Karakteristis dari sebuah Inovasi Pembelajaran


Karakteristik Inovasi Pembelajaran dalam jika ditinjau dari segi Isitlah bahasa Karakteristik erat kaitanya dengan kata “karakter” yang di keseharian kita sering digunakan untuk merujuk pada sifat khusus suatu mahkluk hidup atau pun benda mati. Sama halnya dengan makhluk hidup Inovasi pembelajaran pun mempunyai karakteristik tertentu.

Jika di tinjau dari etimologi Karakteristik adalah sifat Khas sesuai dengan perwatakan tertentu (Sugono, 2008). Sementara untuk definisi inovasi sendiri seperti yang telah di bahas sebelumnya adalah suatu ide, barang, kejadian,metode yang dirasakan atau diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi seseorang ataupun sekelompok orang Jadi bisa katakan bahwa Karakteristik Inovasi pembalajaran adalah ciri khas yang dimilki oleh suatu ide baru dalam pembelajaran (model, metode, pendekatan dll) dalam rangka untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran.

Pada tahapana awal dari proses penerapan suatu inovasi tidak selalu mendapat respon positif . Malahan terkadang inovasi tanpa persiapan yang matang hanya akan mendatangkan kesemrawutan (chaotic) karena perubahan yang terjadi di salah satu komponen akan menyebabkan perubahan dari pergerakan sistem secara umum yang sebelumnya dilakukan. 

Dalam pembelajaran kehadiran inovasi diharapkan tidak hanya menjadi suatu yang baru bagi siswa tetapi bisa mendatangkan hal yang positif. Hal yang positif dalam pembelajaran dapat berupah peningkatan hasil belajar para siswa ataupun hal lainya seperti meningkatkan semangat dan motivasi siswa dalam belajar. Ada beberapa karakteristik inovasi yang harus ada dalam sebuah inovasi agar inovasi direspons positif oleh masyarakat sekelilingnya, yaitu Keuntungan Relatif (relative advantage), Kesesuaian (compatibility), Kerumitan (complexity), Trialbilitas (trialability) dan Observibilitas (observability)(Rogers, 2003). 

Keuntungan Relatif (Relatif Advantage)


Sesuatu yang baru untuk bisa diterimah seutuhnya tentunya harus mendatangkan kebermanfaatan bagi Objek inovasi. Hal ini lah yang kemudian menjadi salah satu karakter dari sebuah inovasi yaitu ada tidaknya Keuntungan Relatif yang muncul bersama penerapa suatu inovasi. 

Oleh Roger (2003) dalam bukunya yang berjudul Diffusion Of inovation di jelaskan bahwa Keuntungan Relatif (relatif Adventage) adalah “is the degree to which an innovation is perceived as better than the idea it supersedes. .... It does not matter so much whether an innovation has a great deal of “objective” advantage. What does matter is whether an individual perceives the innovation as advantageous. The greater the perceived relative advantage of an innovation, the more rapid its rate of adoption will be.” 

Dalam pembelajaran Keuntungan relatif ini bisa diartikan sebagai sejauh mana inovasi ini berperan lebih baik dari ide pembelajaran sebelumnya yang digantikan. Ukuran Keuntungan Rerlatif tidak hanya diukur dari saru sisi saja tetapi menyangkut semua subjek atau pelaku yang terlebat dalam inovasi tersebut termasuk sang invator sendiri. Sebagai contoh inovasi misalnya penerapan Model pembelajaran PAIKEM (pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan) yang disambut begitu atusias oleh sekolah-sekolah tahun 2007 dikarenakan model ini dianggap sebagai cara mengejar yang lebih efektif dibanding dengan metode konvensional dengan guru sebagai center pembelajaran. Selain itu faktor lain yang membuat inovasi PAIKEM bisa di terimah kalah itu karena famor dari PAIKEM itu sendiri yang disebarluaskan oleh Proyek DBE 2 (Decentralized Basic Education) dari USAID (US Agency for International Development). Tentu saja hal tersbut mendatangkan kebanggaan bagi guru dan beberapa pihak sekoah karena dapat berpartisipasi dalam kelompok guru-guru terpilih untuk menjalankan proyek pembaharuan sekolah yang didanai oleh pemerintah Amerika Serikat dan Kepala sekolah yang sekolahnya terpilih menjadi salah satu tempat implementasi proyek juga akan merasa bangga. Intinya bahwa Inovasi yang tidak memberikan keuntungan relatif dalam bentuk materi maupun nonmateri tidak akan mudah diterima(Widoyoko Tayibnapis, 2000)(Hoseanto, 2016). 

Jadi dalam menghadirkan inovasi dalam pembelajaran seorang guru harus memikirkan dan mempertimbangkan baik-baik apakah inovasi tersebut sudah memiliki karakteristik inovasi berupa keuntungan relatif. 

Kesesuaian (Compatibility) 

Sebuah inovasi harus memiliki kesesuaian (Compatibility). Pertanyaanya sekarang kesesuaian dengan apa ? kesesuaian yang dimaksud bahwa sebuah inovasi diharapkan memiliki beberapa kesamaan dengan sistem yang ada, nilai/norma yang dipegang atau pengalaman yang pernah dialami oleh objek dan juga lingkungan sekitar. Keseuaian (Compatibility) menyangkut sejauh mana inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu, dan tingkat kebutuhan akan inovasi tersebut(Rogers, 2003). 

Gagasan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai, norma-norma sistem sosial dan juga kondisi lingkungan sangat susah untuk di terapkan bahkan tidak bisa untuk diterapkan. Sebagai contoh kasus, saat ini ekstensi dari Kebergunaan IT telah sampai kepada kondisi dimana orang-orang sudah bisa berkomunikasi ratusan bahkan ribuan kilometer tanpa harus beranjak dari lokasi mereka saat itu. Bukan hanya komunikasi dengan suara bahkan sampai ke tinggkat komunikasi visual dengan saling bertatap muka secara linear maupun paralel dapat dilakukan dengan bantuan teknologi. Ini merupakan sesuatu yang bisa dijadikan inovasi dalam pembelajaran misalnya dengan membangun pembelajaran lessClass atau tanpa ruangan untuk berkumpul dan ini pun saat ini sudah ada yang menerapkan. 

Banyak sekali keunggulan dari model pembelajaran tersebut tapi kenyataanya inovasi seperti ini masih banyak yang menolaknya baik dari pendidik mapun dari peserta didik. Penyebab mengapa banyak penolakan salah satunya karena hal ini dianggap sangat bertentangan dengan kebiasan belajar sebelumnya yang selalu berada di suatu ruangan. Selain itu banyak juga pengajar yang merasa Jika tidak diruangan kewajibanya sebagai ASN tidak terlaksana. Selain itu nyatanya pengetahuan mengenai teknologi dikalangan guru-guru di indoenesia hingga kini belum merata. Bahkan menurut data Kemendikbut tahun 2018 lalu menyebutkan bahwa hanya sekitar 40% guru yang siap dengan teknologi(Maharani, 2018). 

Untuk itu kesesuaian Inovasi dengan beberapa kondisi yang diterapkan sebelumnya dan kondisi lapangan termasuk keadaan subjek dan objek dari target inovasi sangat penting untuk di pertimbangkan. Sehingga sebuah inovator haruslah orang yang mengetahui betul-betul kondisi target inovasi sebelum mencoba membuat dan menerapkan suatu pembaruan. 

Kerumitan Inovasi (Complexity) 


Jika dalam penerapan inovasinya nyatanya lebih rumit tentu saja subjek inovasi akan berpikir untuk kembali ke sistem sebelumnya dan mulailah muncul penolakan yang akan menurunkan keberguaan suatu inovasi. Karakter inovasi berupa Kompleksitas menyangkut seberapa sulit atau rumit inovasi tersebut digunakan. Beberapa inovasi mudah dipahami oleh sebagian besar anggota sistem sosial yang lain lebih rumit dan diadopsi lebih lambat. 

Tingkat kerumita tidak serta merta membuat inovasi ditolak tetapi tingkat kerumita suatu inovasi berdampak langsung pada kecepatan adopsi dari inovasi tersebut. Jika sebuah inovasi mempunyai tingkat komplesitas yang tinggi maka daya absorsinya akan renda karena subjek inovasi harus menyesuaiakan diri terlebih dahulu. Sepertihalnya saat Kurikulum 2013 pertama kali diterapkan 2013 dimana rata-rata guru merasa kebingungan dalam menerapkan pembelajaran dikelas mengacu kepad tuntunan Kurikulum 2013 ini. Awalanya Ada banyak sekali kesulitan dalam menerapkan Kurikulum 2013 mulai dari kesiapan guru, penyesuaian jam pelajaran yang di tuntut lebih banyak, ketersediaan bahan ajar, dan juga sarana dan prasasarana di beberapa sekolah belum bisa menerapkan K13(Nuruzzaman, 2015). 

Trialblilitas (Trialability) 


Software, aplikasi ataupun sistem operasi yang hendak diluncurkan perusahaan biasanya tidak langsung di pasarkan begitu saja oleh produsennya. Tahap pertama yang selalu perusahaan lakukan adalah mengeluarkan Software trial yang sering disebut beta Apps. Beta Apps ini dikeluarkan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan kepada calon konsumen untuk mencoba mengunakan software atau apps tersebut. Beta apps ini kemudian merupakan bentuk implementasi dari triability sebagai karakteristik dari sebuah inovasi. Sama halnya dengan sofware, aplikasi ataupun OS tersebut, pada penerapan inovasi pembelajaran pun perlu melewati tahab uji coba yang melibatan pihak-pihak yang terkait dengan suatu inovasi. Pada pembelajaran sendiri triability hadir dalam bentuk pelatihan untuk meyakinkan pengguna bahwa inovasi pembelajaran tersebut mudah untuk dicoba dan bermanfaat bagi banyak pihak (Hoseanto, 2016). 

Selain itu dengan mencoba para guru yang terlibat dalam pelatihan memberikan kesempatan refleksi terutama akan tantangan yang dihadapi dalam penerapanya nantinya sehingga bisa betul-betul memahami dan mengerti tentang inovasi pembelajaran tersebut.

Obserbilitas (Observability) 


Menurut roger (2003) dalam bukunya yang berjudul Diffusion of Innovation menyebutkan definisi dari observability sebagai berikut : “Observability is the degree to which the results of an innovation are visible to others” Observability dari sebuah inovasi menyangkut Sejauh mana hasil atau manfaat inovasi tersebut bisa diamati oleh orang lain. 

Hal ini berkaitan pada fakta bahwa di lapangan tidak semua inovasi bisa langsung diterapkan perlu waktu dan bahkan inovasi yang tidak di persiapkan dengan matang bisa mengalami penolakan secara lansung. Inovasi dengan Observability yang tinggi mempunyai kesempatan untuk terus mengalami penyesuaian berkaitan dengan masukan ataupun kekurangan yang muncul sebagai hasil observasi. Untuk tipe Inovasi yang sudah bisa diterapkan tanpa kendala orang-orang di lingkungan akan melihat inovasi tersebut pada sudut pandang kebermanfaatannya dan bisa mendatangkan subjek yang sukarela bergabung turut serta menggunakan inovasi yang ada. Inovasi yang mudah diimplementasikan dan dapat diobservasi penerapannya secara transparan akan semakin menarik untuk diterimah (Hoseanto, 2016).


Sumber Referensi
Fathurrohman, M. (2017). Belajar dan Pembelajaran Modern: Konsep Dasar, Inovasi dan Teori Pembelajaran. Yogyakarta: Garudhawaca.
Hoseanto, O. (2016). Hakikat Pembaharuan dalam Pembelajaran (O. Hoseanto & P. Pannen, Eds.). Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Maharani, E. (2018). Kemendikbud: Hanya 40 Persen Guru Siap dengan Teknologi | Republika Online. Retrieved August 31, 2019, from www.republika.co.id website: https://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/18/12/03/pj60ej335-kemendikbud-hanya-40-persen-guru-siap-dengan-teknologi
Nuruzzaman, M. (2015). FAKTOR-FAKTOR YANG MENGHAMBAT IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DI SMKN 1 SEYEGAN SLEMAN JURUSAN TEKNIK GAMBAR BANGUNAN (TGB). Universitas Negeri jogja.
Rogers, E. M. (2003). Diffusion Of Innovation (p. 1430). p. 1430. New York: Free Presh.
Sugono, D. (2008). KAMUS BAHASA INDONESIA. Jakarta: Pusat Bahasa.
Widoyoko Tayibnapis, F. Y. (2000). Evaluasi Program Pembelajaran. Jurnal Ilmu Pendidikan, 1–16.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon