Batasan berpikir positif dalam koridor yang Benar

Tags


Berpikir positif tentu saja merupakan bagian dari perintah agama, husnudzon. Namun ada batasan dimana ketika batas itu dilewati husnudzon tidak dibenarkan lagi. 


Sebagai contoh,ada perampok mengambil barang kita ditengah hari. kalau kita bilang “sudah positif aja positive aja, kita ambil kebaikan-kebaikannya, orang ini berani karena di siang hari merampok”. Contoh lain misalnya pacaran, Kita lihat muda-mudi pacaran terus kita bilang “ambil positifnya saja, ada peningkatan semangat bagi mereka untuk belajar, untuk jadi sukses”. Kita ambil positifnya saja ini latihan bagi mereka untuk berkasih sayang, belajar berumah tangga”. Berpikir positif dalam kasus ini salah, kita harus menentang dengan tegas dan berfokus pada negatifnya karena baik itu merampok dan pacaran yang notabene nya adalah sina adalah perkara yang dilarang oleh agama, perkara yang hina dan merugikan baik pelakunya maupun orang lain.



dalam dua contoh kasus diatas dan kasus pada umumnya nggak nilai positifnya tidak bisa diangkat karena inti dari perbuatan tersebut adalah keburukan dan untuk mencegah keburukan ini terus berlangsung seperti ditiru misalnya kita harus menghadirkan sisi negatifnya.


Kalau ada orang yang berzina, kalau kita bilang sama kita “Jangan ambil negatifnya” kalau kita melihat orang yang berzina kita harus tutupi aib nya dalam hal ini betul kalau orangnya tidak membuka aibnya sendiri. tapi kalau sebaliknya mereka terang-terangan berzina  berpikir positif pada situasi ini adalah tindakan  yang salah.  


maka di dalam Islam membagi satu perkara menurut bab-babnya. jadi kita tidak bisa overlapping. semuanya dalam satu perkara sehingga kita lebih komprehensif ketika melihat satu perkara itu tidak hanya dari segi yang kita inginkan saja atau segi subjektif saja dan pada akhirnya justru menimbulkan salah paham pada orang lain.  Misalnya di dalam Islam ghibah itu tidak boleh hanya saja ada beberapa kasus yang yang justru mewajibkan kita untuk mengghibah atau mewajibkan kita untuk membuka aib orang lain atau mewajibkan kita untuk membicarakan orang lain. misalnya imam nawawi dalam kitab Riyadhus Shalihin itu menyampaikan kepada kita ada beberapa perkara di mana kita boleh menggibah orang lain sebagai contoh Kita pernah berinteraksi dengan seseorang dan seseorang ini adalah Penipu Dia pada bermuamalah dengan kita dan kita ditipu. kita tahu persis bahwa orang ini tidak amanah ia Melarikan uang kita misalnya. kita berbisnis dengan dia namun dia tidak menyelesaikan kewajiban-kewajibannya misalnya. maka ketika kita sudah tahu orang ini kita sudah tahu chatnya orang ini di dalam bermuamalah maka saat kita melihat ada orang lain lalu diajak sama dia bermuamalah kita wajib memperingatkan orang lain. “ hati-hati sepengetahuan Saya orangnya seperti ini seperti ini seperti ini” “ ini ini salah satu contohnya jenis surat utang sama dia Dia belum bayar hutang saya segini” Saya cuma mau ngasih tahu kamu saja kalau kamu berbisnis dengan dia kamu haarus hari-hati. wajib kita kasih kepada manusia agar manusia berhati-hati pada orang-orang semacam ini.

Ada orang berzina di publik malah senang dengan dengan sinanya. ada orang berbuat salah malah bangga dengan kesalahannya ada orang-orang yang nyata-nyata menentang Allah Subhanahu Wa Ta'ala tentang Alquran tentang sunnah dan kemudian melakukan permusuhan terhadap agama kita ini harus memberikan keterangan pada umat agar orang berhati-hati dengan dia. hal ini termasuk ghibah yang diperbolehkan. jadi tidak selamanya kita harus berpikir positif atau atau husnudzon kepada seseorang hanya saja kita menempatkan dimana kita harus berhati-hati, waspada terhadap sesuatu dari pada berpikir positif.


Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, ketika perang badar, beliau tidak pernah berhenti berdoa di samping berikhtiar seperti mempersiapkan pasukan, strategi dll. Beliau sangat luar biasa, Dia sangat berhusnudzon kepada Allah sudah kemudian berdoa dan bertawakal kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. pertanyaannya kemudian Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam tidak pernah berkata sudah kita jangan suuzon kepada pasukan pasukan Quraisy jahil itu, mereka datang kemarin bukan untuk perang, mereka datang kemarin bukan untuk kita kok mereka datang untuk masuk Islam. Beliau mempersiapkan diri untuk berperang melalui usaha, doa dan tawakal


Tidak semuanya mesti disikapi secara positif, seolah-olah kalau kita Berpikir positif maka Hanya itu yang akan terjadi. enggak tapi Rasulullah menyuruh para sahabat untuk menyiapkan pasukan menyuruh para sahabat berkumpul mendiskusikan strategi. 


 Jadi tidak semua itu harus dipikirkan secara positif. tidak semua itu harus kita paksakan untuk ambil positifnya.


 coba misalnya penistaan agama sudah nyata-nyata. kita tidak boleh kemudian membela lalu berkata “kita ambil positifnya aja, ini pasti ada yang baik kok” nggak mungkin !! kalau hal itu buruk kita harus menentang secara akan dan fisik. sebagaimana syariat memerintahkan kita dalam berlaku terhadap sesuatu seperti itu. 


Kalau ada seseorang yang atau orang-orang yang gak benar. orang-orang yang menentang syariat orang yang menentang poligami, orang menentang hukum-hukum Allah, menentang Al Quran, mereka mengatakan bahwa mereka mendukung liberal secara nyatadan seterusnya dan seterusnya. 


Maka jika kita sudah tahu ada orang kaya begini yang kemudian berada di sekeliling kita pertanyaannya Bagaimana kita bisa berpikir bahwa kita ber husnuzon dalam situasi seperti itu sementara kita harus segara menegasi hal tersebut ?

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon