan yang lain tergantung pada kepekaan orangatau organisasi terhadap inovasi. Demikian pula selama proses inovasi itu berlangsung akan selalu terjadi perubahan yang berkesinambungan sampai proses itu dinyatakan berakhir.

    2.    Beberapa Model Proses Inovasi Pendidikan

    Dalam mempelajari proses inovasi para ahli mencoba mengidentifikasi kegiatan apa saja yang dilakukan individu selama proses itu berlangsung serta perubahan apa yang terjadi dalam proses inovasi, maka hasilnya diketemukan pentahapan proses inovasi seperti berikut:
    a. Beberapa Model Proses Inovasi Yang berorientasi pada Individual, antara lain:
    (1) Lavidge & Steiner (1961):
    - Menyadari
    - Mengetahui
    - Menyukai
    - Memilih
    - Mempercayai
    - Membeli
    (2) Colley (1961):
    - Belum menyadari
    - Menyadari
    - Memahami
    - Mempercayai
    - Mengambil tindakan
    (3) Rogers (1962):
    - Menyadari
    - Menaruh perhatian
    - Menilai
    - Mencoba
    - Menerima (Adoption)
    (4) Robertson (1971):
    - Persepsi tentang masalah
    - Menyadari
    - Memahami
    - Menyikapi
    - Mengesahkan
    - Mencoba
    - Menerima
    - Disonansi
    b. Beberapa Model Proses Inovasi Yang Berorientasi pada Organisasi, antara lain:
    (1) Milo (1971):
    - Konseptualisasi
    - Tentatif adopsi
    - Penerimaan Sumber
    - Implementasi
    - Institusionalisasi
    (2) Shepard (1967):
    - Penemuan ide
    - Adopsi
    - Implementasi
    (3) Hage & Aiken (1970):
    - Evaluasi
    - Inisiasi
    - Implementasi
    - Routinisasi
    (4) Wilson (1966):
    - Konsepsi perubahan
    - Pengusulan perubahan
    - Adopsi dan Implementasi

    3.    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Inovasi Pendidikan

    Lembaga pendidikan formal seperti sekolah adalah suatu sub sistem dari sistem sosial. Jika terjadi perubahan dalam sistem sosial, maka lembaga pendidikan formal tersebut juga akan mengalami perubahan maka hasilnya akan berpengaruh terhadap sistem sosial. Oleh karena itu suatu lembaga pendidikan mempunyai beban yang ganda yaitu melestarikan nilai-nilai budaya tradisional dan juga mempersiapkan generasi muda agar dapat menyiapkan diri menghadapi tantangan kemajuan jaman.
    Motivasi yang mendorong perlunya diadakan inovasi pendidikan jika dilacak biasanya bersumber pada dua hal yaitu: (a) kemauan sekolah (lembaga pendidikan) untuk mengadakan respon terhadap tantangan kebutuhan masyarakat, dan (b) adanya usaha untuk menggunakan sekolah (lembaga pendidikan) untuk memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Antara lembaga pendidikan dan sistem sosial terjadi hubungan yang erat dan saling mempengaruhi. Misalnya suatu sekolah telah dapat sukses menyiapkan tenaga yang terdidik sesuai denagn kebutuhan masyarakat, maka dengan tenaga terdidik berarti tingkat kehidupannya meningkat, dan cara bekerjanya juga lebih baik. Tenaga terdidik akan merasa tidak puas jika bekerja yang tidak menggunakan kemampuan inteleknya, sehingga perlu adanya penyesuaian dengan lapangan pekerjaan. Dengan demikian akan selalu terjadi perubahan yang bersifat dinamis, yang disebabkan adanya hubungan inter aktif antara lembaga pendidikan dan masyarakat. Agar kita dapat lebih memahami tentang perlunya perubahan pendidikan atau kebutuhan adanya inovasi pendidikan dapat kita gali dari tiga hal yang sangat besar pengaruhnya terhadap kegiatan di sekolah, yaitu: (a) kegiatan belajar mengajar, (b) faktor internal dan eksternal, dan (c) sistem pendidikan (pengelolaan dan pengawasan).
    a. Faktor Kegiatan Belajar Mengajar
    Hal yang menjadi kunci keberhasilan dalam pengelolaan kegiatan belajar mengajar ialah kemampuan guru sebagaitenaga profesional. Guru sebagai tenaga yang telah dipandang memiliki keahlian tertentu dalam bidang pendidikan, diberikan tugas dan wewenang untuk mengelolah kegiatan belajar mengajar agar dapat mencapai tujuan tertentu, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dan tujuan institusional yang telah dirumuskan. Tetapi dalam pelaksanaan tugas pengelolaan kegiatan belajar mengajar terdapat berbagai faktor yang menyebabkan orang memandang bahwa pengelolaan kegiatan belajar mengajar adalah kegiatan yang kurang profesional, kurang efektif,dan kurang perhatian.
    Sebagai alasan mengapa orang memandang tugas guru dalam mengajar mengandung banyak kelemahan tersebut, antara lain dikemukakan bahwa:
    1) Keberhasilan tugas guru dalam mengelola kegiatan belajar mengajar sangat ditentukan oleh hubungan interpersonal antara guru dengan siswa. Dengan demikian maka keberhasilan pelaksanaan tugas tersebut, juga sangat ditentukan oleh pribadi guru dansiswa. Dengan kemampuan guru yang sama belum tentu menghasilkan prestasi belajar yang sama jika menghadapi kelas yang berbeda, demikian pula sebaliknya dengan kondisi kelas yang sama diajar oleh guru yang berbeda belum tentu dapat menghasilkan prestasi belajar yang sama, meskipun para guru tersebut semuanya telah memenuhi persyaratan sebagai guru yang professional (missal seperti memperoleh tunjangan jabatan sertifikasi guru dalam jabatan).
    2) Kegiatan belajar mengajar di kelas merupakan kegiatanyang terisolasi. Pada waktu guru mengajar dia tidak mendapatkan balikan dari teman sejawatnya. Kegiatan guru di kelas merupakan kegiatan yang terisolasi dari kegiatan kelompok. Apa yang dilakukan guru di kelas tanpa diketahui oleh guru yang lain. Dengan demikian maka sukar untuk mendapatkan kritik untuk pengembangan profesinya. Ia menganggap bahwa yang dilakukan sudah merupakan cara yang terbaik.
    3) Berkaitan dengan kenyataan di atas tersebut, maka sangat minimal bantuan teman sejawat untuk memeberikan bantuan saran atau kritik guna peningkatan kemampuan profesionalnya. Apa yangdilakukan guru di kelas seolah-olah sudah merupakanhak mutlak tanggung jawabnya, orang lain tidak boleh ikut campur tangan. Padahal apa yang dilakukan mungkin masih banyak kekurangannya.
    4) Belum ada kriteria yang baku tentang bagaimana pengelolaan kegiatan belajar mengajar yang efektif dan memang untuk membuat kriteria keefektifan proses belajar mengajar sukar ditentukan karena sangat banyak variabel yang ikut menentukan keberhasilan kegiatan belajar siswa. Usaha untuk membuat kriteria tersebut sudah dilakukan misalnya dengan digunakannya APKG (Alat Penilai Komptensi Guru).
    5) Dalam melaksanakan tugas mengelola kegiatan belajar mengajar, guru menghadapi sejumlah siswa yang berbeda satu dengan yang lain baik mengenai kondisi fisik, mental intelektual, sifat, minat, dan latar belakang sosial ekonominya. Guru tidak mungkin dapat melayani siswa dengan memperhatikan perbedaan individual satu dengan yang lain, dalam jam-jam pelajaran yang sudah diatur dengan jadwal dan dalam waktu yang sangat terbatas.
    6) Berdasarkan data adanya perbedaan individual siswa, tentunya lebih tepat jika pengelolaan kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan cara yang sangat fleksibel, tetapi kenyataannya justru guru dituntut untuk mencapai perubahan tingkah laku yang sama sesuai dengan ketentuan yang telah dirumuskan. Jadi anak yang berbeda harus diarahkan menjadi sama. Jika guru tidak dapat mengatasi masalah ini dapat menimbulkan anggapan diragukan kualitas profesionalnya.
    7) Guru juga menghadapi tantangan dalam uasaha untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya, yaitu tanpa adanya keseimbangan antara kemampuan dan wewenangnya mengatur beban tugas yang harus dilakukan, serta tanpa bantuan dari lembaga dan tanpa adanya insentif yang menunjang kegiatannya. Ada kemauan guru untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya, mungkin dengan cara belajar sendiri atau mengikuti kuliah di perguruan tinggi, tetapi tugas yang harus dilakukan masih terasa berat, jumlah muridnya dalam satu kelas 50 orang, masih ditambah tugas administratif, ditambah lagi harus melakukan kegiatan untuk menambah penghasilan karena gaji paspasan, dan masih banyak lagi faktor yang lain. Jadi program pertumbuhan jabatan atau peningkatan profesi guru mengalami hambatan.
    8) Guru dalam melaksanakan tugas mengelola kegiatan belajar mengajar mengalami kesulitan untuk menentukan pilihan mana yang diutamakan karena adanya berbagai macam tuntutan. Dari satu segi meminta agar guru mengutamakan keterampilan proses belajar, tetapi dari sudut lain dia dituntut harus menyelesaikan sajian materi kurikulum yang harus diselesaikan sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan, karena menjadi bahan ujian negara/nasional. Demikian pula dari satu segi guru dituntut menekankan perubahan tingkat laku afektif, tetapi dalam evaluasi hasil belajar yang dipakai untuk menentukan kelulusan siswa hanya mengutamakan aspek kognitif.
    Dari data tersebut menunjukkan bagaimana uniknya kegiatan belajar mengajar, yang memungkinkan timbulnya peluang untuk munculnya pendapat bahwa profesional guru diragukan bahkan ada yang mengatakan bahwa jabatan guru itu “semi profesional” , karena jika profesional yang penuh tentu akan memberi peluang pada anggotanya untuk: (a) menguasai kemampuan profesional yang ditunjukkan dalam penampilan, (b) memasuki anggota profesi dan penilaian terhadap penampilan profesinya, diawasi oleh kelompok profesi, (c) ketentuan untuk berbuat profesional, ditentukan bersama antar sesama anggota profesi. (Zaltman, Florio, Sikoski, 1977).
    Dengan adanya kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaan pengelolaan kegiatan belajar mengajar tersebut maka perlu adanya inovasi pendidikan untuk mengatasi kelemahan tersebut, atau bahkan dari sudut pandang yang lain dapat juga dikatakan bahwa dengan adanya kelemahan-kelemahan itu maka sukar penerapan inovasi pendidikan secara efektif. 
    b. Faktor Internal dan Eksternal
    Satu keunikan dari sistem pendidikan ialah baik pelaksana maupun klien (yang dilayani) adalah kelompok manusia. Perencana inovasi pendidikan harus memperhatikan mana kelompok yang mempengaruhi dan kelompok yang dipengaruhi oleh sekolah (sistem pendidikan). Faktor internal yang mempengaruhi pelaksanaan sistem pendidikan dan dengan sendirinya juga inovasi

    pendidikan ialah siswa. Siswa sangat besar pengaruhnya terhadap proses inovasi karena tujuan pendidikan untuk mencapai perubahan tingkah laku siswa. Jadi siswa sebagai pusat perhatian dan bahan pertimbangan dalam melaksanakan berbagai macam kebijakan pendidikan. Faktor eksternal yang mempunyai pengaruh dalam proses inovasi pendidikan ialah orang tua. Orang tua murid ikut mempunyai peranan dalam menunjang kelancaran proses inovasi pendidikan, baik ia sebagai penunjang secara moral membantu dan mendorong kegiatan siswa untuk melakukan kegiatan belajar sesuai dengan yang diharapkan sekolah, maupun sebagai penunjang pengadaan dana.

    Para ahli pendidik (profesi pendidikan) merupakan faktor internal dan juga faktor eksternal, seperti: guru, administrator pendidikan, konselor, terlibat secara langsung dalam proses pendidikan di sekolah. Ada juga para ahli yang di luar organisasi sekolah tetapi ikut terlibat dalam kegiatan sekolah seperti: para pengawas, inspektur, penilik sekolah, konsultan, dan mungkin juga pengusaha yang membantu pengadaan fasilitas sekolah. Demikian pula para panatar guru, staf pengembangan dan penelitian pendidikan, para guru besar,dosen, dan organisasi persatuan guru, juga merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap pelaksanaan sistem pendidikan atau inovasi pendidikan. Namun apakah mereka termasuk faktor internal atau eksternal agak sukar dibedakan, karena guru sebagai faktor internal tetapi juga menjadi anggota organisasi persatuan guru, yang dapat dipandang sebagai faktor eksternal. Seorang yang akan merencanakan inovasi pendidikan harus memperhatikan berbagai faktor tersebut, apakah ituinternal atau eksternal.


    c. Sistem Pendidikan (Pengelolaan dan Pengawasan)
    Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah diatur dengan aturan yang dibuat oleh pemerintah. Penanggungjawab sistem pendidikan di Indonesia adalah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk jenjang sekolah dasar sampai dengan pendidikan menengah, sedangkan untuk jenjang pendidikan tinggi berada di kementerian riset,teknologi dan pendidikan tinggi yang mengatur seluruh sistem berdasarkan ketentuan-ketentuan yang diberlakukan. Dalam kaitan dengan adanya berbagai macam aturan dari pemerintah tersebut maka timbul permasalahan sejauh mana batas kewenangan guru untuk mengambil kebijakan dalam melakukan tugasnya dalam rangka menyesuaikan dengan kondisi dan situasi setempat. Demikian pula sejauh mana kesempatan yang diberikan kepada guru untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya guna menghadapi tantangan kemajuan zaman. Dampak dari keterbatasan kesempatan meningkatkan kemampuan profesional serta keterbatasan kewenangan mengambil kebijakan dalam melaksanakan tugas bagi guru, dapat menyebabkan timbulnya siklus otoritas yang negatif.
      

    3.1         Kesimpulan

    Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa:
    1.    Difusi adalah proses hubungan timbal balik yang inovatif antara warga masyarakat (anggota sistem sosial) dapat berupa individual, kelompok, maupun organisasi dengan menggunakan saluran tertentu dan dalam waktu tertentu. Sedangkan diseminasi adalah proses penyearan inovasi yang direncanakan, diarahkan, dan dikelola.
    2.    Proses keputusan inovasi antara lain, tahap pengetahuan (knowledge), bujukan (persuation), keputusan atau penetapan (decision), implementasi (implementation), dan konfirmasi (confirmation)
    3.    Proses inovasi pendidikan terdapat perbedaan baik yang sasarannya individual maupun kelompok. Di dalamnya pula terdapat berbagai macam model, akan tetapi terdapat beberapa proses yang diajukan pada setiap model tersebut. Secara individual antara lain: (1) menyadari, (2) mengetahui dan memahami, dan (3) mengambil tindakan.  Sedangkan pada kelompok (organisasi) antara lain: (1) konseptualisasi, (2) adopsi, dan (3) implementasi.

    3.2         saran

    Seorang guru harus memahami mengenai berbagai macam model proses inovasi pendidikan, tahapannya beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sebab tujuan awal adanya sebuah inovasi pendidikan adalah agar tujuan dari pendidikan itu sendiri tercapai. Pada hakikatnya yang menjadi sasaran menerima dan menerapkan inovasi adalah individu,dengan demikian maka pemahaman tentang proses inovasi pendidikan yang berorientasi pada individu tetap merupakan dasar untuk memahami proses inovasi pendidikan.

    DAFTAR PUSTAKA


    Aries. (2010). Tahapan Proses Inovasi Pendidikan. [Online]. Tersedia:http://www.forum-dialektika.web.id/index.php/inovasi. [30 Agustus 2019]

    Kharisa, M. (2008). Faktor yang Mempengaruhi Proses Inovasi Pendidikan. [Online]. Tersedia: http://webersis.com/2008/04/07/antropologi-inovasi/. [ 30 Agustus 2019]

    Uhar, S. (2010). Inovasi Pendidikan. [online]. Tersedia: https://uharsputra.wordpress.com/pendidikan/inovasi-pendidikan/. [30 Agustus 2019]



    Makalah Proses inovasi Pembelajaran PDF
    Format PDF File Size 323KB
    Untuk mendownload, Silahkan tunggu sampai file succes generate 100%. Dan jika link rusak silakan lapor melalui halaman Contact Form blog ini.

    Artikel Terkait


    EmoticonEmoticon