Konstruk Teori dan Metode Uji keabsahan suatu teori

Tags


Kontruk teori merupakan salah satu materi yang akan anda temukan pada matakuliah filsafat ataupun metode ilmiah.  pada kesempatan kali ini akan dibahas mengenaik Apa itu Kostruk teori dan bagaimana metode uji keabsahan suatu teori.

Apa itu Konstruk Teori ?

Konstruk Teori adalah konsep hipotesis yang digunakan oleh para ahli yang berusaha membangun teori untuk menjelaskan tingkah laku alam (ABDURRAFIQ, 2010). 

Terdapat empat elemen dari teori, yaitu 1) asumsi-asumsi filosofis atau keyakinan-keyakinan dasar yang mendasari teori; 2) konsep-konsep atau building blocks; 3) eksplanasi-eksplanasi atau hubungan-hubungan dinamis yang dibuat oleh teori; dan 4) prinsip-prinsip atau panduan bagi suatu tindakan (Rahardjo, 2011).

1)      Asumsi-asumsi Filosofis

Titik awal untuk setiap teori adalah asumsi-asumsi filosofis yang mendasarinya. Mengetahui asumsi-asumsi dibalik sebuah teori merupakan langkah awal untuk memahami setiap teori yang ada. Asumsi-asumsi filosofis dibagi ke dalam tiga tipe utama, yaitu epistemologi atau pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan; ontologi atau pertanyaan-pertanyaan tentang keberadaan; dan aksiologi atau pertanyaan-pertanyaan tentang nilai. Setiap teori, secara tersurat atau tersirat, akan mencakup asumsi-asumsi tentang sifat pengetahuan dan bagaimana pengetahuan tersebut diperoleh, apa yang menciptakan realitas, dan apa yang bernilai. Mencari asumsi-asumsi tersebut akan memberikan landasan untuk memahami bagaimana posisi teori itu sendiri dalam hubungannya dengan teori-teori lain pada isu-isu dasar yang membantu mengkonstruksikan sebuah teori.

2)      Konsep-Konsep

Elemen berikutnya adalah konsep-konsep.  konsep-konsep atau sering juga kita Bahasakan sebagai istilah-istilah maupun definisi-definisi dapat menjadi sarana bagi seseorang untuk bisa mengerti apa yang  sebuah teori coba sampaikan. Sebuah konsep memiliki definisi spesifik yang lebih mendasar dari pada sebuah teori sehingga dikatakan bahwa konsep merupakan elemen pembentuk teori.  namun Adakalanya teori merupakan konsep itu sendiri. Teori yang berhenti pada tataran konseptual adalah teori yang bertujuan untuk memberikan sebuah daftar kategori-kategori untuk sesuatu tanpa menjelaskan bagaimana setiap kategori berhubungan satu sama lain.

3)      Eksplanasi-eksplanasi

Para teoritisi mengidentifikasi keteraturan-keteraturan atau pola-pola dalam hubungan di antara variabel-variabel. Dalam istilah yang paling sederhana, eksplanasi menjawab pertanyaan “Mengapa?”. Sebuah eksplanasi mengidentifikasikan “kekuatan logis” di antara variabel-variabel yang menghubungkannya dalam beberapa cara (Rahardjo, 2011).

4)      Prinsip-prinsip

Prinsip-prinsip adalah komponen terakhir dari teori. Sebuah prinsip merupakan pedoman yang memungkinkan kita menginterpretasikan suatu peristiwa, membuat penilaian tentang apa yang sedang terjadi, dan kemudian memutuskan bagaimana bertindak dalam situasi tersebut(Rahardjo, 2011)

Baca Juga : Perbedaan pengetahuan, skill dan ability dalam pendidikan


Dalam menkontruk teori diperlukan metode-metode untuk menkonstruksi teori-teori dengan mengikuti sistematika yang direncanakan secara hati-hati dan secara universal disetujui. Walaupun memang ada aturan-aturan bagaimana menkonstruksi suatu teorinya,  namun tidak disangksikan bahwa cara untuk menkonstruksi teori itu merupakan suatu proses yang bisa bersifat khas dan sangat individual, dan tidak dapat dimasukkan dalam satu pun klasifikasi. bahwa ada dua metode konstruksi teori, yaitu metode deduktif dan metode induktif (Suharjana, 2012).

1.      Konstruksi Teori Secara Deduktif

Teoriwan deduktif bekerja dari atas ke bawah. Ia membangun suat teori yang kelihatannya logis, dengan dasar apriori. Kemudian teori itu diuji dengan melakukan eksperimen-ekspreimen yang sifatnya ditentukan oleh teori tersebut. Dalam teori semacam ini mula-mula dirumuskan sekumpulan asumsi-asumsi dasar atau postulat-postulat, dengan memperhatikan factor-faktor tertentu yang telah dikenal. Dri postulat-postulat ini kemudian dikeluarkan hipotesis-hipotesis atau teorema-teorema. Hipoetsis-hipotesis ini kemudian diuji, dan hipotesis yang terbukti benar, dipertahankan. Dengan cara yangs ama, postulat-postulat yang menghasilkan teorema-teorema atau hipotesis-hipotesis yang benar, dipertahankan, sehingga selama periode tertentu teori itu mengalami koreksi sendiri.

Teori deduktif selalu berada dalam proses koreksi, dan karena itu meminta banyak dilakukan penelitian. Masalhnya dengan teori semacam ini ialah andai kata sebagaian besar dari postulat-postulat itu tidak benar, teori akan menyebabkan dilakukannya penelitian-penelitian yang sedikit tidak berguna.

2.      Konstruksi Teori Secara Indukatif

Menurut cara ini, teori-teori menjadi generalisasi-generalisasi dari fakta-fakta empiris. Teoriwan induktif bekerja dari bawah ke atas, menyusun system-sistem (dapat disebut teori-teori mini) yang memperhatikan hasil-hasil penelitian yang telah berkali-kali diuji. Lalu menyusun system-sistem yang lebih tinggi tingkatnya sebagai generalisasi dari teori-teori mini itu, dan akhirnya merumuskan suatu teori yang dapat mencakup semua pernyataan yang lebih rendah tingkatannya. Pendekatan semacam ini mempunyai satu keuntungan, yaitu orang yang merekonstruksi teori itu tidak pernah jauh dari pernyataan-pernyataan yang ‘kebenarannhya’ cukup tinggi. Tetapi ada masalah yang dihadapinya, yaitu cara ini kerap kali menyebabkan timbulnya teori-teori yang rendah tingkatnya. Di antaranya ada yang tidak khas, fungsinya tindih satu dengan yang lain.

Validasi Keabsahan Konstruk Teori

Pada suatu saat mungkin timbul suatu pertanyaan tentang ‘kebenaran’ suat teori yang telah dirumuskan. Sebenarnya yang menjadi masalah bukan kebenaran suatu teori, melainkan yang ingin dikatahui ialah apakah teori tertentu relative lebih baik daripada teori yang lama, dan apakah bagian tertentu dari suatu teori, memerlukan revisi. Ada tiga cara untuk menguji suatu teori, yaitu ditinjau dari segi (1) sintak, (2) semantic, dan (3) parsimony (Suharjana, 2012).

1.      Secara Sintaks

Salah satu tes suatu teori ialah apakah teori itu secara internal konsisten dan logis. Oleh karena semua teori itu disusun atas dasar postulasi hubungan-hubungan antar akonstruk-konstruk, maka dari seorang teoriwan diminta bahwa teorinya tunduk pada peraturan-peraturan sintatik, di mana ia memperlihatkan bahwa konstruk-konstruk yang digunakannya dalam teorinya dapat saling dihubungkan, dan akhirnya dihubungkan pada data yang sebenarnya. Aturan-aturan ini dapat bersifat matematik (dalam physical science) atau verbalitas (seperti dalam psikologi dan pendidikan).

Presisi (ketelitian) secara sintatik lebih diharapkan dari sains (physical science) daripada psikologi ataupun pendidikan, terutama sintaks matematika. Psikologi lebih banyak menggunakansyntaks verbalistik, karena sifat keilmuannya.

2.      Secara Semantik

Suatu teori terutama diuji apakah teori itu membuat generalisasi-generalisasi yang benar dan prediksi-prediksi yang sahih (valid). Hal ini disebut semantic. Pada dasarnya suatu teori dapat lulus atau gagal waktu diuji secara eksperimen. Hal ini berarti, bahwa suatu teori harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga dapat diuji. Inilah yang merupakan masalah yang ditemukan berulang kali dalam menilai ‘kebenaran’ teori-teori.

Eksperimen-eksperimen akan banyak digunakan untukmengetahui nilai relative dari suat teori terhadap teori yang lain. suatu teori dinilai lebih daripada teori yang lain, bila kedua teori itu membuat prediksi-prediksi yang berbeda dan bukti-bukti empiris yang lebih menyokong prediksi-prediksi dari teori yang satu dibandingkan dengan prediksi-prediksi yang berasal dari teori yang lainnya. Inilah yangd isebut tes semantic dari suatu teori. Tetapi dalam kenyataannya, setelah dilakukan eksperimen-ekspreimen, hanya sedikit kasus yang menunjukkan, bahwa suatu teori jelas lebih unggul daripada teori yang lain. kerap kali para peneliti menafsirkan suatu bukti yang negative dari suatu tes semantic. Hal ini merupakan suatu petunjuk bahwa teori itu tidak boleh digunakan lagi. Para peneliti itu dapat memutuskan, bahwa konsep yang mereka teliti mungkin berpengaruh pada proses-proses belajar, tetapi mungkin mereka menemukan masalah dalam ‘definisi operasional’ mereka (cara mereka mengukur konsep itu).d alam hal ini mungkin diperlukan alat ukur yang lain atau variable-variabel lain yang harus diteliti. Misalnya, dalam penelitian tentang pengaruh umpan balik pada belajar. Mereka mungkin mengambil kesimpulan, bahwa umpan balik belum diberikan secara jelas pada subjek, atau umpan balik diberikan terlalu sering. Jadi, penelitian baru harus direncanakan dan dilakukan.           

Hal lain yang juga harus diperhatikan ialah bagaimana “sempurnanya” prediksi-prediksi seharusnya dalam suatu teori. Tentang hal ini, dalam sains terdapat dua konsepsi. Konsepsi ‘klasik’ beranggapan bahwa seseorang dapat membuat prediksi-prediksi yang sempurna, dan menghasilkan penjelasan-penjelasan yang tidak dapat disangkal. Konsepsi yang kedua menerima pendekatan ‘probabilitas’ tentang prediksi. Ini berarti, bahwa pada akhirnya kita akan memperoleh derajat ketelitian yang paling tinggi dalam membuat prediksi-prediksi, tetapi kita tidak dapat mengharapkan akan mempunyai ketelitian yang sempurna dalam prediksi-prediksi kita. Kedua konsepsi itu diperdebatkan dalam sains dan filsafat sains dalam beberapa decade yang lampau. Posisi klasik disebut pula posisi ‘deterministik’, sedangkan posisi yang kedua disebut posisi ‘probabilistik’.

Posisi apa pun yang dianut oleh seseorang tentang hal ini, namun tes yang penting tentang suatu teori adalah sejauh mana prediksi-prediksi yang dihasilkan dari teori itu ditunjang oleh bukti-bukti empiris.

3.      Parsimoni

Yang kurang penting bila dibandingkan dengan kedua tes tentang teori yang telah diuraikan di atas ialah aturan parsimony, aturan ini mengemukakan, bahwa bila dua teori kelihatannya sama sahihnya ditinjau dari segi semantic maupun segi sintatik, maka teori yang lebih sederhanalah yang diterima.

Dalam psikologi dan pendidikan pada kenyataannya, parsimony tidak begitu menjadi masalah, karena masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang belum terawab mengenai kesahihan semantic dari sebagaian besar teori-teori dalam kedua bidang ini.

Selain ketiga tes untuk teori yang telah dikemukakan diatas, tentunya masih ada beberapa yang lain yang tidak dibahas dalam buku ini. tetapi dengan memperhatikan criteria seperti tersebut diatas kita telah mempunyai cara-cara untuk menilai teori-teori. Sekali ini perlu ditekankan, bahwa yang penting ialah bukannya untukmenemukan suatu teori yang benar, atau dipercaya, atau sempurna, melainkan untuk menemukan suatu teori yang lebih baik.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon