Makalah Inovasi dalam model pembelajaran kami sajikan dalam satu artikel bagi anda yang membutuhkan. tak pula kami berikan berserta PPT atau media presentasinya jadi anda tidak perlu lagi membuat pptnya langsung bisa mempelajarinya untuk persiapan presentasi.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Belajar pada hakikatnya adalah proses
interaksi terhadap semua situasi yang ada disekitar individu. Belajar dapat dipandang
sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses tersebut melalui
berbagai pengalaman. Kegiatan pembelajaran dilakukan oleh dua orang pelaku,
yaitu guru dan siswa. Perilaku mengajar dan perilaku belajar tersebut terkait
dengan bahan pembelajaran. Bahan pembelajaran dapat berupa pengetahuan,
nilai-nilai kesusilaan, seni, agama, sikap, dan keterampilan. Hubungan antara
guru, siswa dan bahan ajar bersifat dinamis dan kompleks. Untuk mencapai
keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran, terdapat beberapa komponen yang dapat
menunjang, yaitu komponen tujuan, komponen materi, komponen strategi belajar
mengajar, dan komponen evaluasi. Masing-masing komponen tersebut saling terkait
dan saling mempengaruhi satu sama lain. Dan komponen-komponen pembelajaran
tersebut harus diperhatikan oleh guru dalam memilih dan menentukan model-model
pembelajaran apa yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Model-model pembelajaran biasanya disusun
berdasarkan berbagai prinsip atau teori sebagai pijakan dalam pengembangannya.
Biasanya mempelajari model-model pembelajaran didasarkan pada teori belajar
yang dikelompokan menjadi empat model pembelajaran. Model tersebut merupakan
pola umum prilaku pembelajaran untuk mencapai kompetensi/tujuan pembelajaran
yang diharapkan. Jocyce & Weil berpendapat bahwa model pembelajaran adalah
suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum dan
pembelajaran di kelas atau di luar kelas. Model pembelajaran dapat dijadikan
pola pilihan, artinya para guruboleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan
efesien untuk mencapai tujuan pembelajaran.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud model pemebelajaran ?
2.
Apa
saja komponen model pembelajaran ?
1.3
Tujuan
1.
Mengetahui
apa yang dimaksud dengan model pembelajaran.
2.
Mengetahui
apa saja komponen yang ada dalam model pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Model Pembelajaran
A.
Pengertian
Model Pembelajaran
Secara kharfiah model dimaknakan sebagai
suatu objek atau konsep yang di gunakan untuk merepresentasikan suatu hal.
Sesuatu yang nyata dan di konversi untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif
(Meyer, W.J., 1985:2). Lalu apa yang dimaksud dengan model pembelajaran itu
sendiri? Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang di
gunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau
pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat
pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, computer, kurikulum dan
lain-lain (joyce, 1992:4). Selanjutnya Joyce menyatakan bahwa setiap model
pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu
peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Adapun Soekamto, dkk (dalam Nurulwati,
2000:10) mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah “kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi
sebagai pedoman bagi paraperancang pembelajaran dan parapengajar dalam
merencanakan aktivitas belajar mengajar”. Dengan demikian, aktivitas
peembelajaran benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang tertata secara
sistematis.
Istilah model pembelajaran mempunyai makna
yang lebih luas dari pada strategi, metode, atau prosedur. Model pengajaran
mempunyai empat cirri khusus yang tidak dimiliki strategi, metode atau
prosedur. Ciri-ciri tersebut ialah:
1)
Rasional
teoritis logis yang di susun oleh para pencipta atau pengembangnya;
2)
Landasan
pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang
akan di capai)
3)
Tingkah
laku mengajar yang di perlukan agar model tersebut dapat di laksanakan dengan
berhasil;
4)
Lingkungan
belajar yang di perlukan agar tujuan pembelajaraan itu dapat tercapai (Kardi
dan Nur, 2000:9).
Selain
ciri-ciri khusus pada suatu model pembelajaran menurut Nieveen (1999), suatu
model pembelajaran di katakan baik jika memenuhi criteria sebagai berikut :
1)
SAHIH
(valid), aspek validitas di kaitkan dengan dua hal yaitu, (1) apakah model yang
di kembangkan didasarkan pada rasional teoritis yang kuat; (2) apakah terdapat
konsistensi internal.
2)
PRAKTIS,
aspek kepraktisan hanya dapat di penuhi jika, (1) para ahli dan praaktisi
menyatakan bahwa apa yang di keembangkan dapat di terapkan (2) kenyataan
menunjukan bahwa apa yang di kembangkan tersebut dapat di terapkan.
3)
EFEKTIF,
berkaitan dengan aspek efektivitas ini, Nieveen memberikan parameter sebagai
berikut, (1) ahli dan praktisi berdasar pengalaamannya menyatakan bahwa model
tersebut efeektif; (2) secara operasional model tersebut memberikan hasil
sesuai dengan yang di harapkan.
Menurut
Khabibah (2006), bahwa untuk melihat tingkat kelayakan suatu model pembelajaran
untuk aspek validitas di butuhkan ahli dan praktisi untuk memvalidasi model
pembelajaran yang di kembangkan. Sedangkan untuk aspek kepraktisan
dan evektivitas di perlukan suatu peerangkat pembelajaaran untuk melaksanaakan
model pembelajaraan yang di kembangkan. Sehingga untuk melihat dua aspek itu
perlu di kembangkan suatu perangkat pembelajaran untuk suatu topic
tertentu yang sesuai dengan model pembelajaran yang di kembangkan. Selain itu
dikembangkan pula instrument penelitian yang sesuai dengan tujuan yang di
inginkan.
Dalam
mengajarkan suatu pokok bahasan (materi) tertentu harus di pilih model
pembelajaran yang paling sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Oleh karena
itu, dalam memilih suatu model pembelajaran harus memiliki
pertimbangan-pertimbangan. Misalnya, materi pembelajaraan, tingkat perkembangan
kognitif siswa, dan sarana atau fasilitas yang tersedia, shingga tujuan
peembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Dengan
demikian, merupakan hal yang sangat peenting bagi para pengajar untuk
mempelajari dan menambah wawasan tentang model peembelajaran yang telah
diketahui. Karena dengan menguasai beberapa model pembelajaran, maka seorang
guru dan dosen akan merasakan adanya kemudahan di dalam pelaksanaan
pembelajaran dikelas, sehingga tujuan pembelajaran yang hendak kita capai dalam
proses pembelajaran dapat tercapai dan tuntas sesuai yang di harapkan.
B.
MODEL PENGELOLAAN PEMBELAJARAN
Peningkatan mutu pendidikan akan tercapai apabila
proses belajar mengajar yang diselenggarakan efektif dan berguna untuk mencapai
kompetensi yang diharapkan. Karena pada dasarnya proses belajar mengajar
merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan, dan guru merupakan
salah satu faktor yang penting dalam menentukan berhasilnya proses
pembelajaran. Oleh karena itu pendidik dan khususnya Kepala Sekolah dituntut
untuk meningkatkan peran dan kompetensinya, dalam mengorgainasi atau mengelola
pembelajaran dengan menciptakan lingkungan belajar yang efektif, efisien dan
menyenangkan agar hasil belajar peserta didik berada pada tingkat yang optimal.
Dalam kegiatan pembelajaran, seoran pendidik dapat
memainkan berbagai peran pengelola pembelajaran sebagai demonstrator, pengelola
kelas, mediator dan fasilitator/mentor dan sebagai evaluator. Sebagai tenaga
profesional, seorang pendidik dituntut mampu mengelola kelas yaitu menciptakan
dan mempertahankan kondisi belajar yang optimal bagi tercapainya tujuan pengajaran.
Pengelolaan pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya
untuk mempertahankan ketertiban kelas, tetapi ngengertian pengelolaan
pembelajaran ini telah mengalamai perkembangan dan diartikan proses seleksi dan
menggunakan alat-alat yang tepat terhadap problem dan situasi pengelolaan
pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran adalah suatu usaha yang dilakukan oleh
penanggung jawab kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar dicapai kondisi
yang optimal sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar mengajar seperti yang
diharapkan (Arikunto, 1986: 143).
Fungsi pengelolaan pembelajaran sangat mendasar sekali
karena kegiatan pendidik dalam mengelola pembelajaran meliputi kegiatan
mengelola tingkah laku peserta didik dalam kelas, menciptakan iklim sosio
emosional dan mengelola proses kegiatan kelompok, sehingga keberhasilan
pendidik dalam menciptakan kondisi yang memungkinkan proses belajar mengajar
berlangsung secara efektif.
Menurut berbagai sumber belajar tujuan pengelolaan
pembelajaran adalah sebagai berikut:
1) Mewujudkan
situasi dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan belajar maupun sebagai
kelompok belajar yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan kemampuan
semaksimal mungkin.
2) Menghilangkan
berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya interaksi belajar
mengajar.
3) Menyediakan
dan mengatur fasilitas serta perabot belajar yang mendukung dan memungkinkan
peserta didik belajar sesuai dengan lingkungan sosial, emosional, dan
intelektual peserta didik dalam kelas.
4) Membina dan
membimbing sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya serta
sifat-sifat individunya.
5) Menciptakan
suasana sosial yang memberikan kepuasan, suasana disiplin, perkembangan
intelektual, emosional, dan sikap serta apresiasi pada peserta didik.
6) Memfasilitasi
setiap anak di kelas dapat bekerja dengan tertib sehingga segera tercapai
tujuan pengajaran secara efektif dan efisien
C.
Prinsip-Prinsip Pengelolaan pembelajaran
Secara umum faktor yang mempengaruhi pengelolaan
pembelajaran dibagi menjadi dua golongan yaitu, faktor internal dan faktor
eksternal peserta didik. Faktor internal peserta didik berhubungan dengan
masalah emosi, pikiran, dan perilaku. Kepribadian peserta didik denga ciri-ciri
khasnya masing-masing menyebabkan peserta didik berbeda dari peserta didik
lainnya sacara individual. Perbedaan sacara individual ini dilihat dari segi
aspek yaitu perbedaan biologis, intelektual, dan psikologis.
Faktor eksternal peserta didik terkait dengan masalah
suasana lingkungan belajar, penempatan peserta didik, pengelompokan peserta
didik, jumlah peserta didik, dan sebagainya. Masalah jumlah peserta didik di
kelas akan mewarnai dinamika kelas. Semakin banyak jumlah peserta didik di
kelas, misalnya dua puluh orang ke atas akan cenderung lebih mudah terjadi konflik.
Sebaliknya semakin sedikit jumlah peserta didik di kelas cenderung lebih kecil
terjadi konflik.
Dalam rangka memperkecil masalah gangguan dalam
pengelolaan pembelajaran dapat dipergunakan prinsip-prinsip pengelolaan
pembelajaran sebagai berikut.
1. Hangat dan Antusias diperlukan dalam proses belajar
mengajar. Pendidik yang hangat dan akrab pada anak didik selalu menunjukkan
antusias pada tugasnya atau pada aktifitasnya akan berhasil dalam
mengimplementasikan pengelolaan pembelajaran.
2. Penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja, atau
bahan-bahan yang santun, arif, ramah dan menantang akan meningkatkan gairah
peserta didik untuk belajar sehingga mengurangi kemungkinan munculnya tingkah
laku yang menyimpang.
3. Bervariasi. Penggunaan alat atau media, gaya mengajar
pendidik, pola interaksi antara pendidik dan anak didik akan mengurangi
munculnya gangguan, meningkatkan perhatian peserta didik. Kevariasian ini
merupakan kunci untuk tercapainya pengelolaan pembelajaran yang efektif dan
menghindari kejenuhan.
4. Keluwesan. Keluwesan tingkah laku pendidik untuk
mengubah strategi mengajarnya dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan
peserta didik serta menciptakan iklim belajarmengajar yang efektif. Keluwesan
pengajaran dapat mencegah munculnya gangguan seperti keributan peserta didik,
tidak ada perhatian, tidak mengerjakan tugas dan sebagainya.
5. Penekanan pada hal-hal yang Positif. Pada dasarnya
dalam mengajar dan mendidik, pendidik harus menekankan pada hal-hal yang
positif dan menghindari pemusatan perhatian pada hal-hal yang negative.
Penekanan pada hal-hal yang positif yaitu penekanan yang dilakukan pendidik
terhadap tingkah laku peserta didik yang positif daripada mengomeli tingkah
laku yang negatif. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan pemberian
penguatan yang positif dan kesadaran pendidik untuk menghindari kesalahan yang
dapat mengganggu jalannya proses belajar mengajar.
6. Penanaman Disiplin Diri. Tujuan akhir dari pengelolaan
pembelajaran adalah anak didik dapat mengembangkan dislipin diri sendiri dan
pendidik sendiri hendaknya menjadi teladan mengendalikan diri dan pelaksanaan
tanggung jawab. Jadi, pendidik harus disiplin dalam segala hal bila ingin anak
didiknya ikut berdisiplin dalam segala hal.
2.2 Komponen Model
Pembelajaran
Model-model
dalam kategori ini difokuskan pada peningkatan kemampuan individu dalam
berhubungan dengan orang lain, terlibat dalam proses demokratis dan bekerja
secara produktif dalam masyarakat. Dalam hal ini, akan dipelajari 3 model
pembelajaran yang termasuk ke dalam pendekatan pembelajaran sosial, yaitu (1)
model pembelajaran bermain peran, (2) model pembelajaran simulasi sosial, dan
(3) model pembelajaran telaah atau kajian yurisprudensi.
1.
Model Pembelajaran Bermain Peran
(Role Playing)
Model role
playing (bermain peran) adalah model pembelajaran dengan cara memberikan
peran-peran tertentu kepada peserta didik dan mendramatisasikan peran tersebut
kedalam sebuah pentas. Bermain peran (role playing) adalah salah satu
model pembelajaran interaksi sosial yang menyediakan kesempatan kepada murid
untuk melakukan kegiatan-kegiatan belajar secara aktif dengan
personalisasi. Oleh karena itu, bentuk pengajaran role playing memberikan
pada murid seperangkat/serangkaian situasi-situasi belajar dalam bentuk
keterlibatan pengalaman sesungguhnya yang dirancang oleh guru. Selain
itu, role playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas
dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan
memainkan peran orang lain saat menggunakan bahasa tutur.
Model
pembelajaran bermain peran (role playing) dibuat berdasarkan asumsi bahwa
sangatlah mungkin menciptakan analogi otentik ke dalam suatu situasi
permasalahan kehidupan nyata, bermain peran dapat mendorong murid
mengekspresikan perasaannya dan bahkan melepaskannya, dan bahwa proses
psikologis melibatkan sikap, nilai dan keyakinan kita serta mengarahkan pada
kesadaran melalui keterlibatan spontan yang disertai analisis.
Model role
playing dapat membimbing anak didik untuk memahami prilaku dan peran mereka
dalam interaksi sosial, agar mampu memecahkan masalah-masalah dengan lebih
efektif. Role playing dirancang secara husus oleh Fannie dan George Shaftel
untuk membantu anak didik mempelajari dan merefleksikan nilai-nilai sosial, membantu
mereka mengumpulkan dan mengolah informasi, mengembangkan empati dan
memperbaiki keterampilan sosial mereka. Dengan penyesuaian yang cocok, model
ini dapat diterapkan pada siswa di seluruh tingkat umur.
Berdasarkan
beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan, bahwa model
role playing adalah model bermain peran dengan cara memberikan peran-peran
tertentu atau serangkaian situasi-situasi belajar kepada murid dalam bentuk
keterlibatan pengalaman sesungguhnya yang dirancang oleh guru dan didramatisasikan
peran tersebut kedalam sebuah pentas.
a. Sintaks
Langkah-langkah
yang harus dilakukan dalam model pembelajaran bermain peran
menurut Suherman adalah:
-
Menyiapkan skenario pembelajaran
-
Menunjuk beberapa murid untuk mempelajari skenario tersebut
-
Pembentukan kelompok murid
-
Penyampaian kompetensi
-
Menunjuk murid untuk melakonkan skenario yang telah
dipelajarinya
-
Kelompok murid membahas peran yang dilakukan oleh pelaku.
-
Presentasi hasil kelompok
-
Bimbingan penyimpulan dan refleksi.
Sedangkan menurut Hamzah B.Uno,
Prosedur bermain peran terdiri atas sembilan langkah, yaitu: (1)
persiapan/pemanasan, (2) memilih partisipan, (3) menyiapkan pengamat
(observer), (4) menata panggung atau tempat bermain peran, (5) memainkan peran,
(6) diskusi dan evaluasi, (7) memainkan peran ulang, (8) diskusi dan evaluasi
kedua, dan (9) berbagi pengalaman dan kesimpulan.
b.
Prinsip Reaksi
Untuk model pembelajaran ini, ada 5 prinsip reaksi yang
penting.
1)
Pertama, guru harus menerima tanggapan dan saran siswa,
terutama pendapat dan perasaan mereka, tetapi tidak dengan mengevaluasi.
2)
Kedua, guru harus menanggapi sedemikian rupa sehingga
membantu siswa mengeksplorasi berbagai sisi situasi masalah, mengenali dan
membedakan titik pandang alternatif.
3)
Ketiga, dengan merefleksikan, parafrase, dan meringkas
tanggapan. Guru meningkatkan kesadaran siswa dari pandangan mereka sendiri dan
perasaan.
4)
Keempat, guru harus menekankan bahwa ada berbagai
konsekuensi hasil seperti yang dieksplorasi.
5)
Kelima, untuk menyelesaikan masalah, tidak ada cara yang
benar. Penting untuk melihat konsekuensi untuk mengevaluasi solusi.
c.
Sistem Pendukung
Bahan untuk
bermain peran yang minimal tapi penting, alat kurikuler utama adalah situasi
masalah. Namun, kadang-kadang membuat selembar kertas untuk membantu peran
masing-masing. Lembaran ini menggambarkan peran atau karakter perasaan.
Kadang-kadang, kami juga mengembangkan bentuk untuk mengamati bahwa memberitahu
mereka apa yang harus dicari dan memberi mereka tempat untuk menuliskannya.
d.
Sistem Sosial
Sistem sosial
dalam model ini cukup terstruktur. Guru meiliki tanggung jawab, paling tidak
pada awal permainan, untuk memulai tahap-tahap dan membimbing siswa melalui aktivitas
tiap tahap. Kendatipun begitu, materi khusus dalam diskusi dan pemeranan sangat
ditentukan oleh siswa.
Pertanyaan
yang diajukan guru seharusnya dapat mendorong ekspresi atau ungkapan yang jujur
serta bebas dan menggambarkan perasaan atau pikiran siswa yang sebenernya. Guru
harus menanamkan kualitas dan kepercayaan antara dirinya dan siswa-siswanya.
Guru bisa melakukan ini dengan menerima semua saran sebagai hal yang absah dan
tidak menghakimi. Dengan cara ini, semua hal yang diungkapkan hanya
mencerminkan perasaan atau sikap siswa.
Yang
terpenting, walaupun guru reflektif dan supportif, siswa tetaplah pihak yang
berperan mengambil alih atau mengontrol arah pengajaran. Mereka kadang memilih
masalah yang akan ditelusuri, memimpin, diskusi, memilih aktor, membuat
keputusan kapankah pemeranan akan dilakukan, membantu pengaturan pemeranan dan
yang terpenting, memutuskan apa yang harus diperiksa dan usulan mana yang akan
dieksplorasi. Pada intinya, guru memformat penelusuran tingkah laku dengan
berpegangan pada ciri khas pertanyaan yang diajukan siswa. Melalui pertanyaan
yang muncul, guru pun menetapkan fokus.
2.
Pengertian Model Pembelajaran Sistem
Perilaku
Model pembelajaran perilaku adalah
kerangka konseptual atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan
suatu kegiatan pembelajaran sehingga tingkah laku peserta didik berubah ke
arah yang lebih baik yang didasari pada tanggapan atau reaksi peserta
didik terhadap rangsangan atau lingkungan.
Teoritik dari kelompok model
pembelajaran ini ialah teori-teori belajar Behavioristik, yaitu bertujuan
mengembangkan sistem yang efisien untuk mengurutkan tugas-tugas belajar dengan
cara memanipulasi penguatan (reinforcement). Model ini dikenal juga sebagai
model modifikasi prilaku atau “Behavioral Modifications”. Semua model
pembelajaran rumpun ini didasarkan pada suatu pengetahuan yang mengacu pada
teori perilaku, seperti teori belajar perilaku, teori belajar sosial,
modifikasi perilaku, atau perilaku terapi. Model-model pembelajaran rumpun
ini mementingkan penciptaan lingkungan belajar yang memungkinkan manipulasi
penguatan perilaku secara efektif sehingga terbentuk pola perilaku yang
dikehendaki. Ciri-ciri sistem model perilaku atau Behavioral Models yaitu:
i. Seluruh model pada kelompok ini
didasarkan pada hasil sharing kajian teori-teori secara umum, yang kemudian
dipersandingkan/ diintegrasikan dengan teori-teori perilaku (yang
dikondisikan).
ii.
Beberapa teori yang mendasari: teori-teori belajar secara
umum, teori belajar sosial, teori modifikasi perilaku, dan teori-teori terapi
perilaku.
iii. Secara umum menekankan pada
perubahan perilaku yang terlihat (observable) dibanding perilaku-perilaku
secara psikologis atau perilaku yang tidak bisa diamati.
iv. Penerapan prinsip-prinsip stimulus
terkontrol dan reinforcement yang menjadi dasar penerapan model pembelajaran
interaktif dan mediasi belajar terkondisikan, baik pada pembelajaran secara
individu maupun kelompok.
v.
Pengembangan kemampuan belajar melaui fakta-fakta,
konsep-konsep dan keterampilan dipandang sama baiknya untuk mereduksi tingkat
kecemasan maupun untuk memperoleh kegiatan relaksasi individu.
1.
Prinsip-Prinsip dalam Model
Pembelajaran Sistem Perilaku
Adapun prinsip-prinsip dalam model
pembelajaran sistem perilaku, diantaranya:
a.
Perilaku sebagai fenomena yang bisa diamati dan
diidentifikasi
Pada dasarnya, sebuah stimulus dapat
memunculkan perilaku yang juga dapat menimbulkan konsekuensi, serta dapat
diperkuat dengan kemungkinan bahwa sebuah stimulus yang sama akan memunculkan
perilaku yang diperkuat tersebut. Sebagai timbal baliknya, konsekuensi
negative tidak akan persis sama dengan perilaku yang ditimbulkan.
Para ahli teori perilaku meyakini
bahwa respon internal (semisal takut gagal), yang menengahi respon-respon yang
bisa diamati (semisal menghindari bidang yang dapat memunculkan ketakutan akan
gagal) sangat bisa diubah (Rimm dan Masters, 1974).
b.
Kebutuhan terhadap tingkah laku yang kurang adaptif
Masyarakat kita seringkali
beranggapan bahwa ada beberapa siswa yang memiliki phobia terhadap
pelajaran dalam bidang-bidang tertentu (semisal matematika) yang tidak bisa
diubah atau dihilangkan. Anggapan yang demikian memunculkan citra bahwa
halangan dan phobia tersebut tidak bisa diubah sehingga tidak
disikapi dengan serius, meskipun sebenarnya siswa memiliki potensi untuk
belajar menghilangkan phobia tersebut. Sehingga apabila
dibiarkan akan terjadi penurunan besar-besaran dalam prestasi akademik bidang
matematika ini. Kunci penyelesaian masalah ini adalah belajar menangani
pengaruh dalam mendekati materi pelajaran tersebut.
c.
Tujuan tingkah laku adalah hal yang khusus, terpisah, dan
bergantung pada individu
Walaupun teori-teori dari para ahli
psikologi perilaku telah lama digunakan untuk merancang materi instruksional,
semisal simulasi, yang juga digunakan oleh sejumlah siswa, kerangka ahli
psikologi perilaku cenderung khusus, terpisah, dan bergantung pada
individu. Respon yang persis sama tidak berarti diproses dari stimulus
asli yang juga serupa. Sebaliknya, tidak ada dua orang yang akan memberikan
respon pada stimulus yang sama dengan cara yang juga persis sama. Hal ini
berarti bahwa tujuan masing-masing siswa mungkin akan berbeda dan bahwa proses
latihan harus dilakukan secara perseorangan, baik dalam hal materi ataupun
proses latihan itu sendiri.
d.
Teori tingkah laku fokus pada “hal-hal yang ada disini dan
terjadi saat ini”
Peran proses pembentukkan perilaku
seseorang yang sudah terjadi tidaklah terlalu ditekankan dalam hal ini.
Pengajaran yang kurang baik bisa saja mengakibatkan kegagalan dalam belajar
membaca, namun hal yang akan difokuskan disini adalah belajar membaca saati
ini. Karena perilaku manusia yang cenderung bersifat optimis dan tidak berdiam
dan terlarut dalam masa lalu. Masalah yang terasa semakin sulit sebenarnya
hanya membutuhkan upaya-upaya kecil untuk mengatasinya. Para ahli perilaku
sering kali melaporkan bahwa mereka telah berhasil mengubah perilaku kurang
adaptif dalam waktu singkat, bahkan dalam kasus phobia atau
bentuk-bentuk kemunduran jangka panjang.
3.
Dampak Instruksional dan
Pengiring
Model sinektik memiliki nilai instruksional dan
pengiring. Dengan kepercayaan bahwa proses kreatif dapat dikomunikasikan dan
dapat ditingkatkan melalui latihan langsung direct training, mengembangkan
teknik-teknik instruksional khusus. Sinektik dapat diaplikasikan tidak hanya
bagi pengembangan kekuatan kreatif yang umum, tetapi juga bagi pengembangan
respons-respons kreatif pada beragam bidang masalah. Gordon jelas percaya bahwa
kekuatan kreatif akan meningkatkan pembelajaran dalam bidang-bidang ini. Untuk
yang terakhir ini, dia menekankan lingkungan sosial yang dapat mendorong
kreativitas dan menggunakan kohesi kelompok untuk dapat meningkatkan kekuatan
yang memungkinkan para peserta didik memfungsikan dunia metaforis secara
mandiri.
Model pembelajaran sinektik merupakan strategi yang
sangat bermanfaat untuk mengembangkan pengertian baru pada diri siswa tentang
suatu masalah sehingga siswa sadar bertingkah laku dalam situasi tertentu.
Selain itu model pembelajaran sinektik juga bermanfaat karena dapat
mengembangkan kejelasan pengertian dan internalisasi pada diri siswa tentang
materi baru, dan dapat mengembangkan berpikir kreatif, baik pada diri siswa
maupun guru. Model pembelajaran sinektik ini dapat dilaksanakan dalam suasana
kebebasan intelektual dan kesamaan martabat antara siswa, yang mana sangat
membantu siswa menemukan cara berpikir baru dalam memecahkan suatu masalah.
Akan tetapi, model ini sepertinya akan sulit untuk dilakukan oleh guru dan
siswa yang sudah terbiasa menggunakan cara lama yang menekankan pada 82
penyampaian informasi, dan karena model ini menitikberatkan pada berpikir cara
berpikir reflektif dan imajinatif dalam situasi tertentu, maka kemungkinan
besar siswa kurang menguasai fakta-fakta dan prosedur pelaksanaan atau
keterampilan. Selain itu juga faktor kurang memadahinya sarana dan prasarana
pendidikan di sekolah-sekolah dapat menyebabkan pembelajaran model ini kurang efektif untuk digunakan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Model
pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang di gunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran dalam
tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di
dalamnya buku-buku, film, computer, kurikulum dan lain-lain (joyce, 1992:4).
Sebelum
menentukan model pembelajaran yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran,
ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan guru dalam memilihnya, yaitu:
1.
Pertimbangan
terhadap tujuan yang hendak dicapai.
2.
Pertimbangan
terhadap tujuan yang hendak dicapai.
3.
Pertimbangan
darisudut peserta didik atau siswa.
4.
Pertimbangan
lainnya yang bersifat nonteknis.
Dimana
terdapat macam-macam model pembelajaran, diantaranya yaitu:
1. Model
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And Learning).
2. Model
Pembelajaran Kooperatif.
3. Model pembelajaran
Berbasis Masalah (PBM).
4. Model
Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI).
5. Model
Pembelajaran Berbasis Komputer.
6. Model
PAKEM (Partisipatif, Aktif, Kreatif, dan Menyenangkan).
7. Model
Pembelajaran Berbasis WEB (E-Learning).
8. Model
Pembelajaran Tematik.
B. SARAN
Untuk
guru dan calon guru yang nantinya akan melakukan pembelajaran di kelas semoga
dengan membaca makalah ini guru dan calon guru lebih selektif dalam menentukan
model pembelajaran yang akan di implementasikannya. Pemilihan model
pembelajaran harus di sesuaikan dengan kurikulum, siswa, dan sarana dan
prasarana sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Dadan. 2014. Pengertian Pendekatan.
[online]. Tersedia : http://dadangjsn.blogspot.com/2014/06/pengertiandefinisi-pendekatan-saintifik.html.
(12 Deember 2019)
Djaelani. 2014. Definisi model
pembelajaran. [online]. Tersedia :
http://djaelanicilukba.blogspot.com/2014/01/definisi-model-pembelajaran-menurut.html. (12 Deember
2019)
Eka. 2014. Model Pembelajaran. [online].
Tersedia : http://www.ekaikhsanudin.net/2014/12/pembelajaran-model-discovery-learning.html.
(12 Deember 2019)
Purtadi. 2013. Perbedaan problem base
learning dan projek. [online]. Tersedia : http://purtadi.blogspot.com/2013/05/perbedaan-problem-based-learning-dan.html.
(12 Deember 2019)
Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran
Inovatif-Progresif. Jakarta: Prenada Media
Tim Pengembangan MKDP.2011. Kurikulum
Pembelajaran. Bandung : Rajawali Pers
Uno Hanzah B. 2007. Model Pembelajaran.
Jakarta: PT Bumi Aksara
PPTnya
Untuk PPTnya disajikan dalam format power point yang bisa anda edit. Total Slide ada 12 dengan desain yang simple dan menarik. berikut priview slidenya.
Priview Slide Makalah Inovasi dalam Pembelajaran |
Sekian semoga bermanfaat untuk anda sekalian.
EmoticonEmoticon